Mencari Syafaat Nabi di Village Club House
25 September 2015 malam, tiba di acara inti. Halal Bihalal Idul Adha dan Diskusi Cerdas Bersama Cak Nun dan Ibu Novia Kolopaking. Acara dipandu langsung oleh Mas Teguh Yulianto yang duduk di depan, bukan dengan tata ruang berupa panggung, melainkan meja dan kursi dengan latar backdrop bertuliskan IKMIA dan poster acara ini.
Sedari semula acara memang dirancang lebih persis dengan diskusi, bincang-bincang, dan tanya jawab. Meskipun demikian suasananya diliputi rasa kedekatan, kekeluargaan, dan keakraban, seperti terlihat khususnya pada keakraban ibu-ibu hadirin dengan Ibu Via, yang seperti biasa mengajaknya rame-rame berfoto, selain juga makan bersama dengan menu-menu yang sudah disediakan secara prasmanan.
Secara umum audiens yang hadir sangat beragam. Ada yang berasal dari Jawa, ada yang Sunda, ada pula yang dari Sumatera, dan bahkan ada yang dari Malaysia. Keragaman audiens ini juga diolah oleh Cak Nun untuk memperkaya ilmu dan rasa dalam pertemuan malam itu. Seorang teman atau hadirin yang berasal dari Padang diajak membawakan lagu Tombo Ati versi Padang, yang disusul kemudian Ibu Via membawakan lagu “Kepada-Mu Kekasihku” dan “Asmara”.
Lagu-lagu itu dihadirkan sebagai bagian tak terpisah dari respons Cak Nun atas pertanyaan atau tema yang disodorkan para jamaah. Macam-macam rupanya. Mulai dari bagaimana memahami dan cara mencintai Rasulullah, fenomena perpecahan di dalam masyarakat akibat pergesekan politik, kondisi Indonesia secara nasional, sejarah reformasi 1998, Islam Nusantara, hingga pelajaran atau moral politik di balik kisah Slilit Sang Kiai.
Mengenai mencintai Kanjeng Nabi Muhammad, Cak Nun menguraikan hakikat cinta segitiga (Allah-Rasulullah-Umat Islam) dengan detail penghayatan spiritual dan batiniahnya. Sampai ke hak Syafaat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad untuk siapa saja yang mencintai dan merindukan Syafaat tersebut. “Syafaat adalah hak prerogatif untuk menawar nasib kita dihadapan Allah. Kita umpamanya gaji hanya rata-rata $8 per jam, tetapi naik turunnya ekonomi nafkah kita itu bisa sangat dipengaruhi oleh fluktuasi cinta kita kepada Muhammad Saw. Jadi syafaat rasul adalah hak prerogatif Muhammad untuk meringankan keadaan kita di dunia maupun di akhirat, itu menyangkut keluarga kita, menyangkut nasib kita di akhirat, dan semuanya, tidak perlu nunggu kapan-kapan, sekarang langsung”, papar Cak Nun.
Di situlah kemudian Cak Nun menjelaskan letak shalawat Nabi. Bahwa Shalawat Nabi itu bukan untuk “tontonan”, melainkan dilantunkan secara bersama-sama dengan fokus utama kepada Allah dan Kanjeng Nabi. Lagu yang dipakai untuk membawakannya bisa bermacam-macam, termasuk yang bernuansa lokal seperti Sunda, Jawa, dan lain-lain. Dan langsung Cak Nun memberikan contohnya, yang dilanjut dengan Tombo Ati versi Padang tadi.
Tak terasa diskusi berjalan sampai tiga jam lamanya. Semua hadirin yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Muslim Indonesia Atlanta ini menyimak dengan baik penjelasan-penjelasan Cak Nun. Selain menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar kondisi politik di Indonesia dengan memberikan beberapa sudut pandang dan cara pandang, Cak Nun mengapresiasi teman-teman di Atlanta ini, “Menurut saya, Anda di sini ini berjasa kepada Indonesia, Anda mau dan rela pergi jauh-jauh dari Indonesia, dan itu berarti Anda membantu Indonesia, meringankan Indonesia, Anda semua adalah orang yang berjasa kepada Indonesia dengan Anda mau bekerja di sini”.
Bisa dikatakan apa-apa yang disampaikan Cak Nun kepada teman-teman di sini cukup tuntas dari segi prinsip nilai dan contoh analisis, dimensi global maupun detailnya, sehingga tidak menyisakan PR yang belum terjawab. Usai acara, tepatnya pagi harinya, salah satu dari mereka menyampaikan kabar syukur mengenai acara ini, “Yang jelas semua bilang malam itu semua bisa tidur dengan tersenyum. Jam 2 am, masing-masing mereka yang hadir sudah langsung pada posting foto acara di FB”.