Maiyah Pendidikan Anak di Madrasah IMAAM
Selepas kuliah subuh di Masjid IMAAM Center, agenda Cak Nun selanjutnya adalah memberikan taushiah bertajuk “Membangun Generasi yang Robbani” di Madrasah IMAAM, mulai pukul 10.30 AM hingga 2.00 PM, masih di hari Minggu 27 September 2015.
Sebagai gambaran mengenai madrasah IMAAM, bisa diceritakan sekilas bahwa pengurus IMAAM menyewa sekolah SD umum untuk setiap hari Minggu dipakai sebagai madrasah Indonesia. Mengapa hari Minggu? Karena dari Senin sampai Sabtu gedung sekolah tersebut dipakai untuk aktivitas belajar-mengajar sekolah SD tersebut. Rupanya, peminat madrasah Indonesia ini tak hanya anak-anak Indonesia melainkan anak-anak muslim dari berbagai negara. Madrasah ini menyelenggarkan pendidikan dari jenjang anak-anak hingga remaja.
Acara dilangsungkan di aula madrasah. Audiens terbagi antara bagian pria dan wanita, semuanya duduk lesehan di atas karpet yang digelar nyaris memenuhi ruangan itu, sehingga suasana acara terasa lebih informal dan cair. Sesuai tema, pada kesempatan ini Cak Nun membabar ilmu-ilmu Maiyah mengenai pendidikan, khususnya pendidikan anak.
Ilmu-ilmu Maiyah bisa sangat sederhana, tapi mungkin sering luput dari kesadaran operasional sehari-hari. Contoh dalam hal ini prinsip tawakkal. Tawakkal berarti mewakilkan urusan kepada Allah, sesudah mengerjakan sesuatu hingga maksimal. Misalnya sudah tanam padi, tanahnya diberi pupuk, airnya juga sudah, dan semua infrastruktur tanaman itu. “Nah setelah itu kita tidak punya daya, tidak mampu membuat benih itu tumbuh. Jadi sesungguhnya sejak kita menanam hingga memanen itu adalah Allah yang bekerja”, papar Cak Nun memberikan analogi yang sama untuk proses mendidik anak.
Prinsip lain yang tak bosan Cak Nun sampaikan mengenai pendidikan anak adalah kasih sayang, dan ini merupakan prinsip utama. Landasan metodologinya adalah beberapa ayat awal surat ar-Rohman: Ar-rohmanu,’allamal-qur’ana, khalaqal-insana,’allamahul-bayan. “Jadi yang utama, guru, ustadz, kepala sekolah, urusan pertamanya bukan pada pintarnya mereka, bukan hebatnya, tetapi apakah mereka mengasihi dan mencintai murid-muridnya atau bukan”, ungkap Cak Nun.
Pasangan prinsip tawakkal adalah taqwa, dan ini juga berlaku untuk proses menjalankan pendidikan anak. Aktivitas mendidik generasi robbani ini mutlak harus dikawal dengan dua prinsip yaitu tawakkal dan takwa. Cak Nun mengingatkan, “Jika Anda setor takwa kepada Allah, Anda akan mendapatkan dua hal. Pertama, kalau Anda punya masalah, Anda diberikan jalan keluar. Inna ma’al ‘usri yusra. Bersamaan dengan kesulitan, ada kemudahan. Yang kedua, Allah akan memberikan rizki, diluar perhitungan atau bayangan Anda. Min haitsu la yahtasib”.
Di luar beberapa prinsip tadi, Cak Nun juga melontarkan satu dua usulan simulasi untuk hadirin maupun bisa juga dilatihkan untuk anak-anak didik. Misalnya, dalam ibadah sholat, sesekali coba “iseng-iseng” mencari persambungan dari setiap kalimat doanya, setelah takhiyat mengapa kalimatnya seperti ini, setelah ruku’ mengapa kalimat doanya seperti itu, dan seterusnya. Intinya, Cak Nun mengajak setiap diri menemukan persambungan-persambungan yang merupakan salah satu kunci atau metodologi dalam mendapatkan pemahaman atau ilmu.
Selain poin-poin spesifik mengenai pendidikan anak, pembahasan juga meluas ke tema-tema lain seperti pandangan Islam mengenai musik, halal-haramnya rokok, sampai soal-soal yang berkaitan dengan konsep bid’ah. Hingga tak terasa sesi kedua tanya-jawab itu sudah lima belas menit melewati pukul 02.00 di mana acara harus sudah diakhiri dan dilanjut dengan shalat dhuhur berjamaah.
Bertemu Ummi Kaltsum
Saat jeda makan siang dalam acara taushiah ini, Cak Nun menyempatkan diri menemui Ummi Kaltsum. Dia adalah anaknya Bang Uki Bayu Sedjati, sahabat karib Cak Nun, wartawan senior dan aktivis lama gelanggang remaja Bulungan Jakarta, pendamping teman-teman Kenduri Cinta, dan sampai saat ini tetap aktif nongol kemana-mana. Rupanya anaknya Bang Uki ini sudah tiga tahun bekerja di World Bank di Washington DC, dan dia sengaja datang ke acara ini dengan penuh kebahagiaan untuk menemui Cak Nun dan Bu Via serta menyimak materi-materi yang dibahas di Madrasah IMAAM siang tadi.
Perjalanan ke mana-mana termasuk ke luar seringkali mengantarkan pada perjumpaan-perjumpaan, dan bertambahnya saudara. Termasuk perjumpaan dengan Pak Joko, yang di rumahnya Cak Nun dan Bu Via stay selama di Washington DC ini. Pak Joko adalah adalah staff lokal di KBRI Washington DC.