Kuliah Subuh di Masjid IMAAM Center
Hari kedua di Washington DC, salah satu jadwal Cak Nun adalah memberikan kuliah subuh di Masjid IMAAM Center yang beralamat lengkap di 9100 Georgia Ave, Silver Spring, Washington DC. Terlebih dahulu bersama jamaah lainnya, Cak Nun mengikuti shalat subuh berjamaah. Dan setelah itu segera disambung kuliah subuh.
Agenda yang dimulai pagi-pagi pukul 05.45 AM ini mengawali rangkaian kegiatan Cak Nun dan Bu Via pada hari ini Minggu 27 September 2015. Jamaah atau peserta tidak sebanyak pada acara sebelumnya, dan itu tidak menjadi fokus utama. Formasinya pun sama persis seperti kuliah subuh di masjid-masjid di tanah air. Di sini justru materi yang disampaikan Cak Nun cukup mendasar, yaitu membenahi pemahaman yang salah atas kata, terminologi, atau konsep dalam Islam.
Di antaranya Cak Nun memaparkan pengertian ijtihad, ittiba’, dan taqlid. Kemudian disampaikan oleh Cak Nun mengenai prinsip bahwa Allah ketika menyampaikan firman, tidak semuanya bersifat kognitif. Ada berbagai jenis ayat, di antaranya ada yang memancing diskusi, pemikiran, atau mengajak pembacanya melihat ke dalam diri. Contoh yang terakhir ini misal ayat mengenai poligami.
Prinsip lain yang dikemukakan Cak Nun adalah setiap kata di dalam Al-Quran saling berkaitan, dan ayat atau kata yang Rasulullah tidak pernah menjelaskan secara detail makna atau muatannya misalnya apa itu arti alif lam mim, sampai kita menafsirkan alim lam mim dengan penafsiran yang macam-macam, ada yang mistik, dan ada yang bercorak lainnya, dan semua harus diterima sebagai kekayaan penafsiran, tetapi satu sama lain tidak boleh mengklaim diri sebagai paling benar. Contoh paling sederhana adalah bermacam-macam bunyi orang menirukan kokok ayam, dan letak kebenarannya ya pada ayam berkokok itu sendiri.
Hal lain adalah sikap kerendahan hati dan sikap “biso rumongso, bukan rumongso biso”. Misalnya dalam membincang kepemimpinan. Acapkali kita bicara soal pemimpin, seolah-olah kita pantas menjadi pemimpin, lalu menyodor-nyodorkan diri, dan ini menjadi iklim politik dominan saat ini.
Cak Nun juga mengingatkan, dalam situasi sosiologis dan hubungan-hubungan yang kompleks antara umat dengan pemimpin mereka, terkadang tanpa disadari kita lebih mengutamakan apa kata ulama, apa kata kiai, apa kata ustadz, dan lupa menanyakan apa kata Allah. Dan prinsip utama yang juga sangat penting disadari adalah pengetahuan kita tentang Allah, hanyalah pengetahuan sedikit yang Allah berikan kepada kita tentang-Nya. Selebihnya, Cak Nun mengingatkan bahwa manusia hidup itu perlu batas, dan jangan bangga dengan kebebasan.
Di forum-forum Maiyahan selama ini, membenahi atau memahami kembali konsep-konsep dasar mendapat perhatian tersendiri dari Cak Nun, dan dalam banyak kesempatan beliau melontarkan kebaruan-kebaruan tafsir atau interpretasi. Syaikh Nursamad Kamba, salah satu guru-rujukan Maiyah, bahkan mengatakan bahwa memberesi kata-kata merupakan prasyarat utama dari sebuah pembaharuan atau tajdid. Di forum Subuhan dan dalam format tanya jawab inilah, Cak Nun mengajak jamaah untuk melihat kembali makna denotatif konsep-konsep di dalam Islam.
Pemahaman kembali atas konsep-konsep dalam Islam itu boleh jadi relevan dengan kebutuhan khususnya para pengurus IMAAM mengingat posisi dan peran strategisnya di bidang pengembangan masjid dan pendidikan anak di tengah masyarakat internasional seperti di Washington DC atau di lingkungan Barat di mana pemahaman yang tepat dan pas mengenai Islam sangat dibutuhkan.
Baik juga mengenal lebih dekat mengenai IMAAM (Indonesian Muslim Association in America). Komunitas atau organisasi ini didirikan pada 21 Desember 1993 sebagai LSM terdaftar di State Maryland, USA. IMAAM didirikan atas dasar kepedulian beberapa imigran orang Indonesia terhadap keberagamaan dan pendidikan Islam anak-anak dan turunan selanjutnya di Amerika. Berangkat dari situlah IMAAM mendirikan madrasah Indonesia (IMAAM) ketika itu, dan bercita-cita mendirikan Masjid.
Selama 20 tahun IMAAM menggalang dana dari warga Indonesia, dan berhasil membeli dua buah rumah di salah satu kota di Maryland, yang rencananya akan diubah menjadi masjid. Namun, baru pada 2014, IMAAM berhasil membeli sebuah bangunan yang sudah berupa tempat ibadah, yaitu sebuah gereja, yang kemudian digunakan sebagai masjid, yakni IMAAM Center. Pembelian masjid tersebut mendapat bantuan dana dari pemerintah Indonesia. IMAAM Center kemudian dibuka dan diresmikan oleh Presiden SBY pada 26 September 2014.
Anggota jamaah IMAAM amat beragam, baik dalam latar belakang suku, pendidikan, maupun profesi atau pekerjaan. Beberapa anggota jamaah IMAAM juga menikah dengan penduduk setempat (Amerika), dan banyak yang sudah menjadi mukimin (tinggal menetap). Kuliah Subuh di IMAAM Center tadi, dan rangkaian acara sebelum dan sesudahnya, seperti halnya di Philadelphia dan Atlanta, dan juga di negara-negara lainnya, melengkapi daftar “diperjalankan” yang dilakoni Cak Nun dan Ibu Via dalam melihat secara lebih dekat bagaimana kehidupan orang-orang Indonesia di luar negeri yang di dalamnya terselip harapan akan sebuah masa depan.