CakNun.com

Menemukan Subjek Dalam Logika Cinta Segitiga

Redaksi
Waktu baca ± 6 menit

Sore hari sebelum acara malam nanti, di rumah Mas Bachtiar di kawasan Bambrugge, Cak Nun, Mas Arif, Mas Aditya, dan Mas Gandhie, salah seorang Redaktur Maiyah, ngobrol santai. Ditemani minuman teh dan roti pisang, suasana perbincangan hangat. Khususnya Mas Arif dan Mas Adit yang mendengarkan banyak hal dari Cak Nun. Semuanya berhubungan dengan bagaimana memahami keadaan-keadaan mutakhir Indonesia dan politik global. Semuanya merupakan keyakinan mendasar Cak Nun dalam melihat situasi dan keadaan yang terjadi.

Ngobrol santai di rumah Mas Bachtiar di kawasan Bambrugge
Ngobrol santai di rumah Mas Bachtiar di kawasan Bambrugge

Berikut ini sejumlah pemikiran Cak Nun yang mewarnai bincang sore itu. Dimulai dengan pertanyaan mendasar tentang subjek.

Dalam kehidupan ini siapa subjeknya? Aliran dalam tubuh kita, siapa subjeknya? Gerakan 7 juta manusia di Jakarta, siapa subjeknya? Jokowi menjadi presiden, siapa subjeknya? Kita harus mampu menemukan subjek dari setiap peristiwa yang kita alami di dunia ini.

Tuhan tidak menurunkan mendung, tidak kasih hujan kalau tidak karena Rasulullah lewat. Jadi, subjeknya adalah Allah yang membikin mendung itu datang. Tapi Allah tidak akan kasih mendung itu, kalau Muhammad tidak lewat. Jadi kalau ada peristiwa di Indonesia, kita tahu nggak kalau subjeknya adalah Allah dan alasan atas peristiwa itu adalah Rasulullah? Kan itu yang di dunia ini orang tidak menghitung sama sekali.

Kalau kita ambil gambar di Maiyah (Solusi Segitiga). Dunia ada di dalam segitiga, berbentuk bulatan. Bulatan ini boleh urusan seluruh dunia, boleh urusan negara, boleh urusan keluarga atau bahkan hanya urusan diri kita sendiri. Tapi bulatan ini ada didalam skema segitiga; Allah-Rasulullah-Manusia.

Nah, dalam skema segitiga itu subjek utama adalah Allah. Alasan Allah kenapa melakukan sesuatu hal itu karena ada Muhammad Saw. Maka kalau kita mau kabul urusannya, kita harus bersholawat kepada Muhammad Saw, Supaya Allah menjadi subjek dari kabulnya keinginan kita. Kira-kira begitu.

Begitu juga dengan Negara, nasib keluarga kita, kesembuhan seseorang dalam sakitnya. Kan tidak bisa dokter menyatakan bahwa dirinya adalah subjek utama dalam proses sembuhnya sakit yang diderita seseorang. Jadi, dokter berada di dalam skema segitiga itu tadi.

Bulatan ini, ya hidup kita, dunia, masalah Suriah, apa saja itu, kan sedang punya masalah serius. Maka, persoalan bulatan itu tidak bisa diselesaikan oleh ilmu yang berasal dari bulatan itu juga. Seseorang tidak bisa sembuh karena ilmu kedokteran. Cuma, harus ada orang yang menempuh ilmu kedokteran dan harus ada orang yang menempuh pengobatan. Tetapi perkenan untuk sembuh itu harus dari titik atas segitiga itu. Ini harus kita pelihara terus, hubungan segitiga ini.

Kalau menggunakan ilmu modern, Anda ini kan aneh. Apa hubungan filosofinya saya dengan fellowship Anda diterima? Tetapi anda kan mengaitkan sesuatu yang orang lain tidak mengaitkan. Setiap orang bisa menjadi wasilahnya Allah. Bukan pasti ketika saya datang ke sini kemudian cuaca dikasih terang, ya. Ketika saya ke sinilah kemudian Tuhan punya dua macam alasan untuk mengabulkan doa.

Saya setiap acara menggunakan metode wasilah ini. Kalau tanpa saya menemukan wasilah, saya nggak mungkin mau berbicara konstelasi politik, polisi begini, kejakasaan begitu, kan tidak bisa saya terima keadaannya. Tetapi kemudian saya mencari wasilah Supaya saya mau menerima itu. Yaitu dengan cara mencari orang yang halal dan mulia bagi saya dan dia jadi alasan (wasilah) bagi saya.

Misalkan saya datang ke Unair. Kalau saya hanya menempatkan Unair sebagai alasan utama, saya tidak akan mau datang. Tetapi karena di Unair ada Suko, ada Jamaah Maiyah dan lain-lain, itu saya jadikan alasan supaya saya mau kesitu. Allah juga begitu perilakunya. Tetapi mungkin karena ada pembantu Anda, ada anak Anda, atau siapapun yang menjadi alasan Allah untuk mengabulkan permintaan Anda.

Dinamika itu yang orang tidak pernah mikir beneran. Nah, saya mikir ini terus. Indonesia ini kalau mau selamat ya pakai skema ini. Skema segitiga cinta itu.

Kalau berbicara khutbahnya tadi kan bahwa sholat adalah yang pertama kali dihitung (dihisab).

Pertanyaannya, yang dimaksud akhirat itu kapan? Akhirat itu akhir dari satu agedan, ya bisa. Akhirat kita bisa jadi besok ketika saya ke Belanda. Itu juga bisa. Jadi akhirat itu artinya sangat banyak. Terus, sholat. Kalau dalam khutbahnya tadi kan skemanya adalah dimulai dari ayat laqad jaakum Rasulun min anfusikum dst dst… Kemudian, innallaha wamalaaikatahu yusholluna ‘alan Nabi dst…dst.. Yang melakukan “sholat” itu Allah juga. Allah dan Malaikat “sholat” kepada Nabi Muhammad, kemudian menyuruh kita untuk sholat kepada Muhammad. Jadi bagaimana pengertian sholat kepada Muhammad? Kalau sholatnya kita ke Allah, itu jelas. Seperti yang Nabi Muhammad contohkan.

Kalau Allah sholat ke kita, ibaratnya seperti dialektika anak menghormati orang tuanya. Ia cium tangannya, kemudian orang tuanya membalas kasih sayangnya dengan cara mengusap kepalanya, tapi sama konteksnya: menghormati dan mencintai. Selama ini manusia tidak pernah berpikir tentang bentuk lain dari sholat. Yang dipahami hanya sholat yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Karena subjeknya bukan hanya kita sama Allah. Kita sama Muhammad juga sholat, Muhammad ke kita juga sholat, Allah ke Muhammad juga sholat, Allah ke kita juga sholat. Itulah dialektika segitiga cinta.

Itu yang saya pikirkan untuk nanti malam. Daripada saya ngomong Jokowi, 212 dlsb, mbok mending kita mencari dalam hidup kita subjek utamanya itu siapa. Kira-kira gitu yang saya bayangkan untuk nanti malam. Saya menjalani skema segitiga dalam hidup saya. Logika hidup saya adalah skema segitiga cinta itu tadi. Saya tidak pernah transaksi. Bukan berarti transaksi itu salah ya. Tetapi transaksi yang saya pilih adalah transaksi segitiga. Kalau saya dapat rizqi, saya sadari bahwa rizqi itu dari Allah.

Misalnya begini, dari 7 juta lebih orang yang berkumpul itu subjeknya siapa saja? Yang 100 ribu orang subjeknya siapa, yang satu juta orang subjeknya itu siapa, kan masing-masing berbeda. Anda harus bisa menemukan itu. Termasuk penyakit.

Kita perlu belajar kepada kisah Nabi Musa ketika dikejar pasukan Fir’aun, kemudian sakit perutnya. Nabi Musa minta kepada Allah untuk disembuhkan, kemudian Allah menyuruh Nabi Musa untuk naik ke atas bukit mengambil daun untuk dimakan agar sakit perutnya sembuh. Belum sempat Nabi Musa sampai ke pohon yang ada daunnya itu, sakit perutnya sembuh. Kemudian ketika Nabi Musa akan bersiap bergerak beserta pasukannya, kembali merasakan sakit perut. Tanpa ia meminta kepada Allah untuk disembuhkan, Nabi Musa berinisiatif sendiri menuju pohon yang ada daunnya tadi. Setelah dimakan, sakit perutnya tidak sembuh. Nabi Musa kemudian mengeluh kepada Allah kenapa ketika cara itu dilakukan justru tidak menyembuhkan sakit perutnya. Allah kemudian mengatakan, yang bilang daun itu menyembuhkan penyakit itu siapa? Yang menyembuhkan penyakit adalah Aku sendiri, kata Allah.

Kalau ilmu kedokteran Timur sangat paham bahwa Allah adalah subjek utama dalam proses menyembuhkan penyakit, sementara ilmu kedokteran Barat meyakini bahwa daun itu yang menyembuhkan sakit perutnya. Ilmu Kedokteran Timur meyakini bahwa daun hanyalah sarana penyembuhan penyakit. Sementara ilmu kedokteran Barat meyakini bahwa daunnya yang menyembuhkan.

Wa idza faroghta fanshob, wa ila robbika farghob. Sikap manusia harus berada dalam posisi terus berharap kepada Allah. Karena Allah yang akan memperjelas, Allah yang akan menunjukkan di mana wasilah atas persoalan yang dihadapi. Allah yang akan menunjukkan di mana daun yang akan menjadi wasilah penyembuh sakit perut.

Setelah melewati Alam nashroh laka shodrok, wa wadho’na anka wizrok dst, kemudian bertemu Inna ma’al usri yusro, kemudian Anda memasuki wa idza faroghta fanshob wa ila robbika farghob. Di dalam surat tersebut Allah mengingatkan apabila kita sudah selesai dari satu pekerjaan, sudah melewati satu kesulitan, kemudian kita dibikin sukses oleh Allah, maka yang harus kita lalukan adalah meneruskan perjuangan dengan skema yang sama: berharap hanya kepada Allah.

Kebanyakan manusia setelah dibikin sukses merasa GR bahwa ia sudah berhasil mencapai puncak kesuksesan. Makanya saya setiap salaman dan diminta meniup air untuk didoakan, saya tidak pernah merasa GR bahwa saya bisa menyembuhkan.

Rumus Allah dalam prosedur memberi hidayah itu sangat gamblang: Innaka lan tahdi man ahbabta walakinnallaha yahdi man yasyaa (Sesungguhnya Engkau tak bisa memberi petunjuk kepada orang yang paling Engkau cintai, melainkan Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.

Peristiwa yang viral hari ini; Mukidi, Al Maidah 51, Telolet itu siapa subjeknya? Bisakah kamu bikin viral sendiri, kemudian bisa booming, bahkan mendunia? Katakanlah ada satu jenis peristiwa lagi yang berdasarkan penelitian itu bisa diviralkan, belum tentu bisa menjadi viral. Andaikan iya, kemudian terbukti menjadi viral, jangan kemudian GR bahwa Anda yang menyebabkan hal tersebut menjadi viral.

Sama dengan peristiwa Al Maidah 51, itu bukan manusia yang bikin sehingga menjadi viral. Tetapi manusia tidak mau mengakui dan sombong dengan menganggap bahwa trigger Al Maidah 51 itu bisa dibuat oleh manusia. Padahal tidak sama sekali.

Dulu Mbak Via rekaman sebuah album, persiapannya matang, mulai dari penyusunan lirik, aransemen, take vokal, promosi, dan lain sebagainya diperhitungkan dan direncanakan dengan matang, hasilnya album tidak laku. Album setelah nya, dengan persiapan mepet, seadanya, tanpa promosi bahkan, ternyata justru laku keras.

Jadi, sebenarnya dalam Indonesia ini Tuhan berapa persen peranannya? Itu maksud saya sebenarnya. Nggak bisa kamu berbuat apa-apa tanpa Allah.

Rasulullah adalah satu-satunya yang bisa kita andalkan di hadapan Allah. Ibaratnya, kalau kita mengetuk pintu Allah dengan bekal kehebatan kita sendiri, belum tentu Allah akan membukakan pintu. Tetapi jika kita mengetuk pintu Allah dengan melibatkan Rasulullah, dengan bersholawat kepada Rasulullah, Allah akan membukakan pintunya. Qul inkuntum tuhibbunallaha fattabi’unii yuhbibkumullah wa yaghfirlakum dzunuubakum. Wallahu ghofuurun rohiimun.

Sejak awal sudah jelas, urusannya adalah cinta. Bukan urusan feodalisme, kapitalisme, dan lain sebagainya.

Dan prosedur ini bisa dilakukan oleh orang Islam kapan saja. Ketika ia pusing menghadapi persoalan dalam hidupnya, ia bisa sholat tengah malam bermunajat kepada Allah. Anytime bahkan. Dan tidak hanya dengan sholat saja. Ada prosedur wirid, dzikir, puasa, dan lain sebagainya. (gd/fhm/hm)

Lainnya

Sunda Mengasuh___

Sunda Mengasuh___

Sudah sejak pukul 18.00 penggiat Jamparing Asih berkumpul di gedung RRI.

Jamparing Asih
Jamparing Asih