CakNun.com

Dua Keyakinan untuk Kedatangan Cak Nun di Brussel

Redaksi
Waktu baca ± 3 menit

Setelah menempuh perjalanan 3,5 jam, Cak Nun dan Ibu Novia tiba di Station Brussel. Di  sana sudah tampak Mas Bachtiar Hasan dan Mas Arif Wibowo yang menjemput Cak Nun dan Ibu Novia. Dari Station Brussel langsung bergerak menuju KBRI Brussel yang jaraknya tidak begitu jauh.

Di tengah perjalanan, kendaraan berhenti sejenak di Palais Royal de Bruxelles atau Royal Palace of Brussels tempat raja Brussel tinggal. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1904 ini masih tampak terawat dengan cukup baik.

Brussel cukup unik. Penduduknya menggunakan 2 bahasa, yakni Perancis dan Belanda. 25% penduduk Brussel ini beragama Islam dan berasal dari Maroko dan Turki. Awalnya mereka diperbantukan sebagai tenaga kerja, namun kemudian menetap dan menjadi warga Brussel.

Palais Royal de Bruxelles di Brussel.
Palais Royal de Bruxelles atau Royal Palace of Brussels tempat raja Brussel tinggal.

Tak terasa kendaraan tiba di KBRI Brussel. Cak Nun dan Ibu Novia bertemu dengan staf-staf KBRI yang sudah menunggu sejak tadi, dan langsung menawari makan siang. Tak lama berselang, Jumatan pun dilangsungkan.

Seusai Jumatan Cak Nun dan Ibu Novia diajak ke tempat transit di mana akan bermalam dan ke rumah mas Bachtiar di daerah Bambrugge, 30 menit dari KBRI Brussel. Di perjalanan Mas Bachtiar bercerita, bahwa sehari sebelumnya cuaca di Brussel sangat dingin, gelap, dan hujan terus berlangsung. Ahamdulillah hari ini, cuaca sangat bersahabat, dan cerah. Mas Bachtiar kagum, dan meyakini ini berkah kehadiran Cak Nun di Brussel. Hal yang mengingatkan banyak testimoni serupa di tanah air, di banyak kesempatan Maiyahan. Bisa berhari-hari hujan, pas Cak Nun dan KiaiKanjeng datang hari tidak hujan. Atau sebaliknya.

Usai shalat Jumat dan saling berjabat tangan.
Usai shalat Jumat dan saling berjabat tangan.

Nama lengkapnya Bachtiar Hasan. Ia lama tinggal di Kanada, sekitar 10 tahun, studi S2 sekaligus bekerja. Dan sekarang di Brussel sudah 10 tahun. Total 20 tahun berada di negeri orang tak menghilangkan logat Kendari-nya yang cukup kental. Perpaduannya dengan istri yang dari Tolaki, Sulawesi Tenggara, menjadikan suasana rumahnya serasa di kampungnya sendiri, meskipun berkombinasi dengan komunikasi anak-anaknya yang menggunakan campuran Perancis, Belanda, dan Indonesia. Satu lagi yang tak hilang adalah budaya keislaman yang khas Indonesia. Yaitu pengajian. Mas Bachtiar Hasan adalah anggota KPMI (Keluarga Pengajian Muslim Indonesia) Belgia.

Kendaraan tiba rumah Mas Bachtiar. Tak lama berselang, gantian Mas Arif Wibowo, dokter muda spesialis jantung di RS. Hasan Sadikin Bandung yang sedang mengambil program PhD di Leuven juga untuk spesialis penyakit jantung, punya cerita dan pengalaman tak akan terlupakan.

Saat bersama Cak Nun di perjalanan itu, tanpa disangka-sangka Mas Arif mendapat kabar gembira dengan diterimanya Ia untuk fellowship program di Belgia. Tak bisa menahan kebahagiaan, sembari mencium tangan Cak Nun, Ia pun mengatakan bahwa Cak Nun adalah salah satu wasilah dari pencapaian atau anugerah yang barusan diterimannya itu.

Kabar kelulusan atau diterimanya fellowship itu telah lama ditunggu-tunggunya, setelah berlomba dengan 103 orang dari berbagai negara, dan terpilih hanya 2 orang. Dan email kelulusan itu diterimanya tepat ketika bersama Cak Nun. Yah, spontan Mas Arif langsung mencium tangan Cak Nun mengucapkan terima kasih karena fellowship-nya telah diterima.

Suasana hangat sore itu di kediaman Mas Bachtiar Hasan sembari istirahat sejenak untuk sejam kemudian kembali ke KBRI Brussel dan beracara di sana. (gd/hm)

Lainnya

Puasa, Pause?

Puasa, Pause?

Ayat-ayat dari juz kelima belas Al-Quran Al-Kariim mengawal Kenduri Cinta bulan Agustus, disambung dengan lantunan shalawat dari para jamaah.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Hilwin Nisa
Hilwin Nisa

Tidak

Tidak