Agar Tak Salah di 2024, Dengarkan Pesan Maulana Iradat
Demikianlah tadi malam (23/09) Tugu Pahlawan menjadi tempat dan saksi pementasan teater WaliRaja RajaWali. Maulana Iradat diperankan oleh Joko Kamto, Ibu Pertiwi oleh RAy. Sitoresmi Prabuningrat, Wali Anom oleh Margono Wedyopranasworo, Eyang Sabdo oleh Novi Budianto, Eyang Noyo oleh Puji Widodo, Pak Rajek oleh Eko Winardi, dan Mas Mambang oleh Patah Ansori. Sedangkan Rakyat diperankan oleh Nurdi, Hanif, Bilqis, Taufiq, dan Bagus. Naskah ditulis oleh Mbah Nun. Sedang bertindak sebagai sutradara adalah Jujuk Prabowo.
Pementasan drama WaliRaja RajaWali ini sekaligus sebagai peringatan milad ke-16 BangbangWetan. Tepat sebelum acara dimulai, Mbah Nun datang bersama Ibu Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur), Prof. Bambang Setiari (Plt. Rektor Unair), Pak Armuji (Wakil Walikota Surabaya), Sekretaris Daerah Jatim, dan Ikatan Alumni Unair (IKA UNAIR). Kedatangan beliau disambut lantunan shalawat. Jajaran pemerintahan yang datang, sebelum menduduki tempat yang disediakan, memberikan santunan kepada anak yatim piatu yang sudah berdiri, berjajar, di depan panggung.
Bangbang Wetan Memelopori Doa untuk Bangsa Nusantara
Setelah prosesi santunan oleh Bu Gubernur bersama semua jajarannya, Mbah Nun naik ke panggung untuk memberi sejumlah pengantar.
“Ini bukan teater kritik, tapi bentuk cinta kita kepada Indonesia. Kita tidak mempunyai pamrih apa-apa terhadap Indonesia, tetapi kita sedang berdoa berharap yang terbaik bagi nasib kita terutama pada 2024,” buka Mbah Nun. Beliau malah mengajak semua jamah untuk mendoakan leluhur dari Syekh Subakir sampai semua presiden kita dari Bung Karno sampai Pak Jokowi, supaya mereka diselamatkan oleh Allah.
Doa baik itu ditujukan terutama untuk Jawa Timur, yang diprakarsai oleh Bu Khofifah dengan lantunan surah Al-Fatihah. Dilanjutkan lantunan doa Nabi Nuh yang diiringi oleh KiaiKanjeng. “Rabbi anzilni munzalan mubarokan wa anta khairul munzilin”. Dilanjutkan lagi dengan Takbir Akbar yang dipimpin oleh Mbah Nun.
Mbah Nun mencoba membagi pemahaman kepada jamaah baru misalnya, bahwa kebiasaan KiaiKanjeng berdoa itu melibatkan semua, termasuk gamelan dan seluruh jamaah yang hadir.
Sebelum pementasan dimulai. Mbah Nun menegaskan bahwa kita butuh kesungguhan berpikir dan kekhusyukan hati untuk menyimak jalannya pementasan. Misalnya pada kata Waliraja–yang dijadikan judul pementasan ini–merupakan suatu bulatan makna yang belum dipakai oleh siapapun selama berabad-abad.
Mbah Nun berterima kasih kepada Bu Khofifah karena telah mendukung pementasan teater WaliRaja ini. Menurut Mbah Nun Bu Khofifah adalah “Mak-nya” (ibunya) orang se-Jawa Timur.
Menjelaskan makna WaliRaja, perihal wali, Allah punya wakil atau wali yaitu kita di bumi. Termasuk Allah juga akan menjadi wakil kita dalam segala urusan yang kita tidak sanggup mengatasinya. Wali itu urusannya tentang kebrahmanaan. Brahmana itu menjalani hidup yang berfokus kepada Allah, sehingga yang berlangsung adalah kebijaksanaan. Kalau Ksatria memfokuskan keperkasaan di dalam menjalani hidup, sedangkan Sudra adalah orang yang menjalani hidup dengan mengutamakan matrealisme.
Mbah Nun kembali menegaskan bahwa Kita itu sebenarnya bangsa Brahmana. Peninggalan sejarah yang ada di Nusantara itu warisan kebrahmanaan, warisan keilahian.
Maka, WaliRaja itu sebenarnya cara Mbah Nun melihat Indonesia dengan sudut yang agak berbeda. Kita senang jika melihat Indonesia memperlihatkan gejala perubahan ke arah yang lebih baik. Rakyat Indonesia itu memang pilihan Allah. Melalui pementasan WaliRaja, kita sedang menggambarkan bahwa rakyat Indonesia merupakan rakyat yang dibanggakan oleh Allah.
Mbah Nun berkeyakinan, bangsa Indonesia kelak akan menjadi bangsa adikuasa. Sebab menurut fakta pengalaman Mbah Nun, orang Jawa mampu melakukan hal-hal yang bangsa lain tidak tahu atau tidak mampu. Selain itu, orang Indonesia itu top. Nasionalisme tidak harus dipersyaratkan kaya, walau miskin pun rakyat Indonesia sangat nasionalis.