CakNun.com

Menghitung Hari Bermursyid Pada Sengkuni

Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 2 menit

Tahun 2019 telah tiba. Sengkuni juga akan datang. Tak berapa lama lagi. Pentas Sengkuni2109 sendiri akan dilaksanakan pada 12 dan 13 Januari di Concert Hall TBY, Yogyakarta. Tiket pada tanggal 12 telah berstatus sold out, dan yang tanggal 13 semakin menipis saja.

Konsep komunalitas yang ditawarkan dalam proses menuju Sengkuni ini memang menjadikan proses sangat dinamis. Tidak ada tampak persaingan perebutan peran, bahkan keterlibatan seseorang juga fleksibel. Bongkar pasang personel, masih terus bisa terjadi. Kru yang terlibat bertambah seiring kebutuhan, istilah emergence intelligence tampak sekali di sini, di mana orang datang dan mengisi pekerjaan yang belum ada yang meng-handle dengan penuh dedikasi, bukan karena diharuskan oleh SOP baku atau kitab-kitab abad lampau yang tersakralkan. Begitulah ciri komunalitas, bukan? Komunalitas itu ditawarkan sebagai pilihan, setiap sistem punya presisi kapan pantas dan pasnya dia dipakai. Pentas Sengkuni2109 memilih menawarkan komunalitas itu pada atmosfer individualistis. Itu pun bukan individual yang benar-benar jelas arahnya. Individualitas, yang semestinya bisa menawarkan melejitnya intelegensi manusia per person malah gagal juga di negeri ini, komunalitas tidak terjaga tapi kualitas intelektual manusianya juga tak tercapai. Ini adalah ajakan, mari kita sama-sama introspeksi.

Memang ini adalah ajakan introspeksi, pentas Sengkuni2019 ini. Di tengah negeri yang segera dengan sangat bangga akan memilih persengkunian setengah-setengahnya. Kenapa setengah-setengah? Karena betapapun mereka mewakili kekejaman Sengkuni namun mereka tidak merasakan bahkan seper seribu dari penderitaan Sengkuni yang total.

Totalitas tampak dari susunan yang cukup rumit, perpindahan suasana dan adegan yang perlu presisi. Tim musik mesti menata, perlu peka pada keberadaan aktor dan kondisi lighting. Ada serombongan wayang, yang selalu muncul bergerombol. Penonton bisa memahami kerumitan jalur lalu-lintas adegan mereka dan fungsi mereka yang sangat krusial, adegan bisa berpindah sangat berwarna youth spirit pada adegan Kizano dengan alunan jazzy dan sedikit sentuhan gerak tubuh Broadway, sutradara Pak Jujuk Prabowo tampaknya sangat lihai menyelamatkan nuansa ini dari gugatan realis, gerak tubuh dibuat sedikit surreal dan kalturalis (melebihkan) sehingga tidak bisa ada pertanyaaan semisal, anak muda zaman now yang kapankah mereka? Tidak, mereka mewakili kidz zaman now namun bukan direaliskan, pertanyaan realisme tidak berlaku. Dia bermain pada wilayah nuansa.

Nuansa pedesaan dari adegan Pak Kandeg dengan keluarga dan sahabatnya. Ada olah otak analisis politik pada adegan Mas Bagus dan Timsuk. Sengkuni keluar masuk, kembali jadi Sengkuni kembali jadi Narator, Bu Kandeg itu juga adalah Gendari. Kesigapan tim make up dan busana tertantang berpacu, kualitas olahan karakter para aktor dan aktris tertantang.

Set dan properti juga bukan kecil usahanya, setiap properti mesti siap direspons oleh pemain sedangkan susunan properti dapat berubah sewaktu-waktu. Alur gerak para sosok yang melatari puncak adegan Sengkuni akan menjadi arsiran penguat namun membutuhkan memori gerak bersama (bukan sekadar memori gerak individu!) yang kuat.

Pemilihan kata dalam naskah dan loncatan pikiran sang penulis naskah juga tidak main-main. Benar-benar melenting-lenting, menyambar dan meliuk. Ini adalah tipe naskah yang butuh kemampuan ekstra dalam hapalan, pemahaman, dan peresapan.

Sengkuni2019 menghitung hari, tantangan semakin menjadi-jadi. Dalam situasi komunal bersama-sama kita hadapi. Bukan untuk menaklukkan dan membuktikan kita hebat tapi untuk menjadi medan pembelajaran bersama, bahwa sebuah pentas seni juga adalah palagan Sinau Bareng, asal kita bisa memperkaya sudut, jarak, dan sisi pandang kita. Setiap elemen dalam pentas ini disentuh oleh tangan-tangan yang berdedikasi, dan penonton bukan sekadar penikmat sajian belaka. Kursi penonton adalah panggung sendiri yang berperan sebagai orang yang menyaksikan dan ikut memaknai pementasan. Mari kita berguru pada Sengkuni2019 dan jadilah mursyid masing-masing bagi dirimu yang menunjukkan Sengkuni tersembunyi dalam diri.

Lainnya

Sepotong Dunia Sengkuni

Sepotong Dunia Sengkuni

Mula-mula susur galur berjuta kisah kehilangan arah adalah sejarah yang berdarah.

Latief S. Nugraha
Latief S.N.

Topik