Hari Pertama Metode Latihan Running
Babak baru dalam proses latihan Sengkuni2019 telah bermula pada malam tanggal 27 Desember 2018 M. Setelah sebelumnya proses latihan dilakukan dengan memenggal adegan per babak, per tema dan nuansa. Malam ini dan selanjutnya, latihan akan berjalan dengan proses running, alias dipraktikkan dari awal babak hingga akhir ending, bahkan idealnya hingga curtain call atau salam penutup pentas.
Tapi ketika pertama kali dilaksanakan memang belum sampai ke curtain call juga. Curtain call seperti juga pembukaan, sama pentingnya dan tidak boleh luput dari perhatian, bila pembukaan atau pembawa nuansa pada awal pentas untuk mempersiapkan mental penonton, kuda-kuda kesiapan sebelum masuk pada alam pementasan, maka curtain call berfungsi untuk release pikiran, perpisahan dari alam panggung menuju alam realitas kembali.
Apalagi dengan tema naskah yang padat dan hampir pasti menjanjikan olahraga syaraf otak. Pentas Sengkuni2019 ini, bisa kita katakan akan menuntut stamina ke-Sinau Bareng-an penonton. Kita tidak bisa hanya datang dengan mental konsumen makna, kita perlu ikut memaknai dan mengabadikan seluruh isi pentas dalam peresapan kita.
Metode running dari awal hingga akhir, bagi kawan-kawan teater tentu sudah mafhum bahwa dia berfungsi untuk melihat struktur utuh cerita. Sengkuni2019 ini menuntut pergeseran nuansa, secara garis besar ada tiga nuansa utama dari yang paling khusyuk meditatif, sangat intelektual hingga yang sangat memanjakan tawa dan mata.
Pergeseran style genre pun bisa dibilang cukup ekstrem, dari yang sedikit surreal hingga yang dibuat agak realis. Perbedaan-perbedaan itu, bila terlalu tajam akan jomplang, sedang bila terlalu halus bisa berisiko tidak terjadi peralihan kesadaran penonton. Maka running malam ini adalah untuk melihat bagaimana segala yang kemarin dibangun secara fakultatif menjadi satu bangunan utuh yang universal. Bukan mudah betul, tim musik yang terdiri dari Widi, Jijied, Joko SP dan Doni perlu berupaya menghadirkan suasana yang berbeda dengan pergeseran yang juga presisi. Gesekan rebab yang sepi, rancak mendentam hingga kekinian EDM (electric digital music) yang hits belakangan.
Pak Jujuk sebagai sutradara perlu bekerja ekstra. Struktur naskah karya Emha Ainun Najib, yang meloncat-loncat liar ini perlu direalisasikan dalam pemanggungan yang tidak kalah lincah namun runtut agar pesan tersampaikan. Kelincahan naskah mesti terasa namun pesan pun perlu tersampaikan. Ada kesederhanan ala pentas seni rakyat tapi juga ada kerumitan yang menantang ala keliaran jazz.
Juga mengingat betapa rumitnya pola entrance pemain, jalur lalu-lintas masuk keluar panggung, stage manager beserta tim harus ikut memantau dan paham tubuh pentas dari awal hingga akhir. Set panggung yang digunakan bisa dikatakan cukup sederhana, namun dikreativi dengan mengubah susunan dan fungsi, presisi penempatan set panggung yang berubah-berubah ini juga adalah tantangan sendiri. Pemain mesti hapal di mana letak satu benda, dan atau harus meletakkannya di mana karena akan berpengaruh nanti pada cerita berikutnya.
Penonton pastinya percaya, kalau kita katakan bahwa dalam pementasan ini tidak hanya yang menyimak yang tertuntut intelektual dan spiritualnya, setiap pemain dari yang paling tua hingga muda dan juga nantinya setiap tim yang terlibat mesti mantap dalam Sinau Bareng pentas Sengkuni2019. (MZ. Fadil)