Diskusi Setelah Sengkuni2019, Sarah Menyaksikan Semut Membawa Tetes Air ke Ibrahim
Gong ketiga berbunyi. Tak lama, MC mengisi ruang panggung. Sorot lighting fokus. Salam dan selamat datang dan beberapa peringatan dini mengenai hal-hal yang boleh dilakukan selama pementasan berlangsung. Namun ada tambahan informasi, bahwa setelah pementasan Sengkuni2019 malam kedua ini nanti rampung akan ada sesi tanya-jawab bersama penulis naskah, Bapak Emha Ainun Nadjib, di mana Beliau tidak sendirian melainkan bersama para pelakon dan sutradara. Semuanya duduk lesehan menghadap para penonton.
Sarah, seorang putri asli Betawi mahasiswi tingkat akhir di jurusan teater ISI Yogyakarta. Sarah punya beberapa pengamatan dan selera yang berbeda dengan konsep pementasan ini. Itu wajar saja dan baiknya setiap orang punya penilaian yang otentik. Sebuah pementasan bagaimanapun setelah dilempar ke penonton, segala penilaian berada pada mereka dan setiap penilaian sah adanya, dari yang teoretis hingga yang berdasar selera. Namun bagi Sarah “sesi diskusi dengan Cak Nun” membuatnya kembali segar dan bersemangat.
Ketika sesi dibuka, tiga penanya langsung mengajukan diri, pada kemudiannya juga ditambah oleh dua orang lagi. Jadi total ada lima penanya. Karena faktor teknis, sesi tanya-jawab tidak bisa dijalankan dengan berpanjang-panjang. “Cespleng saja!” meminjam istilah dari line monolog Sengkuni2019. Lima pertanyaan, ajuan dan sesungguhnya gugatan juga dapat disampaikan pada momen ini.
Adapun detail isi pertanyaan yang diajukan pada malam hari bakda pementasan, bolehlah pembaca yang budiman menunggu pada liputan-liputan selanjutnya. Tapi sebelum itu, kita perlu mengerti juga bahwa dengan adanya sesi tanya-jawab setelah pementasan, Mbah Nun bersama Teater Perdikan seperti membawa kembali tradisi lama dalam dunia teater Yogya di mana sebuah pementasan dikerjakan dengan serius dan juga siap dipertanggungjawabkan baik secara isi maupun teknis. Para hadirin berhak mendapatkan itu.
Bagaimana dengan Sarah tadi? Entah karena kecocokan namanya dengan Siti Sarah, istrinya Nabi Ibrahim AS, atau karena apa. Sarah sangat terkesan ketika Mbah Nun yang menyatakan bahwa perjuangan yang kita lakukan ini hanyalah seperti seekor semut yang membawa setitik air untuk Ibrahim. Lewat WA Sarah bilang, “That’s not only mind blowing but also heart touching. I loved Cak Nun’s statement”. Ini adalah panggung pementasan, dan yang lebih penting dari ini semua adalah seberapa daya kita membawa titik-titik air itu ke pusat api yang membakar peradaban.