CakNun.com

Estri Mega: Proses yang Luar Biasa

Odi Shalahuddin
Waktu baca ± 2 menit

Estri Mega, demikian nama panggung yang digunakan oleh perempuan bernama lengkap Estri Nuri Megawati. Alumni jurusan Seni Teater di Institut Seni Indonesia ini mengaku pertama kali bermain teater, saat awal menjadi mahasiswa dalam Pementasan Perdana (Perda) khusus mahasiswa baru pada 2013. Lakon yang dimainkan saat itu adalah “Bunga Rumah Makan” karya Utuy Tatang Sontani. Ia berperan sebagai Rukayah, temannya Ani, sang tokoh utama. Sekitar enam bulan, pementasan ini dipersiapkan. Dan, untuk pertama kali ia tampil disaksikan oleh banyak penonton.

Estri Mega sebagai Caru Bawor.
Ilustrasi oleh Vincensius Dwimawan.

“Padahal sebelumnya, saya sama sekali belum pernah bermain drama. Pilihan ke ISI karena saya ingin masuk atau kuliah seni. Itu saja,” tuturnya.

Pada masa kuliah inilah, kecintaannya terhadap acting semakin menguat. Ia terlibat dalam berbagai pementasan teater, drama musikal, dan ketoprak. “Tapi saya tidak bergabung secara khusus dalam satu kelompok tertentu,” ujar perempuan yang dikenal pula sebagai penyiar radio di Yasika FM.

Dari berbagai pementasan, yang membuatnya sangat terkesan adalah saat melakukan pertunjukan sendiri sebagai ujian tugas akhir semester. Ia mengambil tema “Keahlian Keaktoran”, dan memilih memerankan sebagai nenek dalam naskah “Kereta Kencana”-nya WS Rendra. “Saya sendiri tidak menyangka mampu memerankan tokoh seorang nenek di usia saya yang masih 23 tahun. Bukan nenek biasa, tapi nenek dengan segala emosinya; marah, bahagia, sedih, bosan, humoris, penyayang, kagetan, dan segala macam emosi di dalamnya. Pihak dosen memberikan apresiasi dan nilai bagus atas karya pementasan saya tersebut.”

Perempuan yang dilahirkan bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda di Bantul ini, merupakan salah satu pemain dalam pementasan “Mlungsungi”. Ia masuk dalam kelompok iblis. “Saya sebagai Caru Bawor.”

“Tentunya saya sangat senang sekali (dapat terlibat) karena baru kali ini bisa berproses bersama Mbah Nun yang luar biasa. Banyak ilmu yang didapat karena hampir dalam setiap latihan mendapatkan kata-kata motivasi,” tutur anak kedua dari tiga bersaudaara ini tentang keterlibatannya bersama “Reriungan Teater Yogyakarta”. Awal terlibat karena mendapat tawaran dari Teater Embrio, dan ia mengambil kesempatan itu. Estri menilai bahwa menjadi bagian dari proses ini sangat luar biasa. Pengalaman dan ilmu bisa didapatkan bersamaan. Banyak perbedaan dapat meluruh dalam proses “Mlungsungi” ini.

Estri merasa sangat senang lantaran ini juga pengalaman pertamanya bermain dengan para senior dengan personel yang banyak. Bahkan ada yang sudah berumur 84 tahun. “Tentu banyak ilmu yang didapat dari para senior itu.”

Memaknai lakon “Mlungsungi”, ia menyatakan bahwa itu merupakan satu kata yang bisa diartikan beragam. Menjadi kaya makna. Setiap orang berhak memberikan makna sesuai dengan apa yang sudah dilalui dalam hidupnya.

Estri berharap bahwa pementasan ini bisa diingat dan sangat membekas luar biasa bagi penontonnya.

Lainnya

Gerakan “Mlungsungi”, Gerakan Reriungan

Gerakan “Mlungsungi”, Gerakan Reriungan

Dua malam berturut-turut (25 & 26 Maret), Reriungan Teater Yogyakarta telah mementaskan naskah “Mlungsungi” karya Emha Ainun Nadjib di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta.

Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin

Topik