Ragam Masyarakat Muslim Lewat Sinau Bareng
Seorang Sosiolog asal Iran pernah mengatakan bahwa frasa ‘masyarakat muslim’ adalah kategori yang dibuat oleh teoretisi sosial Barat dalam menggambarkan suatu komunitas di mana orang-orangnya memeluk agama Islam namun penggambaran itu disertai kepentingan mendefinisikan umat Islam sedemikian rupa yang kerap berisi misrepresentasi mengenai masyarakat muslim dan Islam itu sendiri.
Pada perkembangannya, frasa itu akhirnya sering digunakan dan tanpa disadari ada bayang-bayang bias dan reduksi dan sejenisnya yang ujungnya adalah munculnya citra monolitik yang dikandung dalam kata ‘masyarakat muslim’. Contoh yang paling sering adalah citra Islam dalam di media Barat.
Kenyataannya, jika didekati masyarakat muslim adalah satuan sosiologis yang isinya sangat beragam dari sisi budaya, aspirasi, politik, antropologi dan lain-lain. Sore ini, di Lapangan Krida Utama Limbangan Kutasari Purbalingga, KiaiKanjeng sedang melakukan persiapan untuk Sinau Bareng malam ini.
Di depan panggung KiaiKanjeng, berkerumun banyak orang untuk menyaksikan KiaiKanjeng membunyikan alat-alat musiknya dengan melantukan satu dua nomor shalawat. Orang-orang yang berdiri itu bermacam-macam. Ada Banser yang juga sedang persiapan. Ada anak-anak kecil sudah rapi berpeci. Ada penjaja bendera berwarna hijau. Ada ibu-ibu, juga adik-adik putri, yang berjilbab maupun yang tidak. Ada remaja-remaja. Ada penjaja alas duduk. Ada yang sudah berpeci Maiyah dan duduk rapi tepat di depan panggung seakan acara sudah akan dimulai.
Pada orang-orang yang menyaksikan sound check KiaiKanjeng seperti sore ini saja rasanya sudah tergambar mozaik keragaman ‘masyarakat muslim’ itu. Dan tak salah kiranya, Sinau Bareng dengan ikhtiar kelengkapan dimensi yang dibangunnya selama ini, telah menyuguhkan keragaman masyarakat muslim itu. Sinau Bareng membawa kita melihat kategori masyarakat muslim sebagai masyarakat yang kaya dan ragam, bukan monolitik. (Helmi Mustofa)