Menegakkan Keseimbangan di Tengah Kompleksitas-Kompleksitas
Berpikir itu penting. Di Mocopat Syafaat tadi malam, berpikirnya kita semua tentang kompleksitas ternyata membawa kepada banyak kesadaran.
Tatkala jamaah diperkenalkan pada pembentukan kerjasama kelompok dalam melantukan la Robba Illallah dst dengan aransemen musik, yang ilhamnya baru diperoleh Mbah Nun satu jam sebelum tiba di lokasi Mocopat Syafaat, Mas Jijid bilang, “Seperti itulah tak mudahnya seorang vokalis dalam membawakan lagu. Harus pas nada dan speed iramanya. Tidak sesederhana yang kita bayangkan.”
Kompleks. Demikian pula jika kita melihat skill yang lain pada orang lain.
Kesadaran lainnya adalah seperti yang dikatakan Mbah Nun bahwa banyak hal yang tampaknya linier padahal ruwet. Dan dalam konteks kompleksitas masalah, kita diingatkan akan ketidakmampuan mengatasi kompleksitas tersebut.
Mbah Nun mengatakan kompleksitas adalah himpunan masalah-masalah yang tidak teratasi dan itu akan menambah komplikasi dari kompleksitas tersebut. Sering, saking banyaknya kompleksitas, tingkat kompleksitas tersebut adalah dirumuskan saja sudah sulit. Kita lalu jadi ingat: ternyata kita pun sering enggan berpikir hal-hal yang kompleks. Dan seterusnya implikasi yang ditimbulkannya.
Berbagai sisi dan sudut pandang telah disajikan oleh Mbah Nun dan Mas Sabrang soal kompleksitas ini dalam Mocopat Syafaat 17 Desember 2019 tadi malam. Namun, tak hanya sisi aqliyah dan fikriyah yang diasah.
Semua jamaah alias anak-anak cucu itu juga dibawa serta secara aktif merasakan dan mensubjeki keindahan bersama KiaiKanjeng, memadukan antara harapan dan pengungkapan pendapat diri dalam dzikir/wirid, menyimak puisi Pak Mustofa W. Hasyim yang selalu menghadirkan kalimat-kalimat yang unik logic-nya, maupun muatan-muatan lain. Paseduluran, “nyicipi” keabadian kebersamaan, kegembiraan yang sebisa mungkin adalah gembira yang sejati, keluasan pandangan, dan kebertautan satu sama lain. Semuanya agar kita bisa seimbang. (hm)