CakNun.com

Ilmu Orang Tua: Memilih yang Sejati dan Abadi

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 1 menit

Ilmu orang tua adalah pengetahuan akal dan kesadaran batin bahwa ia akan mati, dan itu bisa berlaku tidak 30 tahun yang akan datang, melainkan bisa juga besok pagi-pagi menjelang seseorang masuk kantor. Orang tua yang berpikir efisien tidak menghabiskan tenaga dan waktunya untuk kesementaran, melainkan untuk keabadian. Tidak menumpahkan profesionalisme untuk menggapai sesuatu yang toh tidak akan menyertainya selama-lamanya.

Ilmu orang tua adalah kesanggupan memilih satu dua yang abadi di antara seribu dua ribu yang temporer. Memilih satu dua yang sejati di tengah seribu dua ribu hal-hal, barang-barang, pekerjaan-pekerjaan, target-target yang palsu. Manusia yang paling profesional adalah yang memiliki akar pengetahuan dan daya terapan untuk bersegera menggunakan ilmu orang tua tanpa menunggu usianya menjadi tua.

Manusia yang paling cerdas dan peka adalah yang mengerti bahwa segala sesuatu dalam kehidupannya harus diperbaiki sekarang juga, tidak besok atau lusa, karena bisa keburu mati. Bahwa apapun saja harus segera di-husnul-khatimah-i dan menghindarkan diri dari kemubaziran-kemubaziran mengurusi hal-hal yang semu, palsu dan temporer.

Bahwa hutang harus segera dibayar. Bahwa kesalahan harus segera dihapuskan dengan meminta maaf kepada sesama manusia yang disalahi dan memohon ampun kepada Tuhan.

Bahwa omset ekonomi berapapun tidak menolong seseorang di garis kematiannya. Bahwa jabatan setinggi apapun tidak menambahi keberuntungan apapun di hadapan mautnya. Bahwa kejayaan, kemegahan dan kegagahan macam apapun tidak akan sanggup mengurusi nasibnya di depan sakaratul maut, yang akan muncul mendadak dan tiba-tiba.

Lainnya

Belajar Manusia Kepada Sastra

Belajar Manusia Kepada Sastra

Sastra Generasi Millenial

Sejak hampir dua dekade yang lalu lahir Generasi Millenial, juga dalam sastra.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Lalu Lintas Manthiq Keindahan Hidup Manusia

Lalu Lintas Manthiq Keindahan Hidup Manusia

Pesan agar saya menulis dengan judul atau tema “Membebaskan dan Membawa Sastra Kemana Saja”, membuat saya merasa agak malu karena teringat pada tulisan saya di waktu saya masih muda dulu yang kemudian menjadi judul buku “Sastra Yang Membebaskan”.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib