CakNun.com

Tanah Air Paradoks: Menemukan Nilai, Merawat Curiosity

Kenduri Cinta
Waktu baca ± 16 menit

Dok. Kenduri Cinta

Menggali Identitas, Memupuk Curiosity

Suasana malam itu begitu khas, meski hujan sempat mengguyur, hangatnya kebersamaan terus mengalir. Pembacaan puisi oleh Ian menjadi pengiring suara hujan yang perlahan mereda, menyambut kedatangan narasumber di sesi 2. Hadi mengawali sesi 2 dengan mengingatkan bahwa jika hujan tidak kita maknai sebagai keberkahan, lalu akan kita maknai sebagai apa? Mengutip Mbah Nun, Hadi juga menyampaikan, “Kalau kita bisa memaknai setiap peristiwa sebagai keberkahan, maka tidak ada sesuatu yang sia-sia ataupun negatif.”

Mbah Nun selalu menekankan bahwa kita tak perlu menghitung berapa orang yang hadir dalam setiap forum Maiyah. Yang lebih penting adalah keistikamahan kita untuk terus berkumpul dan memperkuat jaringan kebersamaan, seperti yang sudah dilakukan Kenduri Cinta setiap bulan selama hampir dua puluh lima tahun. Bagi Hadi, inilah yang sebenarnya pantas disebut Indonesia emas.

Tema Tanah Air Paradoks mengajak kita untuk melihat Indonesia dari sudut pandang yang berbeda. Diskusi ini berakar dari obrolan di Reboan, di mana penggiat memiliki keresahan tentang arah negara ini dan apa yang harus kita lakukan untuk menjawab tantangan zaman. Tanah Air Paradoks menjadi tema yang relevan, karena Indonesia, menurut Hadi, sedang menghadapi tantangan besar terkait ketidakjelasan arah. Masalah ini bukan hanya seputar politik atau ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan krisis identitas.

Yai Tohar, yang hadir dalam Kenduri Cinta malam itu hadir setelah sembilan tahun absen, berbicara tentang pentingnya memahami peran Maiyah. Bagi Yai Tohar, Maiyah bukanlah sebuah organisasi yang berorientasi pada materi atau kekuasaan. Sebaliknya, Maiyah adalah sebuah bentuk spiritualitas yang menumbuhkan relasi-relasi sosial yang murni, bebas dari kepentingan duniawi. “Maiyah adalah usaha menyelamatkan kita untuk tidak menjadi sampah di lautan,” tegasnya, menunjukkan betapa pentingnya kita menjaga dan menerapkan nilai-nilai Maiyah dalam segala aspek kehidupan.

Dok. Kenduri Cinta

Dalam sesi itu, Bagus Muljadi menyampaikan bahwa demokrasi sendiri adalah sebuah paradoks. Di satu sisi, setiap orang memiliki suara, tetapi suara mayoritas berpotensi menyebabkan tirani yang mengancam hak minoritas. Karl Popper menyatakan bahwa demokrasi hanya dapat berkembang dengan baik jika didukung oleh open society, sebuah situasi di mana pluralisme ide dapat dengan bebas dikemukakan dan diperdebatkan. “Open society mencegah populisme masuk dalam demokrasi,” kata Bagus. Keberadaan institusi seperti universitas menjadi kunci dalam menciptakan ide-ide baru, sementara musuh utama open society adalah penyeragaman ide, yang sering terlihat dari sensor media dan penguasaan media oleh elit politik.

Bagus kemudian mengelaborasi apa yang dituliskan Yai Tohar dalam bukunya Demokrasi Para Perampok. Menurutnya, Indonesia terlalu lama terjebak dalam pemikiran sempit, terpengaruh oleh epistemic colonialism yang menganggap bahwa pengetahuan hanya berasal dari Barat. Itu tercermin dari sikap mayoritas orang Indonesia yang meremehkan local wisdom. Padahal, banyak local wisdom yang sudah terbukti memiliki scientific grounding. Misalnya bagaimana masyarakat Yogyakarta dengan pemahaman geologis dari “Sumbu Filosofis Yogyakarta”, orang Bali dengan kreasi subak sebagai metode pengairan sekaligus menjauhkan hama, atau orang Sunda dengan arsitektur rumah bambu yang tahan gempa. Leluhur kita menyadari ide-ide itu sebagai pengetahuan, tanpa mendikotomikan science dan believe.

Bukan hanya berbicara soal identitas lewat local wisdom, Bagus juga mengajak kita untuk melihat potensi Indonesia, potensi yang selama ini sering terabaikan. “Indonesia memiliki jawabannya sendiri dalam masalah global, salah satunya dalam mengelola CO2,” ujarnya dengan penuh keyakinan. Penelitiannya tentang bagaimana Indonesia, dengan kekayaan geologisnya, bisa menjadi solusi untuk permasalahan CO2 global, menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya kaya akan potensi ilmiah yang sering kali tidak diketahui, bahkan oleh orang Indonesia sendiri. Bagus mengajak kita untuk mengubah pandangan tentang Indonesia, bukan hanya negara dengan tari-tarian yang indah atau makanan yang enak, tetapi juga sebagai pusat pengetahuan yang memiliki nilai ilmiah yang tinggi.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Topik