CakNun.com

Puisi Puasa: Menjernihkan Hati, Menjaga Asa

Kenduri Cinta Edisi 254, 14 Maret 2025
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 13 menit

Dok. Kenduri Cinta

Puasa sebagai Puisi Jiwa Raga

Sebelum sesi kedua, The Thambel menghibur jamaah dengan beberapa lagu. Sesi jeda di Kenduri Cinta bukan sekadar hiburan, melainkan bagian integral dari jalannya forum. Melalui musik, pesan reflektif disampaikan. Lagu Haruskah, misalnya, mengingatkan bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah titipan, sebagaimana yang disampaikan vokalis The Thambel, “Kadang yang membuat sakit hati adalah merasa memiliki apa yang sebenarnya titipan.”

Sebelum diskusi dimulai, suasana semakin khidmat ketika Munawwir membacakan puisi Tak Pandai Berpuasa karya Mbah Nun. Puisi ini menggambarkan keterbatasan manusia dalam menjalankan puasa, terutama ketika pemahaman puasa hanya sebatas menahan lapar dan haus. Pembacaan puisi ini menjadi pintu masuk bagi pembahasan lebih lanjut di sesi dua.

Tema-tema dalam Kenduri Cinta dan Maiyah selalu memiliki kedalaman dan relevansi dengan kehidupan sosial, spiritual, serta intelektual jamaah. Misalnya, judul Puisi Puasa dapat dilihat sebagai pengingat untuk mengenali batas-batas diri — fisik, emosi, dan spiritual. Puasa adalah jembatan untuk mengenal Allah, sebagaimana sabda Nabi: “Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa rabbahu”

Fahmi memulai diskusi dengan Mbah Nun, yang menjelaskan bahwa shoum merujuk pada menahan hawa nafsu, sedangkan syiam adalah bentuk diklat untuk menahan diri agar kita memahami batas-batas kita. “Puasa adalah ‘menidakkan yang iya’ ,” kata Fahmi mengutip kalimat Mbah Nun. Puasa adalah upaya menahan hal-hal yang biasa dianggap wajar agar kita belajar kendali diri, mengajak kita mengenali batas fisik, emosional, dan spiritual.

Selain itu, Fahmi menyoroti buku Tuhan Pun Berpuasa, yang membahas puasa dari dimensi spiritual, sosial, dan personal. Refleksi ini menekankan bahwa puasa bukan sekadar ritual ibadah, tetapi juga transformasi diri. “Apakah kita berlebaran untuk benar-benar berbuka, atau justru meneruskan puasa dalam bentuk lain?” tanyanya.

Mengikuti teladan Nabi menjadi tantangan lebih besar. Beliau hanya berbuka dan sahur dengan kurma dan air zam-zam, sangat sederhana. Namun, hari ini, pengeluaran bulan puasa cenderung membengkak akibat buka bersama, belanja THR, hingga mudik. Alih-alih menahan diri, kita sering terjebak pola konsumsi berlebihan.

Nanda melanjutkan diskusi dengan menjelaskan bahwa Islam bukanlah agama baru; umurnya sama dengan alam semesta. “Semua peradaban pada dasarnya adalah Islam,” katanya. Meski nama-nama lain muncul, sering kali nama itu berasal dari lokasi geografis tertentu, sumbernya tetap satu: Islam. “Islam bersifat universal, bahkan multiversal,” tegas Nanda.

Puasa juga bukan hanya ibadah umat Nabi Muhammad. Nabi-nabi sebelumnya, bahkan Nabi Adam, telah melakukannya. Ketika pertama kali diturunkan ke bumi, Nabi Adam berpuasa selama tiga hari untuk bertaubat, “Robbana dzolamna anfusana wa illam taghfirlana watarhamna lana kunanna minal khasyirin.” Peristiwa ini kemudian diadopsi sebagai puasa tanggal 13, 14, dan 15 dalam kalender Hijriah.

Dok. Kenduri Cinta

Puasa lain juga disebutkan dalam Al-Quran, seperti kisah Sayyidah Maryam. Saat menghadapi fitnah terkait kelahiran Nabi Isa, Allah memerintahkannya untuk tidak berbicara — sebuah bentuk syiam. Orang-orang Yahudi menuduhnya, namun bayi Nabi Isa menjawab dengan mukjizat,“Innii ‘abdullaahi aataaniyal Kitaaba wa ja’alanii Nabiyyaa.” Allah memberikan perlindungan pada Sayyidah Maryam karena beliau telah menyempurnakan syiam-nya.

Menurut Nanda, puasa adalah menahan jasad agar ruh mendapat energi dari hal-hal non-materi. Dalam buku Tuhan Pun Berpuasa , Mbah Nun menggambarkan puasa sebagai tamasya menuju “mautnya jasad.” Makan dan minum memberi energi untuk jasad, sedangkan ruh mendapatkan makanannya ketika jasad “mati” dari nafsu duniawi.

Nanda melanjutkan bahwa dalam diri manusia terdapat shodr, tempat bertemunya wahyu Allah dan was-was setan. Puasa adalah cara menurunkan riuh pertempuran ini sehingga kita bisa membedakan mana bisikan ilahi dan mana godaan setan. Was-was hanya bisa diisolasi melalui ketenangan, yang dicapai dengan menahan diri dari makan dan minum. Namun, ini hanyalah pintu awal. Keheningan semacam ini harus ada dalam semua ibadah, karena dalam keheningan itulah kita menemukan kasunyatan — kebenaran hakiki yang mendekatkan kita kepada Allah.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Topik