CakNun.com

Madrasatun Efisiensiyatun

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 3 menit
Indonesian Rupiah
Photo by Zaphiel Quinveil on Unsplash

“Wah tau gitu aku jaga sore aja, nggak jaga malam,” tulis Kris di group jaga UGD.

“Lhoo kenapa, Kris?”

“Itu, ada surat edaran bahwa kita yang jaga nggak dapet sahur dan buka!” balas Kris.

Ooops!

Maka hebohlah pembicaraan di WA group ini tentang permasalahan buka dan sahur ini. Berbagai macam pendapat dan prasangka tentang masalah pokok dari penghilangan jatah sahur dan buka dikemukakan dalam diskusi yang hangat. Bukan masalah nilai makannya lho. Teman-teman yang jaga tidak pernah mempermasalahkan apakah mereka akan sahur atau berbuka dengan lauk oseng kacang dan tempe garit ataukah mereka makan dengan lauk fried chicken, atau lauk sate ayam atau bahkan udon, sushi, dan sirloin steak.

Sama sekali tidak!

Tetapi adanya penghilangan “adat” bulan puasa ini yang menjadikan khalayak bertanya-tanya. Apakah ini ada hubungannya dengan budget cut dalam skala besar maupun skala lokal? Atau mungkin institusi ini ingin anggotanya menjalankan puasa dengan sebenar-benarnya puasa. Sahur seadanya, buka puasa seadanya. Tak perlu jajan!

Saya mulai menelusur, ada apa ini? Kenapa begini? Kenapa diumumkan mepet dengan jam tugas teman-teman saya.

Untung masalahnya segera terkuak, ada surat dari atasannya kepala institusi ini yang menyatakan bahwa seorang pegawai yang sudah mendapat uang makan, tak sepantasnya mendapat jatah “extra makan”, dalam hal ini buka puasa dan sahur.

Lalu saya memperkirakan bahwa surat sakti tersebut berasal dari satu kata yang sangat terkenal akhir-akhir ini yang mengandung makna ekonomi serta imbas yang dahsyat. Kenapa dahsyat? Karena istilah ini bisa bermakna politis maupun agamis.

Istilah tersebut bernama “efisiensi”!

Nah, demi satu kata tersebut maka turunlah surat sakti yang melarang pemberian jatah sahur dan buka puasa tadi.

Sebenarnya kalau mau simpel ya simpel, tinggal dikurang saja jatah uang makan sebesar yang bersangkutan berapa kali sahur dan berbuka. Kok dibikin repot dan heboh.

Saya tak terlau memikirkan kejadian ini, diskusi hangat di WAG tadi. Wong yang namanya punya kuasa mau apa saja terserah.

Bukankah puasa (Ramadan) itu sendiri mengandung makna efisiensi? Kalau biasanya kita makan 3 kali sehari maka kita hanya makan 2x dalam bulan Ramadan ini, yaitu sahur dan buka. Tak perlu di-ada-ada-kan. Tak perlu dimewah-mewahkan. Lha salah kita juga sih, menyambut Ramadan dengan bayangan buka bersama di restoran-restoran, sahur bersama dengan makanan yang mewah-mewah. Ya boros!

Yang bisanya merokok 10 batang per hari, akan sangat berkurang menjadi 3-4 batang dalam sehari. Benar kan? Belum lagi selama bulan Ramadan ini akan ada “penyesuaian” (baca: pengurangan) jam kerja. Wah wah wah, atas nama apa ini? Efisiensi? Produktivitas?

Lalu saya bertanya-tanya dan berusaha mencari jawaban atas kata efisiensi dan produktivitas. Apakah “efisiensi” yang terjadi dalam bulan puasa ini akan menurunkan produktivitas seseorang? Jawabannya: tidak!

Sebuah studi yang dilakukan di sebagian negara negara Afrika dan sebagian jazirah Arab menunjukkan bahwa 80% dari mereka merasa lebih produktif, 14% biasa-biasa saja. Kita barangkali perlu membuat penelitian serupa sebelum memutuskan sebuah peraturan.

Bagi masyarakat, kata efisiensi bisa diartikan macam-macam. Bagi yang hidup pas-pasan, kata ini adalah bagian dari keseharian. Gaji yang pas untuk bayar utang, dan sebagian lagi untuk makan sederhana sehari-hari, maka puasa ini bisa dipakai untuk menyisihkan jatah sekali makan untuk dikumpulkan kemudian dipakai untuk merayakan hari raya nanti.

Ada pula yang sebaliknya, berhari raya dulu, bahkan tiap hari berhari raya dengan berutang, giliran membayar cicilan utang, mereka melakukan pengetatan hidup dan kehidupannya demi untuk bisa membayar cicilannya.

Marhaban Yaa Ramadan
Ramadanal Madrasatun efisiensiyun

1 Ramadhan 1446

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Taiasu

Topik