CakNun.com

Estafet Syukur: Merayakan Syukur dengan Kesungguhan dan Kasih Sayang

Kenduri Cinta edisi Februari 2025
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 15 menit
Dok. Kenduri Cinta

Estafet Syukur dalam Perspektif Spiritual Islam

Membuka diskusi Nanda sebagai narasumber menekankan pentingnya refleksi mendalam mengenai konsep divine quadrant atau quadrant of divine credential. Konsep ini merujuk pada empat kondisi manusia dalam kaitannya dengan kehendak Allah: diperintah, diizinkan, dibiarkan, atau dijerumuskan oleh Allah.

Rasulullah Muhammad SAW merupakan representasi tertinggi dari kategori “diperintah Allah.” Ayat Wama yantiku ‘anil hawa menegaskan bahwa segala perkataan dan tindakan beliau tidak didasarkan pada hawa nafsu, melainkan murni atas petunjuk Ilahi. Sebaliknya, Dajjal menjadi simbol dari kategori “dijerumuskan oleh Allah,” yang menggambarkan peradaban yang menutupi syukur atau kufur.

Nanda menekankan bahwa estafet peradaban syukur seharusnya tetap mengacu kepada Rasulullah SAW dan para penerusnya, bukan kepada Dajjal. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat perbedaan nyata antara mereka yang hidup dalam peradaban syukur—yakni mereka yang berjalan di sirat al-mustaqim—dengan mereka yang terjerumus dalam jalan yang menyimpang. Namun, di dunia yang penuh ilusi, sering kali mereka yang dijerumuskan Allah justru tampak lebih berpengaruh dan hebat secara lahiriah. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk tidak hanya mengandalkan penglihatan lahiriah, melainkan juga menggunakan basiroh fil qalb—mata hati yang tajam.

Nanda juga mengangkat kritik terhadap materialisme yang hanya mengandalkan apa yang dapat ditangkap oleh indra. Dalam kajian fisika, disebutkan bahwa spektrum cahaya memiliki batasan—apa yang tampak hanya berkisar antara inframerah dan ultraungu. Namun, keberadaan energi seperti sinar gamma atau gelombang radio membuktikan bahwa ada banyak hal yang tidak kasat mata tetapi nyata. Demikian pula dalam spiritualitas, cahaya Ilahi sering kali diingkari oleh mereka yang hanya percaya pada hal-hal empiris.

Salah satu contoh nyata dari pertentangan antara peradaban syukur dan kufur adalah kisah Nabi Isa AS. Dalam sejarah, Nabi Isa AS menghadapi penindasan karena membongkar praktik riba yang berkedok agama. Ia dan para pengikutnya menentang sistem yang memanipulasi ekonomi dengan cara yang tidak adil. Nabi Isa AS menegaskan bahwa para pemuka agama saat itu telah menjadikan rumah Allah sebagai “sarang penyamun.” Sikapnya yang menentang praktik riba akhirnya membuatnya menjadi target pembunuhan, yang dalam Islam disebut sebagai upaya prophesied—yakni pembasmian terhadap seorang nabi.

Nanda mengakhiri pendapatnya dengan pesan yang mendalam: setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk meneruskan estafet syukur. Sebagaimana Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menjalankan ibadah dengan penuh ketulusan, umat Islam juga harus berusaha meneladani beliau dalam menjaga ketakwaan dan menghindari jebakan hawa nafsu yang membawa kepada sifat dajali. Nanda berharap bahwa kita semua dapat mengambil hikmah dari diskusi yang telah berlangsung. Sebagaimana yang disampaikan dalam ayat-ayat suci, mereka yang berjalan di jalan kebenaran akan selalu berada dalam naungan rahmat Allah. Estafet syukur bukan sekadar konsep, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang harus dijalani dengan kesadaran dan ketulusan.

Perjuangan dan Syukur dalam Kenduri Cinta

Fahmi melanjutkan diskusi dengan mengucapkan terima kasih kepada Mas Nanda atas tambahan wacana spiritual Islam yang diberikan. Fahmi kemudian meminta Boim untuk menyampaikan gagasannya. Boim, salah satu senior di Kenduri Cinta, hadir untuk berbagi cerita tentang perjuangan masa-masa awal Kenduri Cinta. Ia mengisahkan era ketika Kenduri Cinta masih belum dikenal luas, bahkan sempat mengalami masa-masa sulit. “Era Bang Boim ini adalah era perjuangan, masa kelam Kenduri Cinta,” ujar Fahmi, mengenang kembali perjalanan panjang komunitas ini.

Boim membuka dengan pantun khas Betawi. Ia menekankan pentingnya bersyukur, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Ia menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai komisaris di salah satu BUMD di Provinsi Jakarta. Meski banyak godaan dan tekanan, ia tetap berpegang pada prinsip untuk tidak korupsi dan bekerja secara profesional. Ia juga menceritakan bagaimana ia berhasil mengatasi tekanan dari berbagai pihak, termasuk saat menghadapi isu-isu korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Dok. Kenduri Cinta

Boim mengajak semua hadirin untuk selalu bersyukur, meski dalam keadaan sulit sekalipun. Ia mencontohkan bagaimana orang Tionghoa merayakan Imlek dengan penuh syukur, bahkan saat banjir melanda. “Mereka tidak komplain, mereka tetap bersyukur. Ini pelajaran yang bisa kita ambil,” ujarnya. Ia juga mengkritik kebiasaan sebagian masyarakat yang terlalu mudah mengeluh dan menyalahkan orang lain, termasuk pemerintah, saat menghadapi musibah.

Boim pun tak lupa mengapresiasi keberlangsungan Kenduri Cinta yang tetap eksis hingga saat ini. Di akhir kesempatan, Boim membacakan puisi yang ia tulis pada tahun 2017, yang berjudul “Orang Pesisir dan Reklamasi”. Puisi ini menggambarkan keprihatinannya terhadap nasib masyarakat pesisir yang terpinggirkan akibat proyek reklamasi. “Reklamasi bukanlah solusi, melainkan jalan bagi korupsi para pejabat yang mengkhianati rakyat,” demikian penggalan puisi yang dibacakan dengan penuh penghayatan.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Exit mobile version