CakNun.com

Sinau Bareng dan Pintu-Pintu Kebahagiaan

Hilwin Nisa
Waktu baca ± 3 menit
Foto: Adin (Dok. Progress)

Tertawa, bahagia, dan optimis. Begitu kira-kira yang menggambarkan wajah-wajah jamaah dalam setiap acara sinau bareng. Sinau dan kebahagiaan rasanya menjadi sesuatu yang layak ditelisik di saat ada beberapa orang merasa ‘benci’ dengan sekolah yang sering kali disangkut-pautkan sebagai tempat belajar. Meskipun di sini kita sepakat, bahwa belajar bisa dari mana saja dan kepada siapa saja. Ya, di mana pun bisa menjadi sekolah, dan siapa pun bisa menjadi guru.

Kembali pada sinau bareng dan kebahagiaan, apa sih sebenarnya yang membuat para jamaah itu merasa bahagia saat sinau bareng? Karena celetukan-celetukan mbanyol, kah? Karena hal-hal lucu yang dibahas dalam sinau bareng, kah? Atau karena apa?

Kalau kita coba tarik garis ke belakang, perasaan bahagia itu bisa muncul karena emosi positif. Dan kalau kita coba lebih perinci lagi, setidaknya ada beberapa emosi positif itu sendiri. Joy, gratitude, serenity, interest, hope, pride, amusement, inspiration, awe, dan love. Kegembiraan, syukur, ketenangan, minat, harapan, kebanggan, hiburan, inspirasi, kekaguman, dan cinta.

Gembira? Iya. Bersyukur? Jamaah selalu diajarkan bagaimana melihat keindahan dalam setiap situasi, bahkan terhadap situasi gelap sekalipun. Pesan Simbah yang selalu diulang-ulang dan kemudian seolah menjadi ‘mantra’ bagi jamaah adalah, “lunyu-lunyu, panggah penekno”. Kita tidak bisa mencegah turunnya hujan, tapi kita bisa mengambil sikap atas turunnya hujan. Ada lagi ayat yang dulu sangat sering disampaikan Mbah Fuad, “fainna ma’al ‘usri yusro, inna ma’al ‘usri yusro.” Dan yang tak kalah penting, seberat apapun persoalan yang kita hadapi, tidak akan pernah ada bandingannya dengan apa yang dihadapi oleh Baginda Kanjeng Nabi. Mantra-mantra inilah yang sedikit banyak berperan melatih jamaah untuk terus belajar melihat celah di tengah derasnya hujan, kemudian ‘menari’ bersama hujan.

Rasa syukur yang terus dipupuk, rasanya akan otomatis mengundang harapan. Meminjam bahasa anak gen-Z, selalu ada pelangi setelah turunnya hujan. Badai pasti berlalu-lalang. Meskipun berlalu lalang, setidaknya di sini kita sadar bahwa persoalan hidup itu bagaikan tamu yang bisa chek in dan check out kapan saja. Semoga saja kita selalu diberikan ingat dan kesadaran akan hal ini. Sehingga ketika persoalan itu sedang bertamu dalam kehidupan kita, sedih kita hanya sewajarnya sebagai wujud kalau kita ini hanyalah manusia. Selebihnya, kita tetap terus berusaha melihat celah cahaya di tengah redupnya persoalan yang kita hadapi. Serta tak berhenti menggantungkan semuanya kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Ilahi Robbi. Janji-Nya, bersama satu kesulitan akan ada kemudahan-kemudahan yang membersamai. 

Perihal kekaguman, bukankah memang sudah sepantasnya dalam setiap proses sinau kita akhirnya menghadirkan kekaguman-kekaguman kita pada Sang Maha Pencipta? Bahwa segala yang ada di dunia ini tak lain adalah kartu nama-Nya. Apapun yang kita pelajari, yang sebelumnya kita tak tahu kemudian menjadi tahu, sebagai wasilah untuk kita semakin mengenal-Nya. Sebelumnya kita melihat sesuatu hanya biasa saja, akan tetapi semakin kita pelajari lebih dalam lagi, ternyata akan ada banyak hal yang membuat kita takjub. Maha Suci Allah yang sudah menciptakan dunia dan seisinya dengan segala tatanan hebatnya.

Sebatas melihat warna kulit pisang, misalnya. Dengan mata telanjang, agaknya sulit bagi kita membedakan mana warna kulit pisang yang kuning matang alami dan mana yang menggunakan bahan-bahan kimia. Jika kita coba telisik lebih dalam lagi, ternyata AI yang dirancang sedemikian rupa mampu membedakan mana yang matang karena alami dan tidak. Bahwa ternyata sehebat apapun manusia mencoba meniru buatan Tuhan, ternyata masih tetap tidak bisa benar-benar persis dengan ciptaan-Nya.

Pun saat kita sinau bareng, tak jarang ada yang berbagi terkait pengalaman hidupnya, yang ternyata itu adalah jawaban dari persoalan kita. Oh, ternyata begini ya, ternyata begitu ya. Perasaan senang saat melihat sesuatu yang belum pernah terlintas dalam benak kita itu lah yang akhirnya turut membuka pintu kebahagiaan kita.

Kemudian saya pun jadi diseret jauh ke belakang bersama memori proses belajar saya. Apakah selalu menyenangkan dan mengantarkan pada kebahagiaan? Bagaimana dengan Anda? Agaknya, kalau proses belajar kita kurang menyenangkan, perlu kita periksa kembali, di bagian mana yang sudah menodai indahnya proses belajar kita itu. Semoga, perjalanan pembelajaran sepanjang hayat kita menyenangkan, dan membukakan pintu-pintu kebahagiaan.

Malang, 10 November 2024

Lainnya

Topik