CakNun.com

Sepotong Omelan tentang Narasi Stok Beras di Bulan Ramadhan

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 2 menit
Photo by Farhan Abas on Unsplash

Entah dengan istilah, kata, atau kalimat apa saya mengekspresikan perasaan saya ini.

Setiap akan masuk bulan Ramadhan selalu saja muncul berita-berita seperti ini. Berita yang menampilkan pejabat ‘A’ dari institusi ‘X’ yang menyatakan bahwa persediaan beras dalam menyambut bulan Ramadhan masih cukup! Ada sejumlah sekian ratus ribu atau bahkan juta ton, situasi pasar terkait harga-harga dan stok, masih aman!

Saya pribadi memilih diam tak beraksi untuk menanggapi berita tersebut. Walaupun sebenarnya saya setidaknya protes setiap waktu, selama beberapa tahun belakangan ini. Lha wong Ramadhan kok dijadikan sebagai komoditas. Atau setidaknya dijadikan alat untuk jualan produk konsumsi sehari-hari.

Mulai dari pasta gigi sampai obat sakit maag.

Mulai dari sarung kotak-kotak sampai air mineral. Tak lupa mereka menyebut kata Ramadhan dalam mengiklankan produk mereka.

Tidak ketinggalan instansi-instansi dan departemen-departemen lengkap dengan para pejabatnya menggunakan kata Ramadhan ini untuk menunjukkan bahwa mereka care terhadap rakyat dan masyarakat. Termasuk urusan beras dan kebutuhan dapur ini.

Coba saja dirunut dengan santai dan akal jernih. Lha wong bulan Ramadhan ini adalah bulan Puasa untuk muslimin di seluruh dunia. Mestinya, mestinya lho ini, kebutuhan beras dan barang-barang dapur akan berkurang. Setidaknya akan berkurang 30% dari kebutuhan di luar bulan Ramadhan. Karena semua (atau sebagian besar) muslimin akan berpuasa di siang hari. Artinya puasa itu akan mengurangi sekali jatah makan dalam sehari. Tentu makan siang ini tidak hanya makan nasi thok. Pasti ada lauk pauknya. Tapi kenapa ya kok si pejabat itu terlalu mengkhawatirkan ketersediaan dan kecukupan beras dalam menyambut bulan Ramadlan ini. Saya agak marah dan tersinggung dengan statemen yang dilontarkan itu. Emangnya kalo bulan Ramadhan saya akan mbadhog lebih banyak dari bulan-bulan selain Ramadhan?

Ataukah si bapak itu nggak pernah puasa? Atau kalau puasa beliau mengkonsumsi beras lebih banyak dibanding hari-hari lain?

Atau ada kekhawatiran setelah harga beras menjulang tinggi selepas hajatan pemilu kemarin? Sehingga ada sebagian warga yang mengkhawatirkan ketersediaan bahan makanan pokok ini, dan sehingga si bapak harus mengeluarkan statement seperti itu? Atau berdasarkan pengamatan bapak bahwa umat Islam lebih konsumtif di bulan Ramadhan dibanding bulan lain? Atau bapak pernah membaca baca jurnal, bahwa berat badan orang di suatu daerah di jazirah Arab akan meningkat selama bulan Ramadhan?

Wah malah saya jadi ngomel-ngomel kayak gini. Mungkin ini menjadi omelan wajib bagi saya, ketika saya secara tak langsung dituduh mengkonsumsi bahan makanan pokok berupa beras.

Harap bapak ketahui bahwa setiap buka puasa saya selalu menkonsumsi menu mewah saya, yaitu es degan yang dicampur dengan camcao, tanpa gula. Kemudian mengunyah gembus gorengnya bu Is, pojokan stadion Mandala Krida. Yaah kalau sedang ada rezeki, kadang makan 1-2 biji kurma. Sedangkan untuk sahur saya minum teh hangat dan makan tempe garit serta tahu goreng kesukaan saya. Jadi, semoga bapak paham bahwa saya tidak mengkonsumsi beras.

Saya hanya menunggu ajakan Yai Helmi untuk bukber makan bebek goreng di bawah tenda, atau makan sate Tegal, untuk meredakan omelan saya ini.

Yogyakarta, 1-2 Ramadhan 1445 H

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM

Topik