Residu
Di tengah-tengah pertemuan agak menjemukan itu, saya menyelinap keluar ruangan. Pergi ke toilet. Selain suhu di ruangan agak dingin ditambah ngopi untuk melawan kantuk, ditambah minum air putih berulang kali, jadilah sirkulasi air di dalam tubuh harus diatur dengan mengeluarkan sebagian ‘residu’ yang sudah terkumpul di kantung kemih.
Cepatnya pengumpulan residu di kantung kemih ini selain merupakan efek ‘diuretik’ dari kopi, juga karena tidak adanya keringat yang dihasilkan lantaran tidak ada aktivitas tubuh serta suhu ruangan yang dingin. Namun saya tidak akan membahas lebih dalam tentang mekanisme bagaimana ginjal bekerja ataupun mekanisme pengaturan cairan di dalam tubuh. tidak! Sudah penuh isi kepala ini menerima input selama pertemuan pagi tadi.
Di lorong menuju toilet, saya menjumpai dua orang bocah yang sedang asik bermain game dengan tab mereka. Saya berhenti sejenak mengamati asiknya kedua bocah itu dalam bermain. Saking asiknya sampai mereka tidak sadar kalau saya berada di samping mereka, mengamati bagaimana mereka bermain game.
Saya iri kepada mereka!
Langsung saya ‘ngomyang’ sendiri, ngedumel sambil berjalan masuk ke toilet. Saya sebut nama Gus Helmi.
“Gus Helmi, saya iri dengan mereka!”
“Kenapa mereka asik bermain game tanpa memikirkan hari ini harus bekerja apa, agar kepastian mengepulnya dapur bisa terjaga.”
“Saya iri kepada mereka!”
“Kenapa mereka ketawa-ketiwi di depan layar tab, tanpa merencanakan apa yang harus dilakukan agar tidak perlu keluar masuk dari supermarket ke supermarket, dari pasar ke pasar, dari warung ke warung untuk sekadar membeli 1-2 kg beras untuk anak-anak di rumah.”
“Saya iri kepada mereka!”
“Kenapa pandangan dan mata mereka, telinga mereka tidak terganggu dengan ingar-bingar pemilu yang katanya ‘pesta demokrasi’ tetapi ternyata sekarang banyak demonstrasi….”
“Ada apa ini, Gus Helmi…?”
“Ada apa….?”
Cukup lama saya terdiam di toilet itu, dan tersadar ketika ada orang mengetuk pintu ingin menggunakan toilet juga.
“Gus Helmi, andaikata ada mesin waktu yang bisa membawa mundur ke masa 30-40 tahun ke belakang, ingin rasanya kembali menjadi anak-anak yang tidak memikirkan hal-hal yang berat. Ingin rasanya kembali angon bebek, angon wedhus, main gobak sodor, wilwo sampai larut malam.”
“Belajar ngaji dengan redupnya lampu teplok selepas Maghrib sampai Isya.”
“Aaaaah….”
Saya berjalan kembali masuk ke ruangan lagi. Residu dalam tubuh sudah saya buang dan plong rasanya (tetapi bagaimana dengan residu-residu politik nasional? Siapa akan mengeluarkannya?!), dan saya masih mendapati kedua anak tadi masih bermain game dengan asiknya.
Balikpapan, 29 Februari 2024