Pelajaran Martabat Melalui Nasi dan Celana
Teman-teman, acara live streaming Tafsir Nadjibiyah hadir kembali besok malam (Kamis, 15 Agustus 2024) di channel YouTube caknun.com pukul 20.00 WIB. Kali ini masih bersama Partai X yang akan mengajak kita menyelami dan memetik pelajaran dari salah satu esai Mbah Nun yang ditulis tujuh tahun silam berjudul: Manusia, Negara, dan Celana.
Esai ini akan dibacakan oleh Pak Seteng, dan akan kita dengarkan bersama-sama. Dalam esai ini, Mbah Nun menuturkan pengalaman interaksi dengan anak-anak kecil usia SD dan SMP saat mereka ikut bergerumbul datang di acara atau forum-forum Sinau Bareng. Kepada mereka, misalnya, Mbah Nun menanyakan jika beliau datang ke rumah mereka membawa nasi, sayur, krupuk, dan sambal, dan mereka hanya boleh memilih satu saja, kira-kira mereka memilih apa.
Kata Mbah Nun, “Di berbagai workshop dan forum rata-rata mereka menjawab: “Nasi”. Ternyata meskipun tidak ada pendidikan khusus tentang skala prioritas, secara alamiah dan organik anak-anak kita tidak memilih sambal atau krupuk. Mereka sudah mengerti apa yang primer, sekunder, dan tersier.”
Pertanyaan dikembangkan lagi. Dalam keadaan tertentu, disodorkan opsi, dan lagi-lagi harus pilih salah satu, antara pakaian dan makanan. Mbah Nun menceritakan, “Seratus persen anak-anak kita di segmen dan level apapun menjawab “Pakaian”. Tidak ada anak-anak yang berpikir “nggak apa-apa telanjang, asalkan bisa makan”. Mereka sudah mengenal secara naluriah kebenaran hidup bahwa “nggak apa-apa nggak makan asal masih berpakaian”.
Ditanyakan pula kepada mereka, pilih mana antara baju dan celana. “Mereka semua menjawab “Celana”. Melalui pengetahuan, ilmu atau mungkin naluri saja, mereka tahu bahwa mereka tidak bersedia pakai baju bagus, bahkan meskipun pakai jas dan dasi mahal, kalau bagian bawahnya tidak bercelana. Silakan dielaborasi sendiri variabel detail hal primer-sekunder celana panjang dengan celana dalam,” tulis Mbah Nun.
Dari sini Mbah Nun mengantarkan kita untuk dengan perspektif yang sama merefleksikan bagaimana kira-kira dunia mainstream yang berjalan, terutama dalam politik dan kekuasaan. Apakah yang tampak di depan mata kita adalah para pemegang kekuasaan membuat keputusan dan kebijakan atau langkah-langkah apapun yang ternyata lebih memenangkan penguasaan atas harta dan kelanggengan jabatan dengan jalan yang tidak tepat sehingga mengorbankan martabat diri? Apakah mereka lebih memilih bisa makan tetapi telanjang, lebih memilih baju tapi tidak pakai celana sehingga terumbar auratnya, dst.
Bersama Partai X dan KiaiKanjeng nanti kita ngobrol santai di Tafsir Nadjibiyah edisi #21 tentang Manusia, Negara, dan Celana. Sampai ketemu pada Kamis malam.