Orderan yang Ditunggu dari Gandhie
“Kowe cekel KC trek, wes wayahe ra sah kakean alesan, wes rasah romantisme meneh.”
Kalimat ini keluar saat kami duduk-duduk di gerbang lama Taman Ismail Marzuki (TIM), tepat di gapura utara. Tempat ini menjadi saksi pertemuan kami menjelang satu edisi Reboan tahun 2016. Tempat yang sering kami duduki bersama-sama, penuh perbincangan, ide, dan semangat.
Perjalanan saya dengan Gandhie tidak singkat. Perjalanan yang di penuhi dengan berbagai macam peristiwa. Seingat saya pertemuan pertama kami terjadi di Jombang, saat Haflah Maiyah tahun 2009. Pertemuan ini mengidentifikasi bahwa Maiyah bukan hanya sekadar tempat berkumpul, tetapi menjadi majelis ilmu. Kenduri Cinta (KC) yang menjadi bagian penting dari Maiyah mewujudkan semangat itu menjadi bulat, di KC juga tempat di mana keterlibatan saya dalam dinamika di dalamnya penuh dengan pembelajaran. Kami berproses bersama, berdiskusi panjang di setiap Reboan, mengasah ide-ide, dan mengkonversikannya menjadi aksi nyata.
Posisi saya dan Gandhie dalam proses ini berbeda. Saya berada di lapangan, bagian dari “konsumsi” — bukan hanya secara harfiah, tetapi saya menjadi bagian dari operasional berjalannya event di Kenduri Cinta, yah Bahasa kerennya Manager Reboan, yang menjaga panggung dengan segala dinamikanya, mengelola perbedaan dalam setiap konten dan konteks diskusi. Sementara Gandhie, selalu bergerak di balik layar, mengarahkan, memberi tugas, dan memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai rencana.
Hari-hari saya banyak dihabiskan untuk urusan izin lokasi, silaturahmi dengan pihak UPT TIM, Jakpro, UP PKJ TIM dan berbagai pihak terkait lainnya. Saya selalu siap ketika ada “orderan” dari Gandhie. Bahkan, karena saking seringnya mendapatkan tugas, di forum Kenduri Cinta, saya sampai dikenal dengan istilah “Kurir”-nya Gandhie.
Saya menikmati diskusi dan orderan itu bersama Gandhie dalam berbagai kesempatan, misalkan dalam beberapa pembicaraan ada banyak orderan. Dari urusan Mandar, konsumsi, kopi, rebusan, hingga hal-hal kecil seperti cemilan. Tugas-tugas ini bukan sekadar perintah, tetapi menjadi simbol bagaimana kami mengelola Kenduri Cinta dari hal-hal yang paling mendasar hingga ke urusan intelektual.
Peristiwa “orderan” itu banyak sekali, dalam rentang 10 tahun terakhir, beberapa momen ter-capture dalam ingatan saya.
Pada Mei 2012, Gandhie berkata, “Trek, mangkat Mandar, Safinatun Najah.” Peristiwa orderan yang sangat berkesan di saya adalah ketika di Desember 2013.
Ghandie: “Trek, kowe mangkat Hong Kong ngancani CN.”
“Tapi Gan, aku cah pabrik, aku atur waktu sek ya,” jawab saya saat itu.
Gandhie dengan tegas: “Aturen tanggal 27, mangkat. Ora ono diskusi.”
Ini percakapan yang biasa dan sangat biasa, tidak ada diskusi.
Singkat cerita, saya mendampingi Cak Nun dari Soekarno Hatta ke Hong Kong. Agak aneh sebenarnya, rombongan yang lain sudah sampai di Hong Kong duluan, sementara Cak Nun berangkat belakangan. Bahkan, seingat saya, Cak Nun berangkat dari Jogja, kemudian turun di terminal domestik di Soekarno Hatta. Sementara, karena saya cah pabrik, saya tidak bisa leluasa keluar dari kantor. Kalau tidak salah ada Rony Octa dan Aulia yang saat itu ditugaskan oleh Gandhie untuk menjemput Cak Nun di terminal domestik, kemudian mengantar ke terminal internasional. Tugas dialihkan ke saya dari mereka saat itu.
Sesampainya di Hong Kong, saya sempat dimarahi Gandhie, karena selama perjalanan saya langsung tidur. Di awal, perintahnya Gandhie cukup jelas; ”Nanti sampai di pesawat gak usah ngobrol sama Bapak”. Saya manut.
Mendarat di Bandara, di Hong Kong, pas Gandhie sudah stand by di pintu kedatangan, Cak Nun bertanya kepada Gandhie “Ana roti, Gan? Aku durung mangan”. Setelahnya, Gandhie membelikan kudapan untuk Cak Nun, dan setelahnya saya yang di-untal Gandhie!
Di akhir tahun 2017, pertemuan simpul Maiyah di Jakarta. Tajuknya: Rembug Maiyah. Gandhie bilang, “Trek, jajal kowe survei Swiss Bell Kota, panganane enak, koyone cocok nggo ngumpulke arek-arek.” Saya hanya bisa bertanya, “Arep gawe opo, Gan?”
Dengan santai dia menjawab, “Pertemuan simpul. Kowe pegang, gawenen budgetmu”. Pertemuan yang digelar sangat sempurna, dikomandoi oleh Gandhie, saya bertugas di lapangan bersama yang lainnya. Pertemuan yang kemudian menghasilkan pemetaan Simpul Maiyah yang lebih luas.
Tahun 2019, orderan Gandhie masuk lagi: “kowe Mangkat pertemuan simpul Semarang Trek”. Kemudian saat awal-awal Pandemi Covid-19 tahun 2020, Gandhie bertitah: “Gawe Maiyah on the Sky, ben ra ngengleng.”
Beberapa waktu kemudian, Gandhie menyambungkan saya dengan teman di Cirebon; ”Kemaren Yai Tohar bilang di Cirebon ada pengelolaan sampah, Trek. Jajal kowe neng Cirebon, jare bab sampah daur ulang kae opo. Ketemu Dani”. Saya hanya manut, dan berangkat.
Sekian banyak orderan orderan itu tidak membuat saya kapok, dan menikmati. Banyak lagi berbagai acara seperti konser Numerapi, Teater Nabi Darurat Rosul Adhoc, Jazz 7 Langit, dan Wali Raja, hingga berbagai momen lain yang masih terus teringat di benak saya.
Dan yang terakhir, yang masih dalam proses sampai hari ini, Gandhie meminta saya melakukan beberapa hal terkait Kenduri Cinta; “Intelektual property-nya KC urusen, Trek. Ke HAKI atau lembaga lainnya.”
Gandh, iki jek tak proses. Kamu malah gasik baline….