CakNun.com

Menentang Gandhie

Amien Subhan
Waktu baca ± 3 menit

Gandhie itu mesti ditentang. Ya.. kalau teman-temen yang sudah pernah bersentuhan, berinteraksi mengenai urusan apapun, baik itu urusan yang teknis praktis maupun yang strategis dengan Gandhie, tentu tahu maksud pernyataan saya ini. Ya, Tapi justru sebaliknya kebanyakan akan memilih manut Kakak Gandhie saja. Mengapa demikian?

Sebut saja laboratorium Kenduri Cinta,  itu yang dikenalkan Gandhie mengenai ‘Dapur Kenduri Cinta’. Tentu banyak orang yang terlibat di Dapur KC ini. Dari berbagai latar belakang profesi. Karyawan swasta, PNS, pedagang, pengacara, dosen dan lainya. Sedang saya dan Gandhie background-nya IT. Bedanya, Gandhie sangat mahir dan update dengan berbagai macam teknologi dan dengan seabreg sertifikasi di bidang IT dan manajemennya. Sedangkan saya ala kadarnya, sebatas teknikal programer ERP biasa. Karena itu, tentu di laboratorium Kenduri Cinta ini saya banyak belajar dari Gandhie mengenai Teknologi Informasi.

Lugas, tegas, jelas dan presisi itulah gambaran setiap omongan Gandhie. Pada saat saya berada pada titik terendah semangat hidup, Gandhie cuma bilang ‘Urip yo acen ngono, kudu dilakoni’. Hidup ya memang seperti itu, harus dijalani. Tentu intonasinya kadang terkesan menyepelekan, tapi justru jadi menancap. Setiap keruwetan masalah menjadi terasa mudah. Saya sudah menikah saat pertama kenal Gandhie, tapi justru kalau saya ada masalah di rumah tangga, solusi darinya tidak pernah gagal jika digunakan.

Kembali soal profesi, saya pernah menyampaikan ke Gandhie kalau saya merasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan sebagai programer di perusahaan Konsultan IT tempat saya bernaung. Masalahnya karena keterbatasan dan logika berpikir saya yang tidak cukup untuk mengejar kemajuan IT. Sementara pekerjaan sebagai programer sudah pasti lekat dan bagian dari IT yang harus saya kuasai.

Banyak pekerjaan implementasi sistem dan projek-projek pengembangan sistem yang ketika saya obrolkan dengan Gandhie, justru solusi datang darinya. Tentu bukan di detail pekerjaan teknisnya, tapi lebih ke bagaimana cara berinteraksi dengan client/costumer/user sebagai manusia yang sedang bersama-sama membangun sistem atau menyelesaikan masalah pada sistem Informasi.

Menurutnya dan saya sangat setuju, bahwa pada dasarnya Teknologi Informasi itu soal bagaimana interaksi antar manusianya dalam menyimpan, memelihara, memproses dan mendapatkan data, sehingga data bisa menjadi informasi yang bermakna dan tepat guna. Sedangkan sistem komputer, internet dan peralatan digital lainya hanya sebatas perangkat, alat bantu. Jika interaksi manusianya tidak beres, IT tentu sama sekali tidak berguna bagi orang-orang yang menggunakannya.

Dok. pribadi

Selain expert di hal teknis teknologi, Gandhie juga menguasai manajemen. Sehingga patut karier terakhirnya terus meningkat hingga berada pada level strategis di sebuah perusahan Multi Nasioal, dia menjadi seorang Head IT Department. Kepandaiannya bercakap dan menulis menggunakan bahasa Inggris, mempermudah dalam karier manajerialnya. Pada bagian ini sangat menginspirasi saya, walaupun kemungkinannya sangat kecil bagi saya untuk dapat berada pada posisi semacam itu. Jelas karena keterbatasan kapasitas saya soal manajerial saya menjadikan ini sebagai cita-cita saja. Mawas dirilah saya, bahkan saya sempat menyerah ke Gandhie sebatas ditugasi untuk memanage digital, dokumentasi dan literasi Kenduri Cinta. ‘Cen wis neyeng (berkarat)’, begitu Gandhie menyindir saya, dan saya membenarakan bahwa saat itu saya pada kondisi itu. Tapi nyatanya, Gandhie tidak pernah bosan untuk terus mengasah kemampuan itu walaupun saya akui progress saya sangat lambat.

Tidak juga soal manajerial dan komunikasi antar personal, Gandhie juga meng-guide saya soal public speaking. Tentu teman-teman Kenduri Cinta tahu bagaimana terbata-batanya saya kalau bicara di panggung. Saya sering menyerah, tapi Gandhie dan teman-teman Kenduri Cinta justru selalu memberikan saya kesempatan untuk itu. Bahkan Gandhie sampai memberikan cara praktisnya, ‘Gaweo pointer sing arep mbok omongke. Nek masih gagal, tulisen kata-per-kata terus apalke, maca ning panggung ya ra popo.’…. Iya Gandh, ku coba.

Terakhir bersama Gandhie, pulang dari Kenduri Cinta. Seperti biasa, saya dan Mas Pram nebeng ke bogor turun di jalan baru atau pertigaan Yasmin, sepulang Reboan atau Kenduri Cinta bulanan. Menggunakan Pajero putih miliknya yang juga sering digunakan sebagai mobilitas transportasi Mbah Nun kalau sedang di Jakarta. Gandhie supir yang andal dan bawaanya nyaman kalau kita duduk sebagai penumpang. Kencang tapi tetap tenang.

Kenyamanan perjalanan itu kini jadi kenangan kita Gandh. Perjalananmu sudah tiba di keabadian, Gandh, kami yang kamu tinggalkan masih harus tertatih melanjutkan kehidupan, pasti entah kapan akan menyusul. Semoga kelak bersama para pendahulu kita bisa kembali Maiyahan.

Bogor, 18 Oktober 2024

Lainnya

Membawa Maiyah ke Sekolah

Semakin hari, semakin saya nikmati profesi baru saya sebagai tenaga pengajar.

Muhammadona Setiawan
Muhammadona S.

Topik