CakNun.com

Mas Ghandhie, Utang Rasa Kami Selamanya

Muhammadona Setiawan
Waktu baca ± 3 menit

Setelah melalui lika-liku yang pelik, dan perjuangan panjang, akhirnya Tuhan izinkan saya menikah pada 2017. Persis di usia menjelang 30 tahun. Apa ada pernikahan yang tidak membutuhkan perjuangan? Rasa-rasanya tidak ada! Setiap orang yang ingin menikah pasti punya episode struggle masing-masing. Tak terkecuali saya.

Singkat cerita, selang tiga bulan menikah, sang istri hamil. Rasanya campur aduk. Segala yang serba pertama pasti excited. Juga gugup, kikuk, dan tak jarang bikin geli sendiri. Lebih banyak senengnya sih. Dan waktu cepat nian berlalu. Tahu-tahu, usia kandungan istri saya telah memasuki delapan bulan.

Sesuai nazar, dan cita-cita, kami sangat ingin dihadiahi nama oleh Mbah Nun untuk anak pertama kami nanti. Pada Agustus 2018, saya dan istri bertolak ke Kasihan, Bantul, untuk menghadiri Majelis Pitulasan Mocopat Syafaat. Bersilaturahmi dengan Simbah sekaligus sinau bareng.

Gayung bersambut. Sepertinya segala hal dimudahkan-Nya. Tatkala Simbah rawuh di lokasi, kami sempat menyalami dan mencium pipi beliau. Seraya menyampaikan niat tulus kami. Tak lupa, Mbah Nun merapal doa kemudian mengelus-elus lembut perut besar istri saya. Indah sekali malam itu.

Sebuah bingkisan kecil, saya titipkan ke Mas Alay. Kemudian beliau bilang,

“Mas, terimakasih bingkisannya. Soal hadiah nama bayi dari Simbah, nanti sampeyan hubungi Mas Gandhie aja ya. Nanti tak kasih nomornya.”

“Siap mas!” Jawab saya singkat.

***

Beberapa hari kemudian, saya mengirim pesan singkat ke Mas Gandhie. Intinya, saya sampaikan kalau istri saya sebentar lagi mau operasi lahiran. Mas Gandhie pun menyambut baik niatan kami, sembari mendoakan agar proses persalinannya lancar. Beliau juga meminta untuk dikirimi beberapa keterangan ketika si jabang bayi nanti lahir.

Hari yang mendebarkan itu tiba. Selepas isya, pada Sabtu, 1 September 2018, bayi mungil laki-laki itu lahir. Dengan bobot 2,5 Kg. Airmata ini menggenang. Tumpah. Pecah. Tak bisa berkata apa-apa. Hanya sujud, dan rasa syukur yang terus menyeruak dalam lubuk hati. Alhamdulillah, saya sah menjadi seorang ayah.

Kabar membahagiakan itu segera saya teruskan ke Mas Gandhie.

“Mas Gandhie, Alhamdulillah anak kami sudah lahir.”

“Selamat mas. Tolong kirimi tanggal, hari lahir, dan jenis kelamin si bayi. Sama nama lengkap kedua orang tua ya, mas.” Balas Mas Gandhie

“Baik, mas.”

***

Dua atau tiga hari berikutnya, sebuah pesan masuk dari Mas Gandhie. Saya gugup membukanya. Di layar ponsel tertera selarik nama : KUMUDANI YASSARALLAH (Jawa – Arab), artinya nama yang terpuji, dan hidupnya dimudahkan oleh Allah. MasyaAllah. Tabarakallah. Rasa apresiasi serta terimakasih yang sebesarnya, saya haturkan ke Mas Gandhie, dan tentu saja kepada Mbah Nun.

Tak ayal, relasi antara Mbah Nun dengan Mas Gandhie sangatlah dekat. Itu yang membuat Mas Gandhie semacam dipasrahi tugas khusus. Salah satunya yakni melayani dan mengakomodasi para jamaah Maiyah yang menginginkan hadiah nama dari Simbah untuk putra-putri mereka. Mas Gandhie juga bertugas mencatat-mengarsip-mendokumentasikan nama-nama bayi yang telah diberikan oleh Mbah Nun, agar tidak tertukar, atau double, atau tumpang tindih.

Jelas itu bukan pekerjaan mudah. Butuh ketelatenan, disiplin, dan konsistensi. Dan memang Mas Gandhie yang proper untuk menjalankan jobdesk tersebut.

***

Hadiah nama pemberian Simbah, lantas saya ceritakan ke istri. Dia hanya mengangguk terharu. Tanda setuju. Iya, sejak mengandung hingga persalinan, kami selalu diberi kemudahan demi kemudahan oleh Allah Swt. Dan rasanya nama itu sangat pas untuk buah hati kami tercinta. Fa inna ma’al-‘usri yusran. Inna ma’al-‘usri yusran. Sejak saat itu, Al-Insyirah seperti menjadi surah favorit bagi saya. Semacam ijazah yang diberikan Simbah untuk keluarga kecil kami.

Hidup memang misteri. Sepanjang garis waktu, saya belum pernah sekali pun bertemu atau bertatap muka langsung dengan Mas Gandhie. Praktis, kami hanya berkomunikasi lewat chat WA. Tidak lebih. Dan sependek yang saya tahu, beliau tinggal di Jakarta, dan menjadi penggiat aktif Kenduri Cinta. Sampai akhirnya, pagi tadi (14/10) tersiar kabar duka. Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Mas Gandhie berpulang. Orang baik, telaten, yang mendedikasikan hidupnya untuk setia melayani, kini telah kembali ke pangkuan Sang Ilahi. Pemilik sejati semua makhluk.

Selamat jalan, Mas Gandhie. Utang rasa kami selamanya. Selamat berkenduri dengan Sang Maha Cinta, bersama para kekasih dan kinasih-Nya. Al-Fatihah.

Gemolong, Sragen, 14 Oktober 2024

Lainnya

Mbah Nun 1996

Mbah Nun 1996

“Okay siap-siap, mari ngene tak susul,” pesan balasan WA Mbah Nun masuk.

Jamal Jufree Ahmad
Jamal Jufree