Maiyahan sebagai Ikhtiar Untuk Mengharukan Allah
Pada masa lampau, Indonesia pernah memiliki era dimana politisi adalah intelektual dan intelektual adalah politisi. Kita membayangkan dan berharap kembali terwujud Indonesia yang seperti itu.
Berganti ke Prof. Premana Premadi, sebagai seorang Astronom tentu saja akan menyampaikan informasi sesuai dengan latar belakang ilmu dan pendidikannya. ”Galaksi, singkatnya adalah kumpulan dari banyak sekali bintang, yang diantaranya adalah Galaksi Bima Sakti tempat kita tinggal saat ini yang disebut orang barat sebagai Milky Way, yang berisi ratusan milyar bintang,” Prof. Nana mengawali.
”Sementara, di otak kita, ada juga ratusan milyar neuron sel syaraf. Jumlah sel syaraf yang ada di kepala kita jumlahnya berlipat-lipat dari jumlah manusia yang hidup di bumi,” lanjut Prof. Nana.
”Seringkali saya bertanya begini: Tuhan itu Maha Kuasa sekali, mau besok matahari terbenam kemudian tidak diterbitkan kembali, sangat bisa dilakukan oleh Tuhan, tetapi kenapa tidak dilakukan. Kenapa semesta bergerak mengikuti aturan-aturan yang jelas dari Tuhan?” Prof. Nana melanjutkan.
Menurut Prof. Nana, tidak ada satu bintang pun yang melanggar aturan main yang sudah ditetapkan di alam semesta. Mereka beredar sesuai dengan porosnya. Bahkan, untuk Gerhana Matahari misalnya, kita bisa menghitungnya hingga sangat detail, kapan akan terjadi, berapa lama, hingga menit dan detiknya. Kita bisa melakukan perhitungan itu karena semua sudah teratur. Hipotesa Prof. Nana, Tuhan ingin apa yang sudah Tuhan kasih kepada manusia itu agar diberdayakan.
Jika semesta ini berjalan atas kemauan masing-masing dirinya sendiri dari setiap bintang, maka untuk apa kita hidup? Atas kemurahan hati Tuhan itu, sudah semestinya kita memanfaatkan dan memberdayakan anugerah Tuhan itu agar melebihi rasio. Ada rasa welas asih yang seharusnya selalu menjadi landasan dalam manusia berfikir dan berlaku. Hewan saja memiliki rasa welas asih itu. Terhadap keturunannya, hewan akan berusaha untuk menjamin agar ia bisa hidup dengan layak, hingga akhirnya saat dewasa ia mampu hidup secara mandiri.
”Indonesia ini adalah salah satu negara yang keanekaragamannya juara. Sudahlah negara kepulauan, lebih banyak airnya dari daratannya. Orangnya macem-macem. Bukan hanya adat istiadat yang beragam, tetapi juga cara pandang yang beragam. Pertanyaannya adalah, kok bisa Indonesia dengan penuh keanekaragaman ini mampu bertahan untuk terus bersatu? Apa resepnya?” lanjut Prof. Nana.
”Tidak ada satupun di alam semesta ini yang diam, dan juga tidak ada satupun di alam semesta ini yang kekal”, Prof. Nana melanjutkan. Matahari sebagai sebuah bintang baru ada sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu, sebelumnya tidak ada. Bumi kita baru sekitar 4,4 milyar ada. Tidak muncul dari awal. Suatu hari, Matahari sudah akan berhenti karena sudah selesai masa tugasnya. Sebagai sumber energi Bumi, suatu hari Matahari akan hilang. Di dunia astronomi, ada bintang yang mati, ada bintang yang meledak, itu adalah hal yang biasa. Semesta sebagai sesuatu yang bekerja secara alami, ada kejadian yang letaknya jauh, tidak apa-apa. Matahari jika suatu hari selesai masa tugasnya, semesta tidak akan terpengaruh sama sekali, kita yang justru pusing karena sumber energi kita hilang.
Semesta ini punya cara untuk berjalan. Tetapi manusia memberi makna atas itu semua, karena ia butuh untuk memaknai. Manusia harus menyadari bahwa dirinya memiliki konsekuensi terhadap alam semesta yang berjalan ini. Manusia harus terus mencari jawaban atas pertanyaan: Apa konsekuensi saya terhadap alam semesta ini?