CakNun.com

Maiyahan sebagai Ikhtiar Untuk Mengharukan Allah

Catatan Kenduri Cinta edisi Februari 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 11 menit
Dok. Kenduri Cinta

Akhir-akhir ini banyak kita temui “pemuja berhala” yang baru terbangun dari tidurnya, baru sadar atas kelalaiannya, baru meyadari kebodohannya. Mereka yang dulu mengolok-olok, membully, menghina Cak Nun, kini beramai-ramai meminta maaf atas perbuatannya. Namun sebenarnya, tersadarnya mereka hanya karena berhala yang dipuja itu tidak lagi berjalan atas keinginan mereka saat ini. Andaikan berhala yang dipuja-puja itu menguntungkan dirinya dan kelompoknya, tetap saja kita harus memiliki kesadaran bahwa mereka akan semakin memuja-muja berhala itu.

Pada akhirnya, ini memang bukan soal tentang siapa yang berkuasa, bukan tentang siapa yang menguntungkan dan diuntungkan. Pada setiap keinginan manusia yang tidak terwujud, akan ada kambing hitam untuk disalahkan. Pada kepentingan yang tidak terakomodir, harus ditemukan pihak yang disalahkan. Hingga akhirnya kita semua tersadar bahwa sebagai rakyat, kita hanya dianggap sebagai pelengkap penderita.

Berjuang Mengharukan Allah

“Mengharukan orang tua saja kita belum pernah, kok mau bercita-cita mengharukan Allah?”, sebuah kalimat yang satir muncul di sesi mukadimah Kenduri Cinta edisi Februari kemarin. Bagaimana sebenarnya konsep membuat Allah itu terharu? Atas dasar apa sehingga Allah akan terharu kepada kita? Atas perilaku kita yang mana yang membuat Allah terharu kepada kita? Maka, sebelum terlalu jauh citca-cita itu, penggiat Kenduri Cinta mengajak untuk lebih dekat dahulu dengan sekitar kita, bagaimana caranya agar kita mampu membuat orang tua kita terharu.

Karena terkadang, hal yang sifatnya mendasar dan sangat dekat justru yang terlupakan. Kita selalu berusaha membincangkan hal-hal yang besar, sementara hal-hal yang sederhana di sekitar kita justru terlupakan.

Pada satu kisah sufi lawas, ada pelacur yang berkorban mengambil air dengan sepatunya di dasar sebuah sumur untuk kemudian air itu ia berikan kepada seekor anjing yang sedang kehausan. Sebuah peristiwa yang mengharukan bagi Allah, hingga akhirnya si pelacur itu dijamin surganya oleh Allah. Kita bisa melihat bahwa peristiwa mengharukan Allah itu juga tidak serta merta harus selalu pada peristiwa yang seluruhnya baik-baik saja. Dari peristiwa pelcur dan anjing itu saja kita bisa melihat ada hal yang kita anggap negatif justru menghasilkan sesuatu yang positif.

Semakin modern manusia, semakin jauh justru manusia untuk mampu menemukan secara detail mengai hal-hal kecil yang sebenarnya mampu mengharukan Allah. Seolah-olah, standar untuk membuat Allah terharu adalah sebuah standar yang terus meningkat dan semakin sulit dicapai. Padahal, ada banyak hal-hal sederhana dalam kehidupan kita dan di sekitar kita bahwa sesuatu yang kita lakukan mampu membuat Allah terharu.

Maiyahan yang rutin kita selenggarakan setiap bulan ini adalah satu proses dimana kita beriktiar untuk mewujudkan rasa haru dari Allah kepada kita. Sebuah pilihan yang tidak sulit sebenarnya jika kita memilih untuk istirahat di rumah, rehat dari kesibukan, menikmati sajian televisi, bahkan tidur nyenyak. Tetapi, kita memilih untuk datang ke Taman Ismail Marzuki untuk Maiyahan. Beberapa orang tua bahkan mengajak serta anak-anaknya untuk Maiyahan. Tentu tidak terlalu berlebihan jika kemudian kita sedikit GR bahwa Allah sudah terharu dengan apa yang kita lakukan selama ini di Maiyahan.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Exit mobile version