Kenduri Cinta, Meriah di Awal Tahun 2024
“Saya membayangkan bahwa dalam debat Calon Presiden itu ada guyon-guyonnya. Kan asyik tuh. Maksudnya, ada suasana berbeda dalam kompetisi. Kompetisi itu tidak harus saling menjatuhkan. Kompetisi tidak harus saling menjelekkan. Kompetisii bisa tidak menertawakan satu sama lain, tetapi tertawa bersama-sama”, lanjut Sabrang.
“Nah, kalau akhirnya tidak ada kandidat yang datang ke Kenduri Cinta, mari kita tertawakan bersama-sama. Tapi minimal harapan saya, ini pasti tidak mungkin dari ketiga kandidat itu tidak mengirim mata-matanya kesini. Tidak mungkin. Pasti ada yang menonton, kemudian menyimak apa yang akan dibicarakan di forum ini”, ungkap Sabrang.
“Pemilihan Umum ini adalah sebuah permainan yang memang harus kita lakukan. Hidup itu senda gurau, hidup itu permainan tapi kita harus sungguh-sungguh melakukan. Sungguh-sungguh melakukan, jangan lupa ketawa juga. Serius itu harus gak boleh ketawa loh, betul gak? Anda kalau sama bosmu yang tegas, lurus, tapi juga gampang tersenyum kan lebih dekat. Karena ada koneksi manusianya, ada koneksi tertawanya, dan seterusnya. Mari kita tertawakan ini semua dalam tanda petik, menertawakan sebagai berpelukan. Bukan menertawakan sebagai merendahkan”, pungkas Sabrang.
Bergabung di Kenduri Cinta malam itu juga Ismail Fahmi, founder dari Drone Emprit. Sebuah tools yang selalu ia gunakan untuk menganalisa percakapan di media sosial, dan cukup sering ia merilis hasil analisa keriuhan percakapan di media sosial, tentang sesuatu hal yang sedang menjadi trending topic.
“Drone Emprit itu awalnya, ketika saya kuliah di Belanda, saya belajar komputasi linguistik. Setelah saya kembali ke Indonesia, saya ingin menciptakan sebuah alat yang bisa memahami percakapan di media sosial. Saya ingin alat itu bisa memetakan sentiment positif maupun negatif dari sebuah percakapan”, Ismail Fahmi sedikit memperkenalkan awal mula ia menciptakan Drone Emprit di tahun 2016.
Dijelaskan oleh Ismail Fahmi, memang saat ini media sosial begitu banyak bot-bot atau akun-akun anonim yang digerakkan oleh robot. Ternyata, mobilisasi akun-akun di media sosial itu cukup efektif untuk menggiring opini di media sosial. Dan ternyata, pengerahan massa di media sosial pun sangat efektif untuk mempengaruhi sebaran informasi itu. “Saya enggak tahu apakah ini akan nyambung dengan hasil survey dan juga elektabilitas”, lanjut Ismail Fahmi.
Ada satu case yang dijadikan contoh bagi Ismail Fahmi, ketika salah satu anaknya mendapatkan sebuah informasi di TikTok, yang setelah ditelusuri itu adalah informasi lama dan ternyata adalah sebuah hoax. “Saya berfikir, kenapa bisa begitu? Informasi sudah jelas salah, dan sudah disebar di salah satu platform, ternyata di platform lain tidak tersebar. Karena tidak ada informasi pembanding, karena di situ informasi yang salah dibombardir terus-menerus, sehingga orang tidak bisa melihat. Ke kiri, ke kanan, ke depan, informasinya salah semua”, lanjut Ismail Fahmi.
Di UK, di Oxford University, setiap tahun merilis laporan cyber trrop and computational propaganda. Jadi, memang ada sebuah alat yang mampu mengelola ribuan akun di media sosial untuk kemudian dikerahkan menggiring opini di media sosial. Maka tidak heran jika kita saat scroll timeline di X misalnya, trending topic-nya selalu berubah hampir setiap jam.
Case lain yang dijadikan contoh oleh Ismail Fahmi, saat pandemic Covid 19 tahun lalu, Bapaknya mendapat kiriman video yang sudah diteruskan berkali-kali di WhatasApp. Sebuah video yang menginformasikan bahwa covid itu sebenarnya tidak ada. Yang dilakukan oleh Ismail Fahmi adalah ia mencoba tidak menjadi dirinya, namun menjadi orang awam yang baru menonton video tersebut. Yang terjadi kemudian adalah, di alam pikirannya ketika daya kritis itu dihilangkan, ia merasa percaya dengan propaganda di video itu bahwa covid itu tidak ada. Baginya, itu adalah sesuatu yang mengerikan. Sebuah video dipotong-potong, mampu memanipulasi pikiran, yang kemudian orang yang menonton video itu menjadi percaya atas informasi yang disampaikan melalui video itu. Hal yang sama sangat banyak terjadi akhir-akhir ini. Begitu banyak konten video dengan tema politik yang tujuannya untuk mempengaruhi publik yang mengakses media sosial.
“Jadi saya merasa akhirnya, betapa manusia itu bisa sangat lemah di depan informasi yang ada di internet ini. Ketika dia tidak punya daya kritis, dan untuk mau memiliki daya kritis kita butuh niat dan kekuatan yang luar biasa besar. Kalau tidak, ya sudah, jadi bot itu tadi”, pungkas Ismail Fahmi.
Sabrang kemudian merespons paparan Ismail Fahmi tadi. “Yang tidak mudah dipengaruhi adalah orang yang kritis. Jadi mungkin Anda (jamaah KC) dianggap cukup kritis mungkin oleh para Capres, sehingga Anda dianggap tidak efektif secara finansial bagi mereka untuk datang kesini. Dari tadi kita mengumpulkan teori ya, belum ada yang benar, belum ada yang salah. Nyambungnya itu tadi, Simbah mengajak kita berpikir kritis untuk berdaulat”, ungkap Sabrang.
Forum Kenduri Cinta ini sudah berlangsung selama 24 tahun. Secara swadaya, tanpa sponsor, tanpa harus meminta dana CSR ke perusahaan-perusahaan besar. Kita semua yang datang ke Kenduri Cinta juga datang atas kemauan sendiri, membawa bekal sendiri. Bahkan ada yang mengajak serta anak-anaknya yang masih balita. Forum rakyat yang ala kadarnya. Namun kita disini sanggup bermesraan satu sama lain.
Bersambung…