CakNun.com

Kemerosotan Ekonomi Amerika Serikat: Refleksi Dua Begawan Ekonomi non-Mainstream Terhadap Kejumudan Demokrasi Global

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 12 menit

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan peristiwa mengejutkan yang terjadi di panggung ekonomi global, khususnya di Amerika Serikat. Dua begawan ekonomi non-mainstream, yang terkenal dengan pandangan kritis mereka terhadap dinamika ekonomi, memberikan testimoni menarik terkait kemerosotan ekonomi Amerika Serikat. Ironisnya, testimoni mereka secara tidak sengaja membuka tabir dan memberikan pemahaman mendalam tentang akar masalah kejumudan demokrasi yang melanda berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dua begawan ekonomi ini, yang memiliki pandangan di luar mainstream, menyoroti kemerosotan ekonomi Amerika Serikat akhir-akhir ini. Mereka membahas penurunan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, dan ketidakseimbangan yang semakin nyata antara kelas ekonomi. Dalam analisis mereka, mereka merinci faktor-faktor seperti kebijakan fiskal, sektor keuangan yang tidak stabil, dan dampak globalisasi yang memperburuk ketidaksetaraan.

Dalam menjelaskan kemerosotan ekonomi Amerika Serikat, dua begawan ekonomi ini tidak hanya membatasi diri pada aspek ekonomi semata. Mereka secara tidak sengaja mengungkap akar masalah yang lebih dalam, yaitu kejumudan demokrasi. Menurut mereka, sistem demokrasi yang seharusnya menjadi pilar kemajuan malah menjadi batu sandungan. Dominasi kepentingan korporasi, politikus yang terjebak dalam lingkaran elit, dan ketidakmampuan sistem untuk merespons kebutuhan rakyat menjadi pemicu kejumudan demokrasi.

Testimoni dua begawan ekonomi ini tidak hanya relevan untuk Amerika Serikat, namun juga menciptakan paralel yang mencengangkan dengan kondisi Indonesia. Meskipun kedua negara memiliki konteks sejarah, budaya, dan ekonomi yang berbeda, akar masalah yang diungkap oleh para ahli ini menggambarkan bahwa kejumudan demokrasi adalah fenomena global yang melibatkan banyak negara.

Dalam menghadapi kemerosotan ekonomi dan kejumudan demokrasi, testimoni dua begawan ekonomi ini menyiratkan perlunya tindakan yang lebih proaktif. Mereka mendorong reformasi kebijakan ekonomi yang lebih inklusif, pengawasan terhadap kekuatan korporasi, dan perubahan mendalam dalam sistem politik untuk mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. Solusi ini bukan hanya relevan untuk Amerika Serikat dan Indonesia, tetapi juga dapat diadaptasi oleh negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa.

Oligarki, meskipun jarang dibahas secara rinci, merupakan entitas yang memiliki peran krusial dalam merusak fungsi demokrasi dan menciptakan ketidakadilan ekonomi. Terkait hal ini, testimoni tersebut menawarkan wawasan menarik, menguraikan mekanisme kerja oligarki dengan menggunakan logika ekonomi Marxian. Secara mendalam bagaimana oligarki menciptakan ketidakadilan ekonomi yang menjadi indikator kegagalan demokrasi.

Oligarki dapat didefinisikan sebagai penguasaan kekuatan oleh sekelompok kecil individu atau entitas yang memegang kendali atas keputusan politik, ekonomi, dan sosial. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk kebijakan dan mengarahkan arus kekayaan. Dalam sejarah, oligarki seringkali terkait dengan penyebaran ketidakadilan ekonomi dan pengabaian prinsip demokrasi.

Testimoni tersebut menyoroti penggunaan logika ekonomi Marxian untuk menjelaskan modus operandi oligarki. Pemikiran ini menekankan pada peran kelas ekonomi dan konflik antara kelas pemilik modal dan pekerja. Oligarki, dalam konteks ini, dilihat sebagai kelompok yang mengamankan kekayaan mereka melalui eksploitasi ekonomi yang merugikan mayoritas.

Oligarki bekerja dengan menciptakan ketidakadilan ekonomi yang makin lebar, yang pada gilirannya menjadi indikator utama kegagalan demokrasi. Mereka menggunakan kekuatan politik dan ekonomi mereka untuk mempengaruhi kebijakan yang mendukung akumulasi kekayaan mereka sendiri, seringkali melalui kebijakan fiskal yang mendukung elit ekonomi dan melibatkan praktik-praktik yang merugikan kelas pekerja.

Oligarki juga memanfaatkan dominasinya dalam ranah politik. Mereka mendukung calon-calon yang bersahabat dengan kepentingan mereka, menciptakan lingkungan politik yang mendukung pertumbuhan dan pemeliharaan kekayaan mereka. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas demokrasi, di mana keputusan politik didorong oleh kepentingan finansial dan kekuasaan oligarki, bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Bagaimana kita bisa merespons dominasi oligarki? Perlawanan dan reformasi menjadi kunci untuk mengembalikan demokrasi yang sehat. Reformasi kebijakan ekonomi yang mengurangi ketidakadilan dan mengembalikan kontrol kebijakan kepada masyarakat umum dapat menjadi langkah awal. Selain itu, perlawanan dari masyarakat sipil dan advokasi untuk transparansi politik dapat membantu menghadapi pengaruh berlebihan dari oligarki.

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:
Exit mobile version