CakNun.com

Kemerosotan Ekonomi Amerika Serikat: Refleksi Dua Begawan Ekonomi non-Mainstream Terhadap Kejumudan Demokrasi Global

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 12 menit

Pandangan yang menyoroti kesenjangan ekonomi yang muncul dari perbedaan pendekatan kekayaan. Sementara sebagian orang bisa mencapai kekayaan dengan “tiduran,” orang lain di perusahaan yang sama harus bekerja keras untuk mempertahankan atau meningkatkan profit perusahaan. Hal ini memicu pertanyaan etis dan sosial tentang keadilan dalam distribusi kekayaan dan tanggung jawab sosial perusahaan.

Dalam menghadapi paradoks ini, mungkin diperlukan pertimbangan tentang cara membangun sistem ekonomi yang lebih inklusif dan seimbang. Kesadaran akan dampak sosial dari investasi dan tindakan perusahaan bisa menjadi langkah awal untuk merancang model ekonomi yang tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga mendukung kesejahteraan seluruh ekosistem ekonomi.

Model baru yang dikenal sebagai kapitalisme finansial telah mengubah lanskap ekonomi global. Transaksi di pasar saham, yang tersebar di seluruh dunia, kini mendominasi kegiatan ekonomi. Berbeda dengan kapitalisme tradisional yang terkait dengan pemenuhan barang dan jasa, kapitalisme finansial lebih fokus pada penciptaan keuntungan melalui pertumbuhan aset, seperti kenaikan nilai properti atau pertumbuhan nilai saham perusahaan. Membandingkan kapitalisme finansial dengan dua fase sebelumnya dalam sejarah kapitalisme: kapitalisme era feodal dan kapitalisme industri.

Dalam kapitalisme finansial, fokus utama adalah mencetak keuntungan melalui pertumbuhan aset, bukan hanya dari pendapatan langsung. Pemilik saham atau aset dapat menjadi lebih kaya karena nilai properti dan saham perusahaan yang mereka miliki terus bertumbuh. Model ini menciptakan ekonomi yang terpusat pada pasar saham global.

Dalam kapitalisme era feodal, penguasaan lahan oleh para landlord dilakukan melalui peperangan. Bangsa yang kalah perang kehilangan tanahnya, dan tanah tersebut kemudian disewakan kepada para petani. Proses ini menciptakan hierarki sosial dan ekonomi yang kuat, di mana para landlord menjadi pemegang kekuasaan utama.

Kapitalisme industri, pada tahap awalnya, melibatkan eksploitasi bahan baku dari negara-negara jajahan. Industri manufaktur negara penjajah mematikan kegiatan produksi di negara jajahan, menjadikan warga jajahan sebagai buruh pabrik berupah rendah. Model ini menciptakan ketergantungan terhadap barang-barang hasil industri manufaktur negara penjajahan.

Meskipun ketiga fase kapitalisme ini memiliki perbedaan signifikan, terdapat paralel dalam mekanisme penguasaan dan eksploitasi. Pada dasarnya, kapitalisme selalu melibatkan dominasi dan pengelolaan sumber daya untuk mencapai keuntungan ekonomi.

Pemahaman tentang sejarah kapitalisme dapat memberikan wawasan tentang dinamika kapitalisme kontemporer. Kapitalisme finansial, dengan fokusnya pada pertumbuhan aset, menciptakan tantangan dan ketidaksetaraan baru. Bagaimana kita meresponsnya sebagai masyarakat dan sebagai bagian dari sistem ekonomi global menjadi pertanyaan krusial.

Financial capitalism, dengan dua pilar utamanya, bank sentral dan pasar saham, telah menciptakan ekosistem ekonomi global yang kompleks. Namun, di balik kemegahan tersebut, terdapat modus kejahatan yang sepenuhnya dikuasai oleh dinamika politik, menjauh dari prinsip-prinsip ilmu ekonomi yang diajarkan di kampus-kampus top. Modus kejahatan yang tersembunyi di balik financial capitalism, dengan penekanan pada pengaruh politik dan perbedaan antara pengalaman langsung dan pendidikan formal dalam memahami fenomena ini.

Bank sentral dan pasar saham merupakan pilar utama financial capitalism. Kedua entitas ini, yang seharusnya berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi, sering kali menjadi pusat modus kejahatan yang tidak terungkap.

Penting untuk diakui bahwa modus operandi financial capitalism lebih banyak dikendalikan oleh faktor politik daripada prinsip-prinsip ilmu ekonomi yang diajarkan. Keputusan dan kebijakan yang diambil oleh lembaga-lembaga seperti bank sentral seringkali dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu, yang dapat menciptakan kesenjangan dan ketidaksetaraan ekonomi.

Pemahaman modus operandi financial capitalism seringkali tidak sejalan dengan pengajaran di kampus-kampus ekonomi. Banyak pakar ekonomi, termasuk Michael Hudson dan Richard Wolff, yang memiliki pengalaman langsung di dunia keuangan, menyatakan bahwa pemahaman mendalam tentang praktik-praktik ini lebih dapat diperoleh melalui pengalaman langsung daripada pendidikan formal di kampus.

Politik tidak hanya mempengaruhi kebijakan di tingkat nasional tetapi juga pada skala global, terutama melalui lembaga-lembaga internasional. Kekuatan politik memainkan peran penting dalam menentukan kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan moneter, fiskal, dan regulasi keuangan.

Kritik terhadap keterpisahan antara teori dan praktek dalam ilmu ekonomi membuka pintu untuk refleksi lebih lanjut tentang bagaimana pendidikan ekonomi dapat lebih memasukkan realitas ke dalam kurikulumnya. Pengalaman langsung di lapangan mungkin memberikan perspektif yang lebih holistik dan kontekstual.

Kebijakan quantitative easing (QE) atau pencetakan uang dalam jumlah besar untuk kemudian digelontorkan melalui pinjaman dengan tingkat bunga rendah telah menjadi alat utama dalam merespon krisis ekonomi. Namun, implementasi QE seringkali menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya mendapat manfaat dari kebijakan ini. Artikel ini akan mengulas bagaimana QE kadang-kadang diarahkan kepada pihak-pihak tertentu, terutama yang memiliki hubungan khusus dengan penguasa, dan bagaimana hal ini menciptakan kesenjangan ekonomi.

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:
Exit mobile version