CakNun.com

Kemerosotan Ekonomi Amerika Serikat: Refleksi Dua Begawan Ekonomi non-Mainstream Terhadap Kejumudan Demokrasi Global

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 12 menit

Kapitalisme modern awalnya terfokus pada inovasi dan kemajuan teknologi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan berjalannya waktu, terjadi pergeseran signifikan. Saat ini, keuntungan yang paling dikejar bukan lagi berasal dari produksi barang dengan efisiensi teknologi, melainkan dari memanfaatkan mekanisme economic rent.

Bisnis yang dianggap paling menguntungkan saat ini tidak lagi terpusat pada produksi barang, melainkan pada penggunaan uang pinjaman dari bank. Pengusaha menggunakan modal tersebut untuk membeli aset properti atau saham perusahaan yang dianggap prospektif. Keuntungan yang dihasilkan lebih bersifat spekulatif, terkait dengan kenaikan nilai aset daripada efisiensi produksi.

Economic rent, atau pendapatan yang diterima tanpa kontribusi nyata pada produksi atau inovasi, menjadi akar masalah ketidakadilan ekonomi saat ini. Bisnis yang fokus pada memanfaatkan aset tanpa menciptakan nilai tambah atau efisiensi produksi memberikan keuntungan ekonomi yang tidak merata, meningkatkan kesenjangan ekonomi di masyarakat.

Dominasi economic rent berdampak pada struktur ekonomi secara keseluruhan. Banyak energi dan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk inovasi dan produktivitas malah dialokasikan untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan nilai aset atau spekulasi pasar. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan menciptakan ketidakstabilan.

Menghadapi tantangan ini, perlu diperluas pemahaman kita tentang model bisnis yang menguntungkan. Mendorong inovasi dan efisiensi produksi, sambil meresapi konsep-konsep ekonomi rent, dapat menjadi langkah untuk mengatasi ketidakadilan ekonomi yang semakin nyata.

Dalam model bisnis kapitalisme baru yang didasarkan pada memanfaatkan economic rent, resep kesuksesan mencakup kemampuan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga serendah mungkin, sambil meningkatkan pertumbuhan aset setinggi mungkin. Meskipun prinsip-prinsip ini mungkin bertentangan dengan pemahaman konvensional dalam ilmu ekonomi, testimoni para Begawan kelas berat menunjukkan bahwa prinsip-prinsip ini menjadi kunci dalam dinamika ekonomi saat ini.

Suku bunga rendah menjadi elemen kunci dalam merancang resep kesuksesan bisnis kapitalisme baru. Kemampuan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga serendah mungkin memberikan keuntungan finansial yang signifikan. Ini menciptakan kesempatan untuk menggunakan modal sebesar mungkin dengan biaya yang rendah, membuka pintu bagi ekspansi bisnis dan investasi.

Pertumbuhan aset yang tinggi menjadi target utama dalam model bisnis ini. Pengusaha yang berhasil mengelola pertumbuhan aset dengan cepat dapat menciptakan nilai tambah yang signifikan. Ini dapat dicapai melalui akuisisi properti yang berkembang, investasi dalam saham perusahaan yang potensial, atau strategi lain yang mendukung peningkatan nilai aset.

Menariknya, prinsip-prinsip ini tampaknya melanggar beberapa asas ekonomi konvensional. Menurut para Begawan kelas berat itu, aspek-aspek ini tidak selalu dikenal atau diakui dalam ilmu ekonomi tradisional. Penerimaan suku bunga rendah sebagai kunci akses modal dan fokus pada pertumbuhan aset yang tinggi menyoroti perbedaan pandangan antara ekonomi konvensional dan dinamika bisnis aktual.

Meskipun dianggap sebagai resep sukses, pendekatan ini juga dihadapkan pada tantangan dan kritik. Suku bunga rendah dapat merugikan sektor perbankan dan menyebabkan risiko ekonomi. Selain itu, fokus pada pertumbuhan aset yang tinggi sering kali mengabaikan dampak sosial dan ekologis yang mungkin timbul dari ekspansi bisnis yang cepat.

Melihat perubahan paradigma bisnis, mungkin saatnya untuk merevaluasi prinsip-prinsip ekonomi yang diakui secara tradisional. Keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan dampak sosial serta lingkungan mungkin merupakan langkah kritis dalam menciptakan bisnis yang berkelanjutan dan inklusif.

Pesan secara anekdotal dari seorang teman menggambarkan paradoks dalam kehidupan modern, di mana menjadi seorang “juragan” dengan berinvestasi dalam saham atau aset dan menunggu keuntungan tanpa bekerja aktif dianggap sebagai jalur kekayaan yang lebih mudah. Namun, pandangan ini juga mencerminkan ketidaksetaraan ekonomi yang muncul dari dinamika bisnis dan investasi saham. Artikel ini akan mengulas kontradiksi antara menjadi “juragan” dan perjuangan yang dihadapi oleh direksi dan pekerja perusahaan yang sahamnya telah dibeli.

Konsep “juraganisme” menggambarkan ide bahwa dengan berinvestasi dalam saham atau aset, seseorang dapat mencapai kekayaan tanpa perlu bekerja secara aktif. Pendekatan ini menyoroti fenomena keuangan modern di mana memiliki portofolio saham atau aset bisa menjadi sumber pendapatan pasif yang signifikan.

Sementara itu, di sisi lain, para direksi dan pekerja perusahaan yang sahamnya dibeli oleh “juragan” menghadapi tekanan untuk terus berjuang agar perusahaan mencapai profit maksimal. Dalam dinamika perusahaan, nilai dan profitabilitas menjadi fokus utama untuk memastikan pertumbuhan dan keberlanjutan. Ini menciptakan ketidaksetaraan ekonomi antara mereka yang dapat memanfaatkan keuntungan dari investasi dan mereka yang terlibat dalam perjuangan bisnis sehari-hari.

Para direksi dan pekerja perusahaan hidup di bawah tekanan untuk memberikan kinerja yang baik agar nilai perusahaan terus meningkat. Mekanisme rapat pemegang saham menjadi alat evaluasi utama, dan kegagalan untuk mencapai target dapat berakibat pada pemecatan atau PHK. Ini menciptakan atmosfer kompetitif dan stres di dalam perusahaan.

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM

Topik