Jangan Benturkan Narasi Agama Dengan Narasi Sains
Teknokrat, sebagai penguasa teknologi tetap harus memntingkan agamanya. Sabrang menjelaskan bahwa peran agama dalam diri seorang teknokrat itu sangat penting. Dampak paling utama adalah tingkat kepercayaan terhadap si teknokrat itu sendiri. Kalau seorang teknokrat tidak memiliki keyakinan terhadap agama, maka kecenderungan untuk tidak dipercaya oleh masyarakat akan sangat tinggi. Malam itu Sabrang mengajak jamaah untuk menelisik ke belakang dari tema yang diangkat, bukan membahas mengenai tema utamanya, melainkan menelusuri ilmu dari latar belakang tema Kenduri Cinta kali ini. Menurut Sabrang itu penting untuk kita memiliki pemahaman mengenai informasi yang lebih detail dari satu ilmu.
Sabrang menjelaskan bahwa setiap narasi yang kita dapatkan saat ini adalah sebuah informasi yang menghantarkan pada kenyataan dari suatu kebenaran. Jadi, narasi itu sendiri bukanlah sebuah kebenaran. Karena kenyataan yang sebenarnya tidak bisa dinarasikan, hanya bisa kita alami. Teknologi pasti akan membawa kebaikan dan keburukan. Contoh paling simpel adalah bahwa tidak ada kecelakaan tabrakan mobil sebelum ditemukan mobil itu sendiri.
Dalam sudut pandang keamanan transportasi, teknologi berupa mobil ditemukan, kemudian muncul dampak buruk dari lahirnya mobil yaitu kecelakaan/tabrakan di jalan raya. Kemudian untuk memberi batas di jalan raya, ditemukanlah marka jalan. Lalu ditemukan teknologi lain berupa lampu pengatur lalu lintas. Pada mobil itu sendiri, teknologi pun berkembang, sehingga semakin canggih sebuah mobil maka fitur keamanannya pun akan semakin lengkap.
Teknologi datangnya dari pengaplikasian sains. Pengaplikasian agama yang efektif bisa disebut juga sebagai teknologi. Karena pengaplikasian agama juga sebuah narasi. Tentu dalam agama tidak disebut sebagai teknokrat. Kita bisa menyebut seorang yang menarasikan agama sebagai ulama. Maka, teknokrasi digambarkan oleh Sabrang adalah satu sistem yang diisi oleh orang-orang yang mampu menarasikan teknologi untuk kemudian melahirkan manfaat bagi seluruh mahkluk di sekitarnya atau yang berada dalam sistem tersebut. Tantangannya kemudian adalah apakah teknologi digunakan untuk membuat manusia saling cinta satu sama lain atau tidak? Mengimplementasi cinta satu sama lain atau tidak?
Kita tentu ingat bagaimana awal kemunculan media sosial di internet adalah memudahkan kita untuk bersilaturahmi satu sama lain. Karena menurut Sabrang, media sosial adalah hasil dari perkawinan narasi agama dengan narasi sains yang memanfaatkan teknologi. Tapi ternyata ada narasi hewan yang kita tidak tahu bahwa kita tahu. Ada narasi hewan yang inginnya menghina hewan lainnya, merendahkan hewan lainnya, menistakan hewan lainnya, merasa dirinya paling hebat dan paling berkuasa. Sehingga tidak heran jika media sosial hari ini secara fakta adalah hasil dari perkawinan narasi sains dengan narasi kebinatangan dalam diri manusia yang menghasilkan bukan cinta.
Menurut Sabrang, Teknokrasi yang menghasilkan Cinta Semesta adalah bahwa teknokratnya tidak hanya paham tentang narasi teknologi tapi juga paham narasi lainnya. Dia tidak hanya paham narasi sains, tapi juga mengerti dan memahami narasi agama, narasi budaya, narasi kultural. Di Islam, seorang ulama adalah orang yang paham narasi teknologi, paham narasi agama dan juga memahami narasi manusia (budaya). Bukan hanya memahami hukum agama, karena jika hanya memahami hukum agama itu adalah ahli fiqih alias fuqaha.
Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang mencintai manusia yang lainnya. Kanjeng Nabi tidak pernah menjustifikasi orang lain, seburuk apapun orang di hadapan beliau, akan selalu dicari sisi baiknya. Ketika Kanjeng Nabi didatangi oleh seseorang yang ingin memeluk Islam, tetapi ia belum mampu meninggalkan perbuatan buruknya seperti minum minuman keras, Kanjeng Nabi tidak lantas menghakimi, namun Kanjeng Nabi mampu memahami narasi dari orang tersebut, maka kemudian Kanjeng Nabi memberi syarat kepadanya bahwa ia diperbolehkan untuk masih minum minuman keras, tetapi jangan pernah berbohong.
Dari kisah ini Sabrang mengambil hikmah bahwa jika seseorang memeluk agama, mengimani satu kepercayaan karena dorongan orang lain, maka suatu saat pasti akan muncul pemberontakan dalam dirinya. Kita bisa memperhatikan orang-orang di sekitar kita yang menjalani hidup karena mengikuti narasi orang tuanya yang dipaksakan, pada satu momen pasti akan melakukan pemberontakan, dan kemudian secara naluriah akan mencari narasinya sendiri.
Sabrang mengingatkan bahwa sains adalah anak Islam yang ditelantarkan. Ibnu Sina, Al Khawarizmy, Al Kindi dan ahli-ahli sains Islam lahir dalam masa keemasan Islam. Namun kemudian hilang, disingkirkan. Sains kemudian diasuh oleh orang lain, dan ketika sains itu berkembang justru dimusuhi oleh ummat Islam sendiri. Maka sudah saatnya ummat Islam kembali memeluk sains sebagai anaknya sendiri, sehingga Islam akan mampu melahirkan teknokrat-teknokrat yang mampu mengimplementasikan cinta semesta.