CakNun.com

Jangan Benturkan Narasi Agama Dengan Narasi Sains

Kenduri Cinta edisi April 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 13 menit

Dok. Kenduri Cinta

Membincangkan Agama, Sains dan Budaya

Sabrang kemudian turut merespons tema yang baginya juga absurd, tema yang susah untuk dijelaskan. Namun bagi Sabrang, Ilmu itu tidak selalu datang dari pintu yang kita duga, kadang-kadang kita memasuki ilmu dari pintu yang mana saja, namun saat memasuki pintu itu kita bisa mengalami banyak hal. Kita hanya paham cinta untuk kebutuhan komunikasi, begitu kata Sabrang. Sehari-hari kita bersanding dengan cinta sebagai kata kerja, tetapi jika kita menggali cinta sebagai ilmu, maka itu akan mengantarkan kita pada wahana ilmu yang lebih dalam yang tidak bisa kita pahami dalam waktu singkat.

Sebelumnya, Hadi mengutip 4 jenis manusia oleh Al Gazali dalam Ihya Ulumudiin; rojulun yadri wa yadri annahu yadri, rajulun yadri wa laa yadri annahu yadri, rajulun laa yadri wa yadri annahu laa yadri, rajulun laa yadri wa laa yadri annahu laa yadri. Tentu kita semua berharap bahwa kita mampu menjadi rajulun yadri wa yadri annahu yadri, atau setidaknya kita adalah rajulun yadri wa yadri annahu laa yadri. Asal jangan sampai menjadi rajulun laa yadri wa laa yadri annahu laa yadri. Musibah besar itu namanya.

Bagi Sabrang, konsep Al Gazali itu terdapat 2 interplay: diri dan tahu. Sabrang mengajak jamaah untuk memasuki 1 interplay saja: tahu. Antara tahu dan mengetahui. Sabrang sedikit mundur untuk merefleksikan saat ia membaca komentar-komentar pada sebuah video Youtube yang rilis di bulan Ramadhan lalu bersama Habib Ja’far dan Onad di sebuah channel Youtube. Sabrang mengakui, membaca komentar-komentar itu tidak bisa menyalahkan apa yang ditulis oleh netizen, karena bagi Sabrang kita saat ini hidup dalam dunia free speech, maka kita juga harus memiliki kemampuan untuk menyimak dan mendengar apa yang disampaikan oleh orang lain, karena pada setiap apa yang ditulis atau disampaikan oleh orang lain itu berdasarkan atas dasar pengetahuannya.

Sabrang kembali membahas konsep Al Gazali tadi. Ada salah satu pijakan ketika seseorang tahu bahwa dia tidak tahu. Sikap yang pertama adalah ia ingin tahu dan belajar tentang apa yang dia tidak tahu. Sikap yang kedua adalah ia menganggap sesuatu yang tidak ia ketahui itu tidak penting. Penyikapan terhadap sesuatu yang tidak diketahui adalah salah satu asal muasal lahirnya teknokrat. Seseorang yang mengerti bahwa dia tidak tahu akan sesuatu hal, kemudian ia mencari tahu tentang sesuatu itu. Dasarnya ia tidak tahu, kemudian merasa ingin tahu, sehingga ia belajar. Setelah ia belajar, ia menemukan sesuatu yang baru dari apa yang ia pelajari.

Sabrang sedikit mengupas God of the gap, yang selalu menjadi landasan orang atheis berdebat dengan orang yang memahami agama yang argumentasinya iman. Sementar orang sains selalu memiliki fondasi bahwa sesuatu yang belum ditemukan kebenarannya adalah karena memang ia belum tahu tentang kebenaran itu. Orang sains menyadari bahwa sesuatu itu ada, bahwa sebuah kebenaran itu ada, tetapi saat belum mampu membuktikan bukan berarti kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Karena bagi orang sains, kebenaran itu belum tampak karena ia merasa belum mengetahui saja. Kita bodoh karena tidak mengetahui, tetapi jangan lantas kemudian menyalahkan bahwa kebenaran itu milik Tuhan. Orang sains memiliki kesadaran untuk mencari, tidak langsung kembali ke Tuhan tentang kebenaran sesuatu.

Dok. Kenduri Cinta

Tapi menurut Sabrang, orang sains pun paham bahwa ada sesuatu kebenaran yang mungkin tidak akan dicapai oleh manusia, tetapi tetap meyakini bahwa kebenaran itu ada. Kita tahu ada informasi tentang kebenaran, tetapi kita tidak mampu membuktikan faktanya. Ada sesuatu yang mungkin manusia mengetahuinya tetapi mungkin tidak perlu untuk mengetahui fakta kebenarannya. Sabrang mencontohkan hal yang sederhana; jumlah rambut pada manusia. Fakta kebenarnnya pasti ada berapa jumlah rambut pada seorang manusia, tetapi mungkin kita tidak perlu membuktikan berapa jumlah rambut pada diri kita untuk kemudian kita membuktikan kebenaran jumlah rambut itu. Kita cukup berhenti pada; jumlah rambut dalam diri kita itu banyak.

Ada satu kondisi dimana kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu, dan memang kita juga tidak perlu untuk tahu. Seperti jumlah rambut di kepala manusia itu tadi. Atau misalnya jumlah pasir di bumi. Faktanya, pasti ada jumlah pasti butiran pasirnya di seluruh lapisan bumi. Tapi, apakah kita harus mengetahui jumlah butiran pasir itu? Jadi, memang ada kondisi dimana kita memang berada pada posisi tidak tahu akan sesuatu hal, bukan karena kita tidak mau mengetahuinya, tetapi karena memang kita tidak perlu untuk mengetahuinya.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Topik