CakNun.com

Hujan Deras dan Kedatangan Bapak yang Mengharukan

Kusumaningrum
Waktu baca ± 4 menit
Kowe kui bocah kuat, aku haqqul yaqin nek kowe bakal mari, Nduk

Sore itu langit sangat cerah, suhu udara pun terasa panas, banyak orang pasti akan berprasangka tidak akan turun hujan. Tapi ternyata ketika kita manusia bisa meramalkan sesuatu, Allah punya rencana lain. Ya, sore itu hujan deras.

Jum’at 12 November 2021, saat itu kondisi tubuh lagi lemah-lemahnya. Vonis dokter menyatakan bahwa saya mengidap kanker ganas dan kondisi waktu itu benjolan kanker yang ada dibagian tubuh saya sudah pecah. Setiap hari saya mengalami perdarahan hebat, setiap 15 menit sekali harus mengganti breastpad supaya darah tidak mengalir kemana-mana. Sebetulnya, sejak tahun 2017 saya sudah merasakan ada sesuatu yang lain dalam tubuh saya. Namun, saya selalu berpendirian bahwa saya harus selalu ber-husnudzon sama Allah, dalam pikiran saya, paling ini hanya efek pembengkakan kelenjar biasa.

Berbagai metode pengobatan baik medis maupun alternatif sudah saya coba, lagi-lagi saya hanya bisa berencana, keputusan akhirnya tetap menjadi hak absolutnya Allah. Di Jumat sore itu adalah sebuah sore yang membuat saya bergairah kembali untuk sembuh dari sakit, disaat saya sudah kehilangan harapan untuk bisa sehat lagi. Waktu itu saya hanya bisa pasrah, saya sudah menggantungkan sepenuhnya harapan saya hanya kepada Allah. Saya ridho kalaupun dipanggil Allah saat itu juga. Walaupun banyak teman bahkan saudara tidak tahu apa yang berkecamuk dalam hati saya saat itu. Saya berusaha untuk tetap riang gembira di depan mereka. Bahkan ketika bekerja, mengajar anak-anak melalui zoom meeting (kebetulan saat itu, situasi masih dilanda virus Covid-19) harus tampil dengan senyum ceria. Menahan nyerinya luka kanker yang menganga dengan derasnya aliran darah. Banyak orang yang tidak tahu kondisi saya. Hanya sebagian teman-teman dekat saya saja yang waktu itu khawatir dengan kondisi saya.

Saya sendiri juga tidak ingin orang-orang tahu kalau saya sedang kurang sehat. Saya tidak mau nanti jadi merepotkan orang-orang. Bagi saya, berbagi kesedihan itu tidak menyenangkan, harusnya berbagi itu tentang kebahagian saja. Namun, sepintar-pintarnya saya menyembunyikan kondisi saya, akhirnya banyak juga yang tahu penyakit yang sedang hinggap ditubuh saya.

Akhirnya keputusan waktu itu saya harus dirujuk ke rumah sakit. Mengingat kondisi tubuh saya yang makin melemah. Sore itu, sebelum saya akhirnya di bawa ke rumah sakit, gawai saya berdering. Di seberang terdengar suara Mas Gandhie, “Nink, bukain gerbang!”. Saya cuma bisa bilang iya… iya… Dalam hati bertanya, sejak kapan mas Gandhie ini tahu alamat kost saya. Lalu, mau ngapain saya buka gerbang pintu kost. Ditengah-tengah kebingungan saya, saya beranjak keluar dan membuka gerbang pintu kost. Hujan makin deras, sebuah mobil putih berhenti dihadapan saya. Pintu mobil terbuka dan tampak Mbah Nun turun dari mobil. Saya langsung sigap mengambil payung dan menyusul sosok tersebut. Kaget, bingung, dan tidak bisa berkata apa-apa. Saya hanya bergumam, Kok bisa Bapak sampai di kost saya.

Kebetulan hari itu forum Komunitas Kenduri Cinta bulanan akan diselenggarakan di rumah Ustadz Noorshofa (Semper, Jakarta Utara). Jadi Bapak memang sedang berada di Jakarta untuk membersamai jamaan maiyah Kenduri Cinta.

Waktu yang sangat singkat, Bapak cuma berkata kalau Bapak yakin saya bisa melewati ujian ini. “Kowe kui bocah kuat, aku haqqul yaqin nek kowe bakal mari, Nduk”. Saya cuma menyampaikan terima kasih yang tak terhingga atas do’a yang diberikan Bapak kepada saya. “Nggih, Cak. Mugi-mugi kulo saged nglampahi ujian niki kanthi sae. Nek mangkih kulo mboten kiyat, kulo mboten sah dipun kirimi karangan bunga nggih, Cak”, saya tidak mau terjebak dalam suasana sedih atas penyakit ini, sore itu pun saya mencoba memecah suasana sedih itu dengan guyonan bersama Bapak. Dengan nada bercanda, Bapak pun menyahut; “Lho kan biasane awakmu dhewe sing mesen toh?”. Saya memang sering diamanahi tugas untuk memesan karangan bunga jika ada kerabat Bapak yang meninggal.

Pesan Bapak waktu itu; ketika saya merasakan sakit luar biasa, pasrahkan sama Allah, bacalah Hasbunallahu wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. Kemudian beliau pun berpamitan menuju rumah Ustadz Noorshofa. Setelah mobil yang membawa beliau melaju, hujan pun langsung berhenti. Cuaca kembali cerah. Masyaallah, apakah benar yang baru datang menghampiri saya ini malaikat utusan Allah? Yang saya lakukan setelah itu hanya sujud syukur. Berterima kasih dan mohon ampunan kepada Allah.

Pertemuan singkat itu ternyata menjadi modal untuk memperkuat mental saya menghadapi ruang operasi. Menunggu detik-detik hasil lab. Dan qadarullah, hasil lab menunjukkan bahwa diagnosa dokter ternyata salah. Bukan kanker ganas, melainkan tumor jinak. Terima kasih Ya Allah,, Terima kasih Bapak… Akhirnya saya bisa melewati ujian ini dengan baik. Sempat terlintas dalam pikiran saya, do’a yang kemarin Bapak berikan sebagai jalan negosiasi dengan Malaikat Izroil. Saya lagi-lagi mendapat second chance untuk tetap diizinkan menghirup udara di bumi. Alhamdulillah sampai saat ini kondisi saya masih dalam keadaan sehat.

Dari tahun 2009 awal saya bersentuhan dengan Kenduri Cinta dan hingga sekarang masih betah bersama teman-teman penggiat lainnya. Banyak sekali pengalaman, ilmu baru, dipertemukan dengan saudara-saudara baru. Berkat Kenduri Cinta saya bisa mengenal beliau, menimba banyak ilmu. Semoga Kenduri Cinta akan selalu menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Sanah Helwah, Bapak Muhammad Ainun Nadjib yang ke 71 tahun. Semangat sehat kembali, Pak. Kulo sampun kangen

Selamat Ulang Tahun Kenduri Cinta yang ke 24 tahun. Selamat Selalu Menegakkan Cinta Menuju Indonesia Mulia.

Lainnya

Topik