CakNun.com

Gugus Kreatif Cak Nun: Meretas Kemandirian Berpikir dan Berekspresi

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 5 menit

Pada tanggal 17 Juli 2024 pukul 20.00, pentas fragmen “The Jongos” yang dipersembahkan oleh Dapoer Seni Djogja digelar di forum Macapat Syafaat Yogyakarta. Pertunjukan ini tidak hanya menjadi ajang seni, tetapi juga berfungsi sebagai sarana silaturahmi dan penguatan jaringan sosial serta budaya antara pelaku seni dengan jamaah Maiyah.

Fragmen “The Jongos” menampilkan kisah yang mengangkat tema sosial dan budaya, menggambarkan kehidupan para jongos atau pelayan di masa lalu dengan segala lika-liku dan dinamika yang mereka hadapi. Pertunjukan ini dihadirkan dengan nuansa khas seni pertunjukan Yogyakarta, memadukan elemen-elemen teater, tari, dan musik tradisional.

Selain menyajikan hiburan, pentas ini juga menjadi wahana bagi para seniman untuk berkumpul, berbagi pengalaman, dan mempererat hubungan dengan para penonton, khususnya jamaah Maiyah yang dikenal sebagai komunitas yang aktif dalam kegiatan-kegiatan spiritual dan kebudayaan. Melalui pertunjukan ini, diharapkan tercipta sinergi yang kuat antara pelaku seni dan masyarakat, memperkaya kehidupan sosial dan budaya di Yogyakarta serta memperkuat identitas budaya lokal.

Cak Nun, sebagai salah satu tokoh sentral dalam gerakan Maiyah, turut mendukung inisiatif kreatif seperti ini. Gugus kreatif Cak Nun mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, kebijaksanaan, dan keberlanjutan budaya yang sejalan dengan filosofi Maiyah. Pentas “The Jongos” adalah manifestasi dari semangat ini, menghadirkan karya seni yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik dan memupuk rasa solidaritas di kalangan masyarakat.

Semua pendukung Dapoer Seni Djogja yang terlibat dalam pentas fragmen “The Jongos” bukanlah orang baru bagi komunitas Cak Nun (Emha Ainun Nadjib). Indra Tranggono, penulis naskah “The Jongos”, Isti Nugroho, sutradara, Eko Winardi, Joko Kamto dan Nevi Budianto sebagai aktor, Wardono, penata cahaya, dan Si Us atau Vincensius Dwimawan, semuanya merupakan bagian dari gugus kreatif Emha Ainun Nadjib.

Indra Tranggono, seorang penulis naskah yang berpengalaman, telah lama berkecimpung dalam dunia seni dan budaya, menyuarakan berbagai isu sosial melalui karyanya. Isti Nugroho, sebagai sutradara, memiliki kemampuan untuk menghidupkan naskah dengan sentuhan artistik yang mendalam. Joko Kamto, Nevi udianto dan Eko Winardi, seorang aktor berbakat, mampu menghayati peran dengan intensitas emosional yang kuat, sementara Wardono, penata cahaya, menghadirkan pencahayaan yang memperkuat atmosfer dan nuansa pentas. Si Us, atau Vincensius Dwimawan, turut memberikan kontribusi kreatif dalam berbagai aspek produksi.

Keterlibatan mereka dalam “The Jongos” menandakan sebuah kolaborasi yang erat dan sinergis antara para seniman dengan komunitas Cak Nun. Mereka tidak hanya berbagi visi dan misi yang sama, tetapi juga memiliki komitmen untuk mengangkat nilai-nilai kebudayaan dan spiritual yang sejalan dengan filosofi Maiyah. Pertunjukan ini menjadi bukti nyata bagaimana seni dapat menjadi jembatan penghubung antara individu, komunitas, dan nilai-nilai luhur yang mereka junjung tinggi.

Pada tahun 1980-an, banyak anak muda dengan kegelisahan kreatif menemukan ruang yang kondusif di rumah Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) di kampung Patangpuluhan, Yogyakarta. Rumah ini menjadi pusat kegiatan di mana para pemuda belajar dari Cak Nun dan menciptakan interaksi kreatif, melahirkan banyak ide dan ekspresi seni, terutama dalam bidang sastra dan teater.

Di rumah tersebut, suasana yang terbuka dan kolaboratif memungkinkan para pemuda untuk mengeksplorasi kreativitas mereka secara mendalam. Salah satu kelompok yang sering berlatih di sana adalah Teater Dinasti yang dipimpin oleh Fajar Suharno. Latihan rutin mereka tidak hanya memperkaya keterampilan para anggotanya tetapi juga menjadi tontonan dan inspirasi bagi banyak orang yang hadir.

Di antara para aktor yang dikenal akrab di rumah Cak Nun adalah Joko Kamto dan Novi Budianto, yang keduanya berperan sebagai pemeran utama dalam pentas “The Jongos.” Kehadiran mereka di rumah Cak Nun menciptakan suasana yang dinamis dan penuh inspirasi bagi komunitas seni di sekitarnya.

Selain aktor teater, rumah Cak Nun juga menjadi tempat berkumpulnya penyair dan aktivis. Simon Hate, seorang penyair yang produktif, dan Toto Rahardjo, seorang tokoh LSM dan aktivis pendidikan, juga sering hadir dan berpartisipasi dalam diskusi dan kegiatan di rumah tersebut. Keberadaan mereka menambah kekayaan intelektual dan kreativitas yang berkembang di sana.

Rumah Cak Nun di Patangpuluhan dengan demikian menjadi titik temu bagi berbagai talenta muda yang mencari ruang untuk berekspresi dan belajar. Lingkungan yang suportif dan inspiratif ini memainkan peran penting dalam perkembangan seni dan budaya di Yogyakarta pada masa itu, menciptakan warisan yang masih dirasakan hingga sekarang.

Lainnya

The Jongos: Cerminan Tajam Praktik Kekuasaan di Indonesia

The Jongos: Cerminan Tajam Praktik Kekuasaan di Indonesia

Demokrasi di Indonesia sedang menghadapi tantangan besar. Untuk memperkuat dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, Dapoer Seni Djogja akan menggelar pentas teater berjudul “The Jongos” pada hari Sabtu, 10 Agustus 2024 pukul 19.30 WIB.

Toto Rahardjo
Toto Rahardjo
Urip Kudu Tenanan

Urip Kudu Tenanan

Ada satu pengalaman berharga yang saya petik pasca-menyaksikan persiapan pementasan Nabi Darurat dan Rasul Ad-Hoc (NDRA) di Semarang 25 Maret lalu.

Saratri Wilonoyudho
Saratri W.

Topik