CakNun.com

Gandhie Telaten dan Entengan Menyambung Silaturahmi

Fahmi Agustian
Waktu baca ± 4 menit

Sepertinya memang DNA Gandhie adalah berkomunitas. Seperti yang diceritakan Mas Rony Octa, saat pertama bergabung dengan Kenduri Cinta Gandhie memiliki beberapa gagasan yang kompatibel dengan kapabilitasnya. Di awal, yang dibangun adalah budaya literasi dan pengelolaan media sosial. 10 tahun lalu, komunikasi melalui BBM atau WhatsApp mungkin sudah menjadi hal yang biasa, dengan teknologi yang belum secanggih hari ini. Tapi, Gandhie selalu mengutamakan pertemuan secara offline. Tempatnya bisa dimana saja, kadang di Sevel TransTV, kadang di Angkringan Mampang, kadang di McD Sarinah, atau di Kantor PickLock, kantor Production House yang dimiliki oleh Mbak Dewi Umaya.

Medio 2014-2016 bisa dikatakan era kere-nya teman-teman penggiat KC. Termasuk Gandhie. Bahkan, saat itu Gandhie sedang non-job, alias nganggur. Tapi kondisi itu tidak ia sampaikan ke Ibunya. Ia tidak mau Ibunya khawatir. Apa yang dilakukan oleh Gandhie? Setiap hari ia tetap pergi dari Bogor, jam 5 pagi, menuju Jakarta, naik KRL. Agar dianggap berangkat kerja oleh Ibunya. Bagaimana saat itu Gandhie bisa bertahan hidup? Entah. Yang saya tahu, sesekali ia mendapat pekerjaan freelance, yang terkadang pembayaran gajinya pun mundur sampai 3 bulan. Tapi, Gandhie bisa survive saat itu. Seringkali, Gandhie akan beralasan ada lembur di Jakarta agar ia tidak perlu pulang ke Bogor, baru di hari Jum’at, ia kembali ke Bogor. Terlihat normal seperti pekerja kebanyakan di Ibu Kota.

Kebetulan saat itu kantor saya dekat dengan kantor PickLock. Seringkali setelah pulang kerja, saya bertemu Gandhie di sana. Tak jarang bahkan menginap sampai pagi. Selain Gandhie, ada juga Mas Erik saat itu yang juga ngetem di sana. Kami, para kere nggerombol. Makanya ada istilah rembol di kalangan anak-anak KC.

Begitulah Gandhie. Ia selalu berhasil menyembunyikan penderitaannya. Di hadapan kami, dia tidak pernah terlihat kere. Kalau kalian pernah bertemu Gandhie di tahun-tahun itu, penampilannya biasa saja. Jauh dari Gandhie beberapa tahun ini. Wajar. Gandhie beberapa tahun lalu sudah kembali bekerja, dan menduduki jabatan yang strategis. Saat masih kere saja dia sangat royal dengan teman-temannya, apalagi saat dia merasakan situasi yang lebih nyaman? Lebih royal lagi.

Tidak jarang, tiba-tiba Gandhie mengabari: “Mi, bubaran pabrik, ke Abuba, Sabang!”. Wah, makan enak! Nggak mungkin saya tolak. Sampai di sana sudah ada Nink dan Tri. “T-Bone, New Zealand, Well Done, Sauce BBQ”, menjadi menu andalan kami saat itu. Ringkas saja. Karena dagingnya banyak! Hahahahhaha. Dasar kere!

Setelah makan, kita ngobrol. Apa saja kita obrolkan. Entah itu tentang Maiyah, KC, atau saling bertukar kabar saja.

Kalau ada momen ke Padhangmbulan di Menturo, sudah pasti ada satu jajanan yang selalu dibeli Gandhie: Penthol. Sesuai job desk, Gandhie selalu datang bersama Cak Nun. Entah Gandhie nyegat di Juanda, atau Gandhie ke Jogja dulu kemudian jalan darat bersama Cak Nun diantar Mas Agus Box ke Jombang. Rombongan KC pasti sampai duluan di Menturo. Nanti, ketika Padhangmbulan sudah mulai, dan memastikan Cak Nun sudah naik panggung, Gandhie akan melipir untuk jajan penthol. Biasanya, momen itu yang kemudian digunakan oleh Gandhie untuk bertemu dengan teman-teman Jamaah Maiyah yang lain, yang jarang ketemu. Apalagi di Jawa Timur, banyak sekali teman-teman JM yang mengenal Gandhie.

Gandhie memang orangnya nyedulur. Senang bergaul dan mempersaudarakan. Siapapun yang sudah kenal dengan Gandhie, pasti merasakan hal itu. Memang, tingkah lakunya dia nyebelin, kalau bahasa Jogjanya nyebahi. Tapi saya bisa jamin, siapapun yang pernah duduk melingkar bersama Gandhie, baik beramai-ramai atau hanya terbatas 2-3 orang, Gandhie sangat bisa mencairkan suasana. Lalu dalam sekian menit, ia bisa mengalihkan pembicaraan pada sesuatu bahasan yang fokus. Lalu sejengkal kemudian, ia akan mencairkan suasana lagi.

Di Reboan, sudah hal yang biasa Gandhie marah-marah ke penggiat KC kalau ada hal teknis koordinasi persiapan KC yang tidak jelas. Dan itu hal yang wajar juga. Tapi, pada saat itu juga dia bisa menetralisir suasana, sehingga yang kena marah itu tidak sampai baper. Biasanya, kalau ada yang baper itu anak-anak yang baru bergabung di Reboan. Merasa nggak nyaman, kemudian memutuskan untuk menyingkir dari Reboan. Tapi Gandhie, konsisten untuk tetap hadir di Reboan.

Seperti halnya Kenduri Cinta, kenapa sampai hari ini bisa mendapat lokasi strategis di Taman Ismail Marzuki, karena telatennya Gandhie untuk menyambung silaturahmi dengan pengelola TIM. Gandhie mengalami pergantian rezim pengelola TIM beberapa kali. Dari yang awalnya UP TIM, kemudian UP PKJ TIM, kemudian Jakpro juga sekarang masuk, dan UP PKJ TIM juga masih ada di dalamnya. Semua pengelola pernah bersinggungan dengan Gandhie. Dan sampai hari ini, Kenduri Cinta mampu mempertahankan untuk mendapatkan lokasi di TIM secara gratis.

Silaturahmi itu yang terus ditanamkan oleh Gandhie ke teman-teman penggiat KC yang lain. Meskipun sehari-hari tetap bekerja, Gandhie mampu mengatur jadwal agar di sela-sela waktu bekerjanya, tetap bisa bertemu pengelola TIM untuk bersilaturahmi. Kami, penggiat yang lain, mau tidak mau akhirnya belajar untuk melakukan hal yang sama. Karena sudah pasti kalau kami tidak bisa melakukan itu, akan dinyinyiri oleh Gandhie. ”Nom-noman Taekkk!!”. Begitu katanya.

Tidak jarang, saya sering diajak bertemu dengan temannya Gandhie yang bahkan tidak pernah bersinggungan dengan Maiyah. Bagi Gandhie, hal itu juga biasa saja. Rujak’an. Gandhie punya prinsip, sekecil apapun selalu ada peluang dari silaturahmi. Bisa saja, hari ini bertemu seseorang, baru sekian tahun kemudian akan saling membutuhkan. Entah karena ada pekerjaan atau persinggungan yang lain.

Dan juga, bukan hanya offline. Hal yang biasa juga Gandhie menyambungkan silaturahmi antara satu orang dengan orang yang lain, yang bahkan belum pernah bertemu satu sama lain. Dan semua diyakinkan oleh Gandhie untuk saling percaya satu sama lain, sehingga silaturahmi mereka bisa terjalin.

Senin lalu (14/10), saat Gandhie berpulang, mulai dari Direktur Utama di kantornya hingga sesama Head Dept, juga teman-teman dari divisi lain, datang melayat. Bagi saya, itu bukti nyata betapa Gandhie memiliki pengaruh yang kuat di kantornya. Seharusnya, Senin pagi itu terjadwal meeting C-Level di kantornya. Pak Sofyan, Direktur Utamanya membatalkan meeting itu, dan mengajak seluruh C-Level takziyah ke rumah Gandhie.

Gandhie, memang piawai menjalin silaturahmi.

Bersambung….

Lainnya