Frekuensi Kegembiraan: Resonansi yang Membahagiakan
Selain itu, Pandji Pragiwaksono juga menyoroti pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pandji Pragiwaksono menyayangkan masih banyak orang yang tidak peduli terhadap kondisi politik Indonesia. Padahal, kondisi politik sangat mempengaruhi kesejahteraan kita. Untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, kita perlu terlibat dalam upaya membangun masyarakat yang lebih baik, dengan cita-cita mewujudkan sila ke-5, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Kenduri Cinta menjadi contoh nyata dari komunitas yang mengedepankan kebahagiaan bersama. Di Kenduri Cinta, orang-orang berkumpul bukan semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk berbagi ilmu dan kebahagiaan. Habib Ja’far menegaskan, “Orang yang belum bahagia mustahil memberikan kebahagiaan pada orang lain.” Hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang bersifat menular. Ketika kita merasa bahagia, kita akan secara alami memancarkan kebahagiaan tersebut tanpa harus dibuat-buat.
Habib Ja’far mengungkapkan pentingnya berdaulat atas diri kita sendiri agar kita bisa mencapai kebahagiaan sejati. Sebagai manusia, kita diciptakan dengan kedaulatan yang sejati, bukan untuk menjadi budak atau bergantung pada pihak lain, kecuali hanya untuk Allah.
Untuk membentuk diri menjadi berdaulat, Habib Ja’far menjelaskan bahwa kuncinya terletak pada kemampuan kita mengelola perspektif. Suatu peristiwa itu terjadi di luar kendali kita, namun bagaimana kita menyikapinya sepenuhnya berada dalam kuasa kita. Keimanan, terutama khusnudzon , menjadi fondasi penting dalam membangun perspektif yang positif. Imam Ghazali mengatakan bahwa orang pintar akan memilih khusnudzon, meski ada banyak alasan untuk berprasangka buruk.
Khusnudzon bukan berarti menafikan kenyataan, melainkan memilih untuk melihat sisi baik dari setiap situasi. Dengan yakin bahwa Allah selalu mengatur segala sesuatu dengan baik, kita akan merasa lebih tenang dan bahagia. Kalimat sederhana seperti “sebentar lagi ini selesai” dapat menjadi mantra yang ampuh untuk meredakan kecemasan. Ingatlah, tragedi yang kita alami hari ini bisa menjadi bahan tertawaan di masa depan. Waktu memiliki kekuatan untuk mengubah perspektif kita.
Kemewahan hanyalah simbol kebahagiaan, bukan kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan sejati datang dari dalam diri dan tidak bergantung pada materi. Jangan terjebak dalam perbandingan dengan orang lain. Setiap orang memiliki definisi kebahagiaan yang berbeda. Kedaulatan berbahagia adalah hidup seadanya, menerima apa yang ada dengan lapang dada. Jangan terjebak dalam penyesalan atas masa lalu atau kecemasan tentang masa depan. Fokuslah pada saat ini dan lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk bertakwa kepada Allah semampu kita. Tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Apa yang kita anggap sebagai kekurangan, bisa jadi adalah kelebihan di mata Allah.
Habib Ja’far menyampaikan konsep dari Martin Heidegger, Filsuf eksistensialis, membedakan antara das Man dan Dasein. Das Man adalah orang yang hidup mengikuti standar sosial, sedangkan Dasein adalah orang yang mengeksplorasi potensi dirinya. Untuk mencapai kebahagiaan sejati, kita perlu menjadi Dasein, yaitu dengan menemukan dan mengembangkan potensi yang telah Allah berikan kepada kita.
Mahasiswa Hendri Satrio, Mas Dika, menanyakan bagaimana menjaga kebahagiaan ketika kita sedang merindukan Allah. Mas Dika melihat sholat sebagai bukti bahwa Allah juga merindukan hamba-Nya. Di sisi lain, Habib Ja’far mengingatkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan, kita harus memahami makna di balik setiap tindakan kita, termasuk ibadah. Banyak orang, terutama di Indonesia, menjalankan sholat sebagai ritual tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Habib Ja’far menekankan pentingnya melatih batin, dalam menjalani kehidupan agama agar dapat merasakan kebahagiaan sejati.
Di akhir diskusi, Pandji Pragiwaksono menyampaikan sebuah pesan: “Ingatlah bahwa malam ini kita tertawa bersama, bertahanlah untuk tertawa bersama lagi di kesempatan selanjutnya.” Pandji Pragiwaksono mengajak kita untuk tidak hanya mencari kebahagiaan melalui solusi eksternal, tetapi dengan bertahan dan mengandalkan Allah yang Maha Mengerti segala permasalahan kita.
Kenduri Cinta edisi Desember 20224 ditutup oleh Hendri Satrio dengan mengajak jamaah untuk bernyanyi, “Buat apa susah, buat apa susah, lebih baik kita bergembira.” Dalam lagu ini, Hendri Satrio mengajak kita untuk memilih kegembiraan, bukan penderitaan, karena sering kali kesulitan itu datang dari pikiran kita sendiri.
Penting untuk menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukanlah sesuatu yang datang dari luar, tetapi berasal dari dalam diri kita. Ketika kita mampu menerima diri kita apa adanya dan tidak terjebak dalam perbandingan dengan orang lain, kebahagiaan akan mengikuti. Kembali ke diri yang sejati sebagai ciptaan Allah yang penuh cinta dan kasih, akan membawa kita pada kebahagiaan yang hakiki, yang tidak hanya dinikmati oleh diri kita sendiri, tetapi juga oleh orang-orang di sekitar kita.
Lewat pukul 01.30 dinihari, Kenduri Cinta dipuncaki dengan ‘Indal Qiyam, bersama-sama berdiri, khusyuk berdoa, diiringi lantunan Shohibu Baitiy. (RedKC/Haddad)