Frekuensi Kegembiraan: Resonansi yang Membahagiakan
Berbahagia Lewat Frekuensi Maiyah
Islam adalah kabar gembira yang membawa kegembiraan dalam setiap ajarannya. Hal ini tercermin dalam semua turunannya yang menyentuh berbagai aspek kehidupan dengan cara yang menggembirakan. Pengalaman Mas Rony Octa dengan Maiyah menjadi salah satu contoh nyata bagaimana memahami Islam dapat membawa perubahan positif.
Sekitar dua puluh tahun lalu, Mas Rony pertama kali bertemu dengan Mbah Nun, yang sepenuhnya mengubah perspektifnya tentang Islam. Sebelum mengenal Maiyah, Mas Rony memiliki persepsi yang berbeda tentang Islam. Mas Rony menganggap Islam sebagai agama yang konservatif dan para penganutnya cenderung fanatik. Namun, setelah mengikuti Kenduri Cinta dan mendengarkan Mbah Nun untuk pertama kali, pandangannya berubah. Mbah Nun mampu menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang penuh kegembiraan, yang membuat Mas Rony merasa terinspirasi dan memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya untuk melayani Mbah Nun. Sejak saat itu, kegembiraan dan kebahagiaan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Kenduri Cinta tidak hanya menjadi tempat untuk belajar, melainkan sebuah ruang eksplorasi yang kaya akan makna. Selain memperoleh ilmu dari apa yang disampaikan Mbah Nun, kita juga bisa belajar dari proses perkembangan forum-forum Maiyah, dalam hal ini kita bisa belajar dari proses dibalik Kenduri Cinta. Konsep partisipasi aktif yang dijunjung tinggi dalam Kenduri Cinta menciptakan suasana yang inklusif dan demokratis. Setiap individu, tanpa memandang latar belakang, memiliki kesempatan untuk berkontribusi dan merasa memiliki. Tujuan utama Kenduri Cinta adalah menciptakan ruang di mana semua suara dapat didengar dan semua orang merasa memiliki.
Konsep frekuensi menjadi salah satu kunci pemahaman dalam memahami kegembiraan dan kebahagiaan. Frekuensi ini dapat diibaratkan seperti gelombang yang menghubungkan kita satu sama lain. Dalam ruang kebersamaan Maiyah, tidak ada lagi sekat-sekat imajiner yang membedakan atas dan bawah, kiri dan kanan, timur dan barat. Kita semua bergetar dalam frekuensi yang sama, yaitu frekuensi kegembiraan.
Simbol ayunan dan anak kecil dalam poster Kenduri Cinta edisi 251 ini menjadi metafora yang mendalam tentang frekuensi kegembiraan. Ayunan merepresentasikan pasang surut kehidupan, sementara anak kecil melambangkan kegembiraan, menggambarkan fitrah manusia yang tak memiliki beban. Perumpamaan ini mengingatkan kita untuk kembali pada kegembiraan yang sesungguhnya. Pasang surut kehidupan adalah dinamika alami yang justru menjadi tanda kehidupan. Sebagaimana grafik elektrokardiograf, tanpa dinamika, artinya kehidupan dunia sudah berakhir.
Perjalanan hidup manusia adalah sebuah siklus yang dimulai dan diakhiri oleh Allah, dan dalam perjalanan itu, kita harus senantiasa bergembira. Gembira adalah sebuah keharusan bagi kita karena Allah sendiri yang memerintahkan kita untuk bergembira. Sesuai apa yang Allah sampaikan dalam Surat Yunus: 58, dengan fadhilah dan rahmat dari Allah, hendaknya manusia bergembira. Sejatinya, fadhilah dan rahmat Allah jauh lebih baik daripada apa yang bisa manusia kumpulkan sepanjang hidupnya.
Kita dapat meneladani Nabi Muhammad dalam menjalani hidup dengan gembira karena Nabi Muhammad adalah makhluk Allah yang paling berbahagia. Bukan berarti Nabi Muhammad tidak menjumpai penderitaan, tetapi reaksinya terhadap penderitaan bisa dikendalikan. Gembiranya seorang mu’min tidak hanya terjadi ketika diuji dengan kesenangan, tetapi juga terjadi ketika diuji dalam kesusahan. Meskipun, secara alami manusia akan gembira apabila mendapat yang baik, dan sebaliknya ketika mendapat yang buruk manusia akan sedih. Justru di situlah letak pahala atas ujian, ketika kita bisa berhadapan dengan ujian yang Allah berikan, apa pun bentuknya, tanpa harus berpaling dari Allah untuk mengejar kegembiraan sesaat.
Kegembiraan yang sejati hanya akan muncul ketika kita membersamai Allah karena dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang. Sebenarnya Allah selalu membersamai kita, tetapi kita saja yang sering lupa dengan fakta itu. Mas Nanda menebalkan konsep ini dengan mengutip gagasan Imam Tirmidzi dalam salah satu karyanya yang menjelaskan bahwa qalbu itu bisa dengan mudahnya terbolak-balik. Hanya dengan mengingat Allah, qalbu menjadi ajeg dan dengan qalbu yang stabil, naik turunnya gelombang kehidupan yang kita hadapi, tidak akan membuat kita merasa takut menghadapi keadaan.