CakNun.com

Frekuensi Kegembiraan: Perjalanan Menuju Kebahagiaan Sejati

Kenduri Cinta edisi Desember 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 19 menit
Dok. Kenduri Cinta

Pada Jumat malam, 13 Desember 2024, langit Jakarta tampak begitu jernih, membentang luas tanpa hambatan. Bintang-bintang pun tampak berkelip, meski dalam keramaian kota yang tak pernah tidur. Suasana di sekitar Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki terasa tenang namun sarat dengan antusiasme. Malam itu, angin sepoi-sepoi menyentuh wajah, menambah kenyamanan di tengah hiruk-pikuk kota. Semua menyatu dalam kesunyian yang sesekali pecah oleh gelak tawa, seperti sebuah simfoni yang tengah mempersiapkan momen puncaknya.

Di penghujung tahun 2024, Kenduri Cinta edisi ke-251, dengan tema “FREKUENSI KEGEMBIRAAN”, seakan menjadi titik temu antara dua dimensi: alam semesta yang tenang dan hati manusia yang penuh dengan gejolak. Para Jamaah yang hadir menyatu dalam kesadaran akan malam yang cerah itu, meresapi setiap getaran yang datang dari panggung, dan menyelami makna nilai Maiyah. Kenduri Cinta edisi Desember ini terasa bukan sekadar tempat berkumpul. Ini juga adalah sebuah perayaan frekuensi, sebuah resonansi kegembiraan yang memancar di antara setiap individu yang hadir, saling menguatkan dan memperkuat energi positif yang ada di sekitarnya. Dengan harap, letupan-letupan kegembiraan-yang sementara- itu dapat dipelihara sehingga menjadi kebahagiaan yang hakiki.

Kenduri Cinta malam itu, bukan hanya sebuah pertemuan yang terjadi. Tapi momentum di mana setiap gelombang kegembiraan yang terlepas dari satu individu akan memperkuat getaran pada yang lain, membentuk sebuah resonansi yang lebih besar. Inilah yang diusahakan terus dicapai oleh mereka yang memilih untuk berbahagia bersama, saling terhubung dalam frekuensi yang mengalir tanpa henti. Malam itu, setiap kata dan setiap tawa adalah bagian dari frekuensi yang terus berputar, mengalir, dan menemukan kembali ritmenya. Begitu pula dengan tema besar malam itu: kegembiraan yang tidak hanya muncul sebagai reaksi, tetapi sebagai keputusan untuk terus bertahan dalam frekuensi yang lebih tinggi, lebih murni. Sebuah selebrasi kehidupan yang mungkin terabaikan, namun terus ada dalam setiap denyut perasaan kita.

Seperti biasa, Forum Kenduri Cinta dimulai dengan sesi sholawat yang dimulai sejak pukul 19.30 WIB, dipimpin oleh Mizani, Munawir, Rizal, Awan, Alfa, dan Adi, menjadi pembuka yang sempurna untuk membangun atmosfer kebersamaan sebelum diskusi sesi pertama.

Jam menunjukkan pukul 20.15 WIB, Sesi diskusi pertama pun berjalan, sesi dimulai dengan moderator Rizal dan Karim yang dengan ceria menyapa jamaah, mengundang mereka untuk merapat ke depan panggung mungil Kenduri Cinta. Karim kemudian memperkenalkan para narasumber yang hadir malam itu: Nanda di sisi kanan dan Mas Roni di sisi kiri, yang memberikan gambaran tentang dualitas ideologi—sebuah simbolisme yang menghubungkan kanan dan kiri, dua kutub yang sering kita rasakan dalam kehidupan. Karim sebagai moderator mengajak jamaah untuk bersama-sama membaca Al-Fatihah, mendoakan Mbah Nun dan seluruh jamaah, serta menyambut kegembiraan akhir tahun dan awal tahun baru.

Dok. Kenduri Cinta

Karim membuka sesi dengan menyampaikan tentang konsep frekuensi dan kegembiraan. Menurutnya, frekuensi adalah sesuatu yang berulang, dan kegembiraan serta kesedihan adalah bagian dari siklus itu. Mengingatkan jamaah bahwa keduanya saling terkait dan saling mempengaruhi. Karim pun melanjutkan diskusi dengan sebuah pertanyaan sederhana namun mendalam: “Apa yang membuat kita bergembira dan apa yang membuat kita bersedih?

Pertanyaan ini langsung mengundang beberapa jamaah untuk berbagi cerita. Taufik Hidayat dari Cikarang, misalnya, berbagi pengalamannya. Ia mengungkapkan bahwa meski bulan ini ia tidak merasa bergembira, ia datang ke Kenduri Cinta untuk mencari kegembiraan. “Walaupun banyak masalah, setidaknya di sini saya bisa sejenak melupakan beban hidup dan menyegarkan pikiran,” kata Taufik, yang sudah enam tahun mengikuti Kenduri Cinta namun baru kali ini berani berbicara di forum.

Fidia dari Ciputat, di sisi lain, berbagi cerita tentang perasaan bahagia yang ia alami sebulan ini, namun ada kesedihan mendalam akibat kehilangan adik kandung. “Walaupun saya bekerja seperti biasa, perasaan sedih ini sering muncul, dan saya merasa kehilangan.” Masing-masing cerita jamaah ini menggambarkan realitas kehidupan yang penuh dengan kegembiraan dan kesedihan yang silih berganti.

Lainnya

Exit mobile version