CakNun.com

Dekonstruksi Makna Melalui Denotasi Konotasi di #KCJuli

Catatan Kenduri Cinta edisi Juli 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 12 menit

Dok. Kenduri Cinta

Bagi Sabrang, makna positif atau negatif dari sebuah kata itu tidak bersifat univariat, tetapi multivariat. Denotasi bisa menjadi buruk pada situasi tertentu, sebaliknya konotasi juga bisa menjadi baik pada situasi tertentu. Ada banyak variabel yang melatarbelakanginya. Maka, ketika kata yang bersifat denotasi digunakan untuk misdirection maka juga akan bermakna buruk, begitu juga dengan kata yang bersifat konotasi, jika digunakan untuk melakukan penipuan, maka itu menjadi hal yang buruk. Sebaliknya, jika sebuah kata digunakan untuk hal-hal yang positif, mau itu denotasi atau konotasi, maka itu baik.

”Yang harus kita waspadai adalah bagaimana bahasa itu digunakan”, lanjut Sabrang. Dalam bahasa, kita juga mengenal banyak sekali variannya, ada sarkas, majas, satir, ironi dan lain sebagainya. Maka ada ungkapan bahwa ballpoint itu lebih tajam dari pedang. Karena kalau pedang hanya satu dimensi yang dihancurkan, tetapi dengan kata-kata yang dituliskan menggunakan ballpoint itu bisa menghancurkan kepalamu.

Tapi sebaliknya, potensi menghancurkannya kata-kata juga seimbang dengan potensi menumbuhkannya. Ayat-ayat dalam kitab suci disampaikan dalam kata-kata. Ribuan Ayat difirmankan oleh Tuhan untuk kebaikan manusia dan seluruh makhluk di alam semesta. Terkadang, informasi yang baik dan benar dapat disampaikan dengan cara yang halus, namun ada juga hinaan, cercaan, sindiran pada satu situasi tertentu juga harus disampaikan dengan intonasi yang keras.

Kritik Cak Nun Lebih Keras Dari Kritik Kami

Feri Amsari, seorang pakar hukum Tata Negara yang beberapa bulan lalu terlibat dalam film Dirty Vote turut hadir di Kenduri Cinta edisi Juli ini. ”Perjumpaan saya yang pertama dengan Cak Nun dan KiaiKanjeng adalah dalam sebuah Maiyahan di RRI tahun 2009. Tetapi jika dari bacaan, saya mengenal Cak Nun dari buku Slilit Sang Kiai, dan juga dari media-media terkemuka. Dan satu-satunya tokoh intelektual Indonesia yang menulis satu halaman penuh di sebuah media adalah Cak Nun”, Feri Amsari membuka bahasannya. Suatu hari, Feri diajak oleh Zainal Arifin Mukhtar untuk bertemu secara langsung dengan Cak Nun di Yogyakarta. ”Kalau teman-teman mengatakan bahwa kami itu sangat keras mengkritik penguasa, saya fikir bahkan kami belum sampai pada level beliau (Cak Nun)”, lanjut Feri.

Feri Amsari mengakui bahwa ia lebih banyak tersambung dengan Cak Nun melalui karya-karya tulisan Cak Nun, baik yang dipublikasikan di media massa maupun yang dicetak di buku-buku. Karena pada era itu, saat Feri masih muda, tulisan Cak Nun selalu dinantikan di media massa nasional. Maka, ketika Cak Nun memutuskan menarik diri dari media massa nasional, bagi Feri itu adalah momen yang sangat disayangkan, karena ia tidak bisa lagi membaca tulisan-tulisan Cak Nun melalui media massa. Padahal, salah satu impian kaum intelektual nasional adalah bahwa tulisannya dipublikasikan di media massa nasional Tier 1 seperti Kompas, Tempo dll. Cak Nun justru memutuskan untuk menarik diri, bahkan melakukan boikot.

Dok. Kenduri Cinta

”Menurut saya menarik untuk kita telaah kenapa Cak Nun bisa seberani itu. Mungkin karena tidak ada beban juga. Orang yang tidak ada beban dosa kan dia akan ngomong seadanya, apa adanya dirinya”, lanjut Feri. Persoalannya hari ini menurut Feri Amsari adalah banyak tokoh politik melakukan dosa, sehingga ia terpenjara sendiri dengan dosa-dosa yang ia lakukan. Sehingga tidak berani melawan kepada penguasa. ”Selain karena faktor bahwa tidak ada partai politik di Indonesia sebenarnya. Partai politik itu tidak ada di Indonesia, yang ada adalah perusahaan keluarga yang diberi nama partai politik”, ujar Feri.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik