CakNun.com

Dekonstruksi Makna Melalui Denotasi Konotasi di #KCJuli

Catatan Kenduri Cinta edisi Juli 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 12 menit

Dok. Kenduri Cinta

Apakah adil jika kita yang bekerja profesional di sebuah kantor besar, dengan ruangan yang nyaman, dengan AC yang dingin, dilengkapi fasilitas yang menunjang pekerjaan, kemudian mengeluh karena tekanan pekerjaan dari atasan di kantor. Kemudian, sejenak coba lihat bagaimana sebagian orang di jalanan harus berpanas-panas, mencari uang menjadi driver ojek online, berjualan minuman, bahkan menjadi pemulung, mengais rezeki dari memungut sampah. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk memeriksa kesehatan mentalnya, karena yang utama adalah bagaimana caranya agar ia bisa makan hari itu, dan anak serta istrinya juga tercukupi asupan makanannya. Jangan tanya tentang asupan gizi apalagi kesehatan mental kepada mereka. Untuk bisa makan hari itu saja mereka masih tanda tanya.

Di sesi awal Kenduri Cinta malam itu narasumber menggiring tema Denotasi Konotasi pada hal-hal yang relevan dan dekat dengan kehidupan sekitar kita. Tujuannya sederhana, untuk menumbuhkan serta merawat kewaspadaan, agar tidak lagi salah dalam memaknai dan memahami kata-kata.

Contoh lain dari fenomena pemaknaan kata di masyarakat yang mungkin bisa jadi menjadi penyebab persoalan kehidupan sosial, yaitu uang. Bagaimana kita memaknai uang ini sebenarnya? Apakah kita benar-benar serius memaknai uang sebagai alat transaksi? Jika kita menggunakan uang yang kita dapatkan dari bekerja, berdagang, berusaha untuk kemudian menjadi media menafkahi keluarga, maka disitu kita meletakkan uang sebagai sesuatu yang sangat penting dalam hidup kita. Lain halnya jika kemudian jika ada sebagian orang di sekitar kita memaknai uang sebagai benda yang tidak dimaknai dengan serius. Fenomena judi online menjadi satu contoh bagaimana uang tidak dimaknai dengan serius. Imbasnya yang paling dekat adalah bagaimana judi online memiliki korelasi yang sangat dekat dengan pinjam online. Salah satu sebabnya adalah karena para pelakunya tidak memaknai uang dengan serius.

Begitu juga pemaknaan terhadap forum Kenduri Cinta ini. Banyak komentar yang muncul di channel Youtube baik CakNun.com maupun Kenduri Cinta, beberapa kali ada komentar: ”Isinya daging semua”. Ini tentu saja komentar yang sifatnya konotatif sekali. Bisa dibayangkan jika ada makanan yang isinya daging semua, tentu tidak enak. Tidak ada bumbu, tidak ada sayur, tidak ada kuah. Begitu juga forum Kenduri Cinta, sangat berlebihan jika disebut isinya daging semua. Maka manajemen pengelolaan forumnya pun diatur sedemikian rupa, ada sesi mukadimah, kemudian ada pengisi jeda hiburan musik, lalu narasumber utama dan juga ada tanya jawab.

Jika Konotasi Dihilangkan, Maka Sastra Tidak Akan Ada

Sabrang malam itu menyampaikan bahwa kata yang sudah menjadi konotasi itu tidak selamanya bermakna negatif. Bagi Sabrang, denotatif itu bukan hanya sekadar makna kata yang sebenarnya, karena kata yang sebenarnya itu hanya simbolisme dari kata itu sendiri. Misalkan kita sudah bersepakat menyebut sebuah benda dengan sebutan ”Sandal”, itu adalah kesepakatan kita bersama bahwa salah satu media untuk alas kaki kita sepakat menyebutnya sandal. Secara bentuk, ada banyak bentuk sandal, tetapi kita akan sepakat bahwa dengan berbagai macam bentuk dan model, juga merek yang berbeda-beda, kita sudah sepakat menyebut itu sebagai sandal.

Dok. Kenduri Cinta

Dan seterusnya, semua kata-kata yang kita kenal dan kita ketahui itu bukanlah kata yang sebenarnya. Itu hanya simbolisme bahasa. Menurut Sabrang, dengan kata-kata kita bisa saling berkomunikasi dan membangun ruangan abstrak di kepala kita bisa berbagi ruangan tersebut dengan manusia lain. ”Semua kata adalah simbol. Kalau semua kata adalah simbol, kata menyimbolkan apa itu akan berkembang sesuai dengan zamannya. Di awal diskusi ini kita harus memahami terlebih dahulu fungsi dari kata itu sendiri. Karena fungsi bahasa itu tidak absolut, dan fungsi bahsa adalah membagi dunia informasi yang ada di kepala kita kepada orang lain”, lanjut Sabrang.

Begitu juga dengan denotasi, itu tidak selalu baik atau positif. Karena kata-kata yang diucapkan pun agan bergantung pada nuansa yang dibangun saat itu. Sabrang mencontohkan, bahwa pada sebuah lingkaran pertemanan yang sudah sangat akrab, kata-kata yang diucapkan adalah simbol kemesraan. Pada saat salah satu teman ditinggal mati oleh Bapaknya, saat berjalan kembali ke rumah setelah mengantarkan jenazah bapaknya di kuburkan, seorang temannya akan dengan santai menyapa temannya yang sedang berduka; ”Hei, Yatim, gimana rasanya menjadi yatim?”. Kalimat itu tidak mungkin diucapkan kepada orang yang tidak kita kenali, hanya bisa diucapkan pada nuansa keakraban yang sudah terjalin lama. Kata ”Yatim” adalah denotasi, tetapi jika diucapkan pada nuansa yang tidak tepat, juga bisa bermakna negatif.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik