CakNun.com

Cakrawala Anallah, Menyibak Tabir Mengenal Diri

Kenduri Cinta edisi November 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 13 menit

Cakrawala Anallah dan Kepercayaan Kapitayan Jawa: ‘Wadah’ dan ‘Isi’ yang saling berkelindan.

Kenduri Cinta edisi November 2024
Dok. Kenduri Cinta

Mas Pram sebagai salah satu narasumber di sesi ini, menyampaikan tentang keterkaitan tema dengan filosofi Jawa. Secara harfiah, “Cakrawala” merujuk pada batas pandangan, sedangkan “Anallah” mengarah manusia pada Tuhan atau Sang Pencipta. Cakrawala Anallah dapat diartikan sebagai batas pandangan atau jangkauan pengetahuan manusia terhadap Tuhan dan dirinya sendiri. Dalam konteks kepercayaan Jawa, ini melambangkan dimensi spiritual yang tak terbatas dan misterius. Kapitayan adalah salah satu aliran kepercayaan asli Jawa yang menekankan pada hubungan manusia dengan alam semesta dan Tuhan. Kapitayan sering digambarkan sebagai bentuk monoteisme asli Jawa, di mana terdapat satu Tuhan Yang Maha Esa yang mengatur segala sesuatu.

Cakrawala Anallah dapat dianggap sebagai “wadah” yang tak terbatas bagi segala sesuatu, termasuk Tuhan dan alam semesta. Ini adalah ruang spiritual yang menjadi tempat bagi segala kemungkinan dan manifestasi kehidupan. Kepercayaan Kapitayan, dengan segala ritual, ajaran, dan praktik spiritualnya, mengisi “wadah” Cakrawala Anallah. Ajaran Kapitayan memberikan kerangka kerja bagi manusia Jawa untuk memahami keberadaan mereka dalam alam semesta yang luas ini.

Tema Kenduri Cita kali ini dan Filosofi Jawa ini saling melengkapi, dinamika yang tak berujung, dan pencarian makna yang tiada henti. Tema Cakrawala Anallah memberikan perspektif yang luas dan mendalam tentang dimensi spiritual, sementara kepercayaan Kapitayan memberikan panduan praktis untuk berinteraksi dengan dimensi tersebut. Keduanya saling melengkapi dalam memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kehidupan dan alam semesta. Hubungan antara Cakrawala Anallah dan kepercayaan Kapitayan bersifat dinamis ia berkembang seiring pemahaman manusia. Interpretasi terhadapnya dan praktik-praktiknya juga dapat berubah. Ia juga mendorong manusia untuk terus mencari makna yang lebih dalam dalam kehidupan. Ini adalah proses serta perjalanan spiritual yang tak pernah berakhir.

Tiga Jenis Kelahiran dalam Budaya Jawa sebagai Manifestasi Mengenal Diri

Dalam perspektif budaya Jawa, konsep kelahiran melampaui sekadar peristiwa biologis. Kelahiran bagi orang Jawa adalah sebuah perjalanan spiritual yang mencakup tiga dimensi utama: kelahiran fisik (kauruh kelahiran jati), kelahiran batin (kauruh sawah budi), dan penyatuan diri dengan Sang Pencipta (kauruh budijati). Kelahiran fisik menjadi titik awal eksistensi manusia di dunia, namun bukan akhir dari perjalanan spiritual. Melalui proses penyucian batin atau sawah budi, manusia berupaya memahami tujuan hidup dan menjalin hubungan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta. Puncak dari perjalanan spiritual ini adalah mencapai kauruh budijati, di mana manusia hidup selaras dengan kehendak Tuhan dan memancarkan cahaya kebaikan bagi sesama. Ketiga dimensi kelahiran ini saling terkait dan membentuk kesatuan yang utuh dalam pandangan kosmologi Jawa, di mana manusia sebagai mikrokosmos mencerminkan makrokosmos alam semesta. Mas Pram kemudian menutup pernyataannya seperti biasa dengan senyum dan menyerahkan forum ke Mas Amin untuk lanjut memoderasi dan memberikan ruang kepada Pembicara lain.

Mencari Kesatuan: Menggabungkan Ilmu Pengetahuan dan Spiritualitas dalam Cakrawala Anallah

Pada posisi duduk yang berbeda, Mas Karim menyambut diskusi dengan mengajak Jamaah Kenduri Cinta membaca Al-Fatihah untuk Mas Gandhie. Mas Karim kemudian menghadirkan refleksi mendalam tentang konsep Cakrawala Anallah. Dimulai dari penggunaan kata “Cakrawala” yang jarang terdengar dalam keseharian bahkan amat jarang kita gunakan. Mas Karim mengajak jamaah untuk merenungkan makna yang terkandung di dalamnya. Cakrawala, yang berasal dari bahasa Sanskerta cakravāla dan juga dapat diartikan sebagai horizon dalam bahasa Inggris. Dalam konteks, ini dapat dimaknai sebagai batas pandangan atau jangkauan pengetahuan manusia, khususnya dalam memahami Tuhan.

Keunikan pada sesi ini terletak pada upaya memadukan antara pengetahuan modern dan tradisi tradisional. Mas Karim menunjukkan bahwa meskipun kedua pendekatan ini berbeda dalam metodologi, keduanya memiliki kesamaan dalam hal disiplin dan pencarian kebenaran. Dalam tradisi tradisional, terdapat kedalaman rasa dan pengalaman personal yang melengkapi pengetahuan ilmiah. Maiyah khususnya Kenduri Cinta, sebagai wadah diskusi, berhasil menyatukan kedua perspektif ini, menciptakan ruang yang luas bagi semua untuk mengeksplorasi berbagai dimensi pengetahuan.

Konsep Anallah dihubungkan dengan upaya mengenal diri sendiri. Melalui contoh sosok Mas Gandhie, Mas Karim mengajak Jamaah yang hadir untuk merenungkan bagaimana seseorang dapat mendalami dirinya dan menemukan hubungannya dengan Tuhan. Maiyah tidak membatasi pemahaman tentang Anallah pada satu sudut pandang tertentu, melainkan membuka ruang bagi setiap individu untuk menemukan makna Anallah yang unik bagi dirinya masing-masing. Nilai “manunggaling kawula gusti” (kesatuan manusia dengan Tuhan) menjadi sorotan dalam diskusi. Nilai ini, secara nyata diyakini Mas Karim melekat pada sosok Mas Gandhie, menjadi inspirasi bagi Jamaah Kenduri Cinta untuk terus mencari kesatuan dengan Sang Pencipta.

Lainnya

Exit mobile version