Cakrawala Anallah: Mencari Diri dalam Cakrawala Kehidupan

Awal dari Kehidupan yang Sesungguhnya

Manusia diciptakan dengan tujuan yang mulia. Pertanyaan tentang tujuan hidup ini telah menjadi renungan manusia sejak zaman dahulu. Allah memberikan petunjuk yang jelas tentang tujuan penciptaan manusia. Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, banyak mengisahkan perjalanan hidup para nabi dan rasul yang senantiasa mencari kebenaran dan meninggikan kalimat Allah. Mas Fahmi mengingatkan bahwa kehidupan manusia adalah perjalanan yang tidak main-main, karena Allah menciptakan manusia dengan penuh kesungguhan dan tujuan besar. Sebagaimana disampaikan oleh Mas Hadi, manusia diciptakan sebagai pemenang dari jutaan sperma dan dibekali potensi terbaik. Namun, jangan sampai manusia terjebak dalam permainan dunia hingga lupa terhadap janji yang pernah dibuat kepada Allah.
Ustadz Nurshofa kemudian memberikan alas diskusi dengan pertanyaan reflektif yang terkandung dalam surat Al-Insan:1, “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” Pertanyaan besar yang harus kita jawab adalah: Untuk apa kita diciptakan?
Dalam hidup ini, kita seringkali lupa bahwa kehidupan dunia hanya merupakan satu fase dari lima fase besar yang harus dilalui setiap manusia. Fase pertama adalah Alam Ruh, di mana setiap jiwa telah bersaksi kepada Allah tentang ketuhanan-Nya sebelum lahir. Selanjutnya, ada Alam Rahim, yaitu masa manusia dipersiapkan di dalam kandungan ibu. Setelah dilahirkan, kita memasuki Alam Dunia, tempat kita diuji dengan berbagai ujian. Setelah itu, manusia akan menjalani Alam Barzah, yaitu masa setelah kematian menunggu kebangkitan. Kemudian, kita memasuki Alam Mahsyar, tempat di mana semua amal akan diperhitungkan. Kematian bukanlah titik akhir, melainkan pintu gerbang menuju kehidupan yang kekal. Setiap manusia akan melewati tahapan-tahapan ini menuju surga atau neraka, tergantung pada amal perbuatannya.
Untuk memahami makna dari kehidupan yang lebih abadi, kita dapat mengambil pelajaran dari perjalanan Nabi Ibrahim yang menunjukkan bagaimana kehidupan ini adalah ujian yang mempersiapkan kita menghadapi kehidupan setelah mati. Salah satu kisah penuh hikmah mengisahkan tentang pertanyaan Nabi Ibrahim kepada Allah dalam Al-Baqarah:260, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati,” yang bukan didasarkan pada keraguan, melainkan keinginan mendalam untuk mendapatkan ketenangan hati (mutmainnah). Allah pun menunjukkan kekuasaan-Nya melalui perintah kepada Nabi Ibrahim untuk mencincang empat ekor burung, dan memanggil mereka. Burung-burung itu hidup kembali atas perintah Allah. Dari kisah ini, kita belajar bahwa iman manusia membutuhkan penguatan melalui refleksi, pembuktian, dan pengalaman spiritual.

Kehidupan di dunia ini bisa diibaratkan sebagai try-out, sebuah ujian yang harus kita jalani untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang lebih abadi. Ustadz Nurshofa mengingatkan bahwa meskipun dunia ini penuh dengan cobaan, kita harus tetap berusaha untuk menjadi lebih baik. Allah telah menetapkan takdir-Nya untuk setiap manusia, tetapi manusia tetap harus berusaha dan berdoa, karena takdir hanya berubah dengan ikhtiar. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma, maka apabila dia mampu menanam sebelum terjadi kiamat, hendaklah dia menanamnya.” Hadis ini mengajarkan bahwa kita harus terus berbuat kebaikan tanpa mengkhawatirkan hasilnya, karena hasil adalah urusan Allah. Sebelum kematian datang, kita harus terus menanam benih kebaikan, meskipun hasilnya tidak selalu tampak di dunia.
Iman, Islam, dan Ihsan adalah celupan warna dari Allah yang akan mengarahkan kita dalam perjalanan hidup. Iman memberikan dasar keyakinan, Islam menuntun kita untuk taat kepada Allah, dan Ihsan menyadarkan kita bahwa setiap perbuatan kita diawasi oleh Allah. Celupan warna ini adalah pedoman untuk tetap berada di jalan yang benar dan mempersiapkan diri menghadapi perjalanan menuju Allah. Meskipun kematian adalah kepastian yang harus kita hadapi, namun ia bukanlah akhir dari segalanya. Kematian menjadi indah jika kita kembali kepada Allah dengan hati yang bersih dan amal yang cukup. Kepulangan kepada Allah adalah kembali ke rumah sejati, tempat segala kerinduan bermuara.