Cakrawala Anallah: Mencari Diri dalam Cakrawala Kehidupan

Mencari Diri dalam Cermin Kehidupan

Pertanyaan sederhana, “Siapakah aku sebenarnya?” membawa kita pada perjalanan pencarian diri yang tak berujung. Untuk mengetahui diri, kita membutuhkan cermin. Jika untuk melihat wajah saja kita memerlukan cermin, lalu dengan apa kita bisa melihat gambaran diri yang lebih utuh? Mas Sabrang mengungkapkan bahwa kehidupan kita sendiri adalah cermin yang paling akurat. Setiap peristiwa, interaksi, dan tantangan adalah refleksi dari diri kita.
Saat kita merenung dan mengamati pola hidup, benang merah yang menghubungkan berbagai peristiwa sering kali menjadi lebih jelas. Pola-pola ini mungkin menunjukkan kebiasaan yang perlu diubah atau potensi yang belum tergali. Refleksi ini tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bangsa. Bang Hensa menyampaikan bahwa pencarian jati diri bangsa kerap berkaitan dengan sejarahnya, mengutip para penerima Nobel Ekonomi 2024, Daron Acemoglu, James A. Robinson, dan Simon Johnson dalam Why Nations Fail. Mereka menjelaskan bahwa sejarah kolonial memainkan peran besar dalam keberhasilan atau kegagalan sebuah negara. Pola penjajahan yang bersifat inklusif, seperti yang diterapkan Inggris di beberapa koloninya, memungkinkan masyarakat lokal berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Sebaliknya, pola penjajahan ekstraktif, seperti yang dialami Indonesia, berfokus pada eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan kolonial, meninggalkan warisan ketimpangan ekonomi dan politik yang signifikan.
Namun, apakah warisan ini terjadi begitu saja? Tidak. Semua kesulitan ini dapat dilihat sebagai bagian dari kurikulum kehidupan yang disusun oleh Allah. Kesulitan tersebut adalah ujian yang bertujuan memperkuat iman dan membimbing manusia menemukan kembali jati dirinya. Perspektif ini membawa kita pada cara memandang kehidupan, di mana Mas Sabrang menganalogikan kehidupan sebagai sebuah permainan. Dalam permainan ini, ada aturan dan batasan yang justru memberikan makna. Kita sering lupa bahwa kita sedang bermain, dan tantangan dalam hidup menjadi sarana untuk memahami peran kita di dalamnya.
Hidup, seperti permainan, memiliki tingkatan. Pada tingkatan awal, kita mungkin hanya menjadi pengamat dari luar, seperti permainan kartu. Di tingkat berikutnya, kita mulai terlibat sebagai peserta. Ada pula tahap di mana kita sepenuhnya tenggelam, lupa bahwa kita sedang bermain. Kehidupan, dengan segala kompleksitasnya, mungkin merupakan permainan yang dirancang Allah dengan begitu canggih sehingga kita tidak menyadarinya. Dalam permainan ini, setiap tantangan adalah kurikulum yang membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
Allah telah mempersiapkan berbagai macam tantangan yang jika kita telaah lebih dalam, ada satu tema besar di dalam setiap masalah yang kita alami. Bersama masalah itu pula ada hikmah yang harus kita ambil sebagai pembelajaran ke depan. Masalah-masalah tersebut, baik besar maupun kecil, sejatinya adalah kurikulum kehidupan yang dirancang oleh Allah untuk menuntun kita memahami jati diri.
Setiap tema atau masalah dalam hidup mencerminkan sifat, kebiasaan, atau potensi yang harus kita pelajari. Misalnya, seseorang mungkin selalu menghadapi kegagalan karena terlalu berani mengambil risiko. Pola ini adalah cermin yang menuntunnya mengubah cara pandang demi pertumbuhan. Dalam dunia spiritual, mengenali diri berarti mengurangi ego dan keinginan. Semakin kita mengurangi “aku,” semakin dekat kita kepada Yang Maha Lengkap.
Mas Fahmi menguatkan bahwa refleksi ini juga menjadi inti dari nilai Maiyah. Dalam Maiyah, kita belajar bahwa kehilangan, seperti kepergian Mas Gandhie, bukan untuk diratapi tetapi untuk diambil hikmahnya. Mas Gandhie, dengan perannya mengorkestrasi Kenduri Cinta, menunjukkan bagaimana seseorang bisa menjalankan tugas hingga selesai meskipun dunia tidak ideal. Kehilangan ini menjadi pengingat bahwa hidup harus terus berjalan, terlepas dari apapun kondisi yang kita hadapi.

Mas Hadi menambahkan bahwa Kenduri Cinta juga menawarkan cara pandang yang seimbang terhadap kehidupan. Tidak alergi terhadap pemerintahan, tetapi juga tidak menutup mata terhadap kekurangan. Dengan pendekatan yang objektif, Kenduri Cinta berusaha mencari kebenaran demi kemaslakhatan bersama. Sikap ini mengajarkan kita untuk terus bergerak maju, meskipun dunia yang kita jalani jauh dari kesempurnaan.
Hidup adalah cermin yang memantulkan siapa kita sebenarnya. Para penerima Nobel Ekonomi mengingatkan kita akan pentingnya memahami warisan sejarah, sementara Maiyah mengajarkan cara mengambil hikmah dari tantangan hidup. Dengan memahami diri dan sejarah yang kita jalani, kita dapat menjalankan peran kita sebagai khalifah di bumi dengan lebih bijaksana. Pada akhirnya, refleksi diri bukan hanya perjalanan untuk mengenal siapa kita, tetapi juga jalan untuk memahami peran kita sebagai manusia yang membawa manfaat bagi semesta.