Cakrawala Anallah: Mencari Diri dalam Cakrawala Kehidupan

Menyatukan Sains dan Spiritualitas dalam Pencarian Tuhan

Cakrawala adalah simbol batas antara langit dan bumi, seringkali menjadi metafora bagi keagungan dan kedalaman kehidupan. Puncak gunung, tepi pantai, atau bahkan puncak menara menjadi saksi bisu bagi keindahan cakrawala. Semakin tinggi seseorang mencapai titik pandang, semakin luas dan indah cakrawala yang terbentang di hadapannya. Begitu pula dalam kehidupan, mereka yang telah mencapai puncak keilmuan, pengalaman, dan kebijaksanaan akan mampu melihat keindahan dan kompleksitas kehidupan dengan lebih jernih.
Sejak lahir, manusia dibekali rasa ingin tahu. Manusia selalu berusaha memahami dunia di sekitar kita untuk memperluas cakrawala dan juga bagian dari proses mengenal diri. Semakin banyak kita belajar, semakin kita menyadari betapa luas dan kompleksnya alam semesta. Namun, paradoksnya, semakin banyak yang kita tahu, semakin kita menyadari betapa sedikit yang sebenarnya kita ketahui. Realitas akan keterbatasan diri justru menjadi pendorong bagi kita untuk terus berkembang. Perjalanan ini tidak hanya tentang menambah pengetahuan obyektif, tetapi juga tentang menemukan makna. Sayangnya, sistem pendidikan kita seringkali mendikotomikan sains dan spiritualitas.
Mas Nanda memaparkan keresahannya tentang klaim bahwa sains membawa pencerahan, padahal hakikatnya pencerahan sejati berasal dari Allah. Mas Nanda mengambil contoh bahwa sejauh ini, 95% semesta teridentifikasi sebagai dark matter dan dark energy, yang berarti hanya 5% bagian dari semesta yang kasat mata yang bisa dijadikan pijakan sains. Keterbatasan sains dalam menjelaskan 95% semesta ini mengingatkan kita bahwa ada dimensi yang lebih besar, yaitu spiritualitas, yang dapat membantu menjembatani ketidaktahuan ini.
Dikotomi sains dan spiritualitas ini membuka jalan untuk memahami konsep yang lebih mendalam. Mas Karim mengelaborasi kata “Anallah” yang mengacu pada upaya untuk menemukan Tuhan dalam diri sendiri dan dalam segala sesuatu yang ada di alam semesta. Dengan kata lain, “Anallah” adalah upaya untuk menyatukan sains dengan spiritualitas. Pencarian hubungan antara sains dan spiritualitas ini sangat jarang kita jumpai di dalam pendidikan formal, tetapi hampir selalu ada dalam ruang-ruang eksplorasi di berbagai forum Maiyah.
Maiyah menjadi wadah yang ideal untuk mengeksplorasi hubungan antara sains dan spiritualitas. Untuk dapat memperluas cakrawala pengetahuan, Mbah Nun mengajarkan kita untuk selalu rendah hati. Dengan memposisikan diri sebagai murid, kita akan lebih terbuka untuk menerima ilmu dari siapa pun, baik itu dari orang yang lebih tua, lebih muda, atau bahkan dari pengalaman sehari-hari.
Memperluas cakrawala tidak hanya terbatas pada sumber yang tertulis, tetapi juga melibatkan membaca kondisi sekitar kita. Dengan mengamati alam, masyarakat, dan peristiwa yang terjadi di sekitar kita, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan. Di berbagai kesempatan, Mbah Nun selalu memulai setiap edisi Maiyah-an dengan hal-hal yang sederhana. Melalui pendekatan yang sederhana ini, Mbah Nun mengajak kita untuk merenung dan menemukan makna hidup yang lebih luas dari hal-hal kecil di sekitar kita.
Pengalaman pertama Mbak Ade bersentuhan dengan Maiyah telah membuka cakrawala baru tentang Islam dari sudut pandangnya. Beliau terkesan dengan cara Mbah Nun menyampaikan pesan-pesan Islam yang begitu sederhana namun mendalam. Salah satu pesan yang paling membekas adalah tentang pentingnya mencari ridho Allah dalam setiap tindakan.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan kerja, Mbak Ade mempertanyakan bagaimana sikap kita apabila dihadapkan pada dilema antara nilai-nilai pribadi dan nilai-nilai perusahaan. Mas Nanda merespons dengan konsep ummatan wasathan atau umat yang berada di tengah-tengah. Sebagai ummatan wasathan, kita diharapkan dapat menjadi penyeimbang antara berbagai kepentingan, menjaga keseimbangan antara sains yang rasional dan spiritualitas yang penuh makna.
Mas Karim juga menambahkan bahwa kita harus mampu meneladani Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, Innama buitstu liutammima makarimal akhlak. Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk selalu mencari solusi yang adil, bijaksana, dan mengedepankan manfaat bagi orang banyak , bahkan ketika berhadapan dengan orang-orang yang berbeda pendapat. Beliau juga mengingatkan kita untuk berbuat baik kepada sesama, tanpa memandang latar belakang atau status sosialnya. Hakikatnya, Islam menekankan untuk mengusahakan output yang mengedepankan kemaslakhatan.
Pada akhirnya, sains dan spiritualitas tidak harus dilihat sebagai dua entitas yang bertolak belakang, tetapi dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Dalam kehidupan modern, sains dapat membantu kita memahami dunia fisik, sementara spiritualitas memberikan makna dan arah yang lebih dalam bagi perjalanan kita sebagai manusia.