Welkom t’huis
Suasana ‘sophisticated cave’ siang tadi penuh dengan senyum, dan aura bahagia. Saya masuk ruangan dan langsung disambut sapaan dari Bu Nyai.
“Eh, ada Dokter Eddy Supriyadi.” Sontak saya ngekek dan sedikit terbahak. Engga pernah Bu Nyai menyapa saya seperti ini dengan nama lengkap. Aneh, asing, dan kedengeran lucu. Lha wong biasanya nggak pernah panggil nama asli, apalagi dengan gelar. Ucie, yang ada di sampingnya hanya cengar-cengir saja. Apalagi si Kakak mbarep. Hanya cengar-cengir juga sambil asik ngerjain pekerjaannya, yang ‘kantor’-nya di negeri seberang. Kakak mengerjakannya di hadapan ayahnya.
Sayapun bersalaman dengan Cak Nun, dengan sekali lagi mengajak beliau ke Plecing Kangkung. Rupanya semangat kuliner ini selalu saya hembuskan, karena selama beristirahat di sophisticated cave, beliau selalu mendapat asupan yang kurang bisa mengeluarkan keringat. Gak ada teh puanaaaaas. Sambal trasi ataupun tempe garit.
Sebenarnya ini ‘ngekek’ saya yang kedua di hari ini, setelah pagi tadi Bu Nyai telepon saya dengan menyebut nama lengkap saya dan dengan gelar. Saya pun terbahak ditelepon di tengah-tengah pasien yang saya panggil akan masuk ke ruangan. Kami membahas persiapan discharged planning Cak Nun nanti sore. Semua hal termasuk obat dan nutrisi serta pernik-perniknya.
Sang penanggung jawab pasien (secara medis) juga me-WA saya, “Kang Eddot, rencana Cak Nun sore ini bisa pulang. Saya sudah bicara dengan Ibu Via perihal kepulangan beliau. Bu Via juga sudah cerita kalau rumah sudah siap menyambut.”
“Siap Mas Dokter!” jawab saya.
Dalam perjalanan menuju ke tempat parkir, saya mendapati teman saya, Budi juru parkir, sedang asik mainin hape-nya. Saya bikin terkejut dia dengan teriak persis di sampingnya.
“Ora mung WA-nan wae…!!” Saya sedikit teriak. Dia pun kaget sambil memegang lengan saya, dia nanya,
“Kapan simbah kondur? — Kapan mBah Nun pulang?”
“Lha iki wis meh — lha ini hampir,” jawab saya.
“Pokoke yen Simbah kondur mangke kulo ajeng mbengok — Hidup Maiiyahh! — Pokoknya nanti kalo Mbah Nun pulang saya akan teriak Hidup Maiyah!” sambil memeluk saya dengan kegirangan. Saya merasakan kegembiraan ini bahkan bisa ‘nyetrum’ sampai segala lapisan masyarakat.
Sambil membantu mengambilkan sepeda motor saya, Budi senyam dan senyum.
Saya kemudian start sepeda motor saya dan mulai berjalan, sambil membayangkan ketika zaman sekolah di Amsterdam dulu. Waktu keluar dari Schiphol, banyak keluarga yang menyambut kedatangan anggota keluarga yang baru pulang bepergian dengan dengan luapan kegembiraan sambil membawa bunga, balon bahkan spanduk kecil yang bertuliskan:
‘Welkom t’huis’
(Welcome home)
Yogyakarta, Rabu, 16 Agustus 2023