CakNun.com

Tradisi “Urip Iku Urup”

Agus Wibowo
Waktu baca ± 7 menit

Manusia kehilangan banyak hanya karena salah menaruh kepercayaan, berhasil dibujuk oleh bujuk-rayu yang seolah bisa dipercaya namun ternyata hanya strategi jangka panjang untuk meruntuhkan sedikit demi sedikit ketangguhan hidup. Berapa banyak yang bisa kita hasilkan untuk pemenuhan keluarga? membeli kebutuhan saja yang paling banyak ditempuh, tidak memiliki lagi kemampuan umum yang beberapa kurun silam pernah menjadi tata cara hidup secara mandiri dan kebal pada iming-iming.

Betapa sekarang lahan pertanian menyempit, karena petani tahu cara mendapatkan beras tanpa perlu repot menanam. Betapa dulu para perempuan bisa membatik, menenun, dan lazim bagi mereka bisa memasak, kini para perempuan istimewa itu terperangkap pada etos daya beli karena mereka tahu bahwa mendapatkan pakaian yang baik dan makanan yang enak tidak perlu repot. Dulu masyarakat dan orang tua meletakkan diri sebagai pihak yang mendidik anak-anaknya, mengenalkan cara beribadah kepada Tuhan, cara berkebun, cara berladang, cara merawat binatang ternak, cara menghadapi kesulitan dan cara menata mental. Para anak-anak kampung adalah anak para orang tua kampung, mereka bisa dinasihati, ditolong, diperingatkan, dibantu, bahkan dimarahi untuk mencegah perilaku tersebut berkembang secara lebih berbahaya. Tidak perlu menunggu orang tua kandung mereka, siapa pun yang merasa menjadi orang tua akan berperan sebagai orang tua kepada semua anak-anak. Dan anak-anak akan memperlakukan penghormatan kepada setiap orang tua seperti mereka menghormati orang tua mereka sendiri. Kini para orang tua sudah sibuk bekerja, menghabiskan waktu untuk mencari uang, mengerahkan modal waktu pendampingan dan mempercayakan kepada pihak atau badan pendidikan yang bisa dipercaya. Ada yang bahkan tidak mengerti kemampuan anaknya sendiri, karena menyangka setiap anak yang telah disekolahkan akan otomatis menjadi pandai. Para anak tidak mengenal orang tua dan cara menghormatinya, dan para orang tua tak mengenal anak-anak karena tak jarang mereka pun tak cukup kenal kepada anak mereka sendiri.

Rasulullah Bersama Maiyah

Bukanlah lantas kesempatan telah hilang untuk menata diri. Bukan pula buruk untuk bekerja mencari nafkah demi keluarga. Tidak lantas buruk mengerahkan kemampuan untuk alokasi tempat yang mengakomodir expertis-nya. Manusia peradaban kadang ada yang sedang diterpa kegelapan, ada yang kadang sedang diterpa badai, kadang ada yang sedang merintis, membangun. Masa-masa seperti ini seolah dinamika peradaban. Oleh sebab itu, Allah menghadirkan Rasul-Nya di masa-masa manusia berada di titik terendah. Pada situasi yang gelap gulita, bukan karena tak ada penerangan, namun lantaran cahaya dalam hatinya terkerudung, murung merasa dirundung. Kehadiran Rasulullah menjadi penerang dan sekaligus membawa cahaya yang mengajak setiap hati yang terkurung menyeruak, kurungan tersibak, dan tiap-tiap insan yang menerima risalahnya menjadi bangkit dan siap melanjutkan kehidupan dengan kembali dalam konsep pengabdian kepada Tuhan. Rasulullah mengembalikan makna Amanah secara benar, dan akurat. Menerapkan dalam kehidupannya dan setiap orang bersaksi bahwa beliau seseorang yang dapat dipercaya.

Jika manusia mengalami hal serupa dalam hidupnya, merasa tengah ditelan kegelapan, tengah ditindas oleh kebodohan, merasa diatur oleh kekuatan tak kasat mata yang terus mendorong pada ketertindasan dan perbudakan, maka sepatutnya adalah segera menautkan cinta kepada pihak yang bisa dipercaya, dan yang bisa dipercaya yakni kepada Rasulullah SAW. Bertindak dan bergaul, bekerja, upayakan tertaut pada cinta ini, paling tidak berada pada pihak yang tak menghalalkan perbudakan, menghormati hak setiap insan, tegas membela kebenaran, condong pada perbuatan adil. Hakikatkan tautan cinta selalu kepada Allah dan Rasulullah, sebagaimana landasan utama ber-Maiyatullah.

Rasulullah merentangkan cintanya kepada seluruh ummatnya hingga akhir jaman. Yang hidup di jaman sekarang masih mendapat hak yang sama atas penerangan dan pendaran cahaya yang dibangun atas cinta, sebagaimana yang didapatkan oleh ummat-ummat yang hidup sezaman dengan Rasulullah. Mbah Nun meraih rumus ini untuk anak cucu Maiyah, menanamkannya pada hati setiap anak-cucunya agar tidak mudah terjebak kegelapan, tak mudah menyerah dan putus-asa, selalu punya jiwa bangkit dan terus melangkah sebagai manusia wajib, meskipun jalan yang dilaluinya sunyi karena tak banyak yang bersedia melewati jalan tersebut. Hidup itu menyala, mencahaya bersama sang teladan terbaik.

Ungaran, September 2023 / Rabiul Awwal 1445 H

Lainnya