CakNun.com

Refleksi Oligarki, Menguak Kebenaran di Tengah Pergulatan Politik Indonesia

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 2 menit
Photo by Donald Tong on Pexels

Oligarki, dengan segala keculasannya, telah mengakar dalam kehidupan politik Indonesia, memunculkan gejolak dan pergulatan yang terus berlanjut. Peran oligarki, perluasan dampak politik ini seharusnya memicu refleksi mendalam dan keprihatinan akan nasib bangsa.

Pendidikan mental selama Orde Baru hingga sekarang telah membentuk karakter bangsa, meyakinkan mereka bahwa merebut kekuasaan dengan segala cara adalah langkah yang wajib dilakukan. Pengalaman sejarah, terutama masa kolonial, menanamkan dalam masyarakat bahwa keserakahan penguasa, asing maupun lokal, adalah bagian tak terhindarkan dari realitas hidup. Namun, era pasca kemerdekaan membawa harapan bahwa di bawah pemimpin yang berasal dari bangsa sendiri, anugrah Tuhan akan terpelihara.

Ayat terakhir Al-Quran sebelum kepulangan Rosulullah mengajak umat untuk memerangi perbuatan riba. Jika ditafsirkan “perbuatan riba” sebagai oligarki, kelompok yang merampas kekuasaan dan hak rakyat atas nama kebijakan yang merugikan. Oligarki menjadi musuh utama, mengubah dunia yang seharusnya menjadi anugrah bagi seluruh umat manusia justru sebaliknya, menjadi neraka kehidupan.

Jadi gejolak politik setiap menjelang pemilihan presiden sebagai hasil dari politik ekonomi Orde Baru yang masih terus berlanjut. Masyarakat, yang telah lama menghadapi ketidakadilan, merespon dengan apatis terhadap politik dinasti dan ancaman kecurangan. Mereka menganggapnya sebagai bagian tak terhindarkan dari kehidupan.

Di tengah dagelan politik yang disuguhkan oleh para oligarki, rakyat yang merasa tak berdaya hanya bisa memilih di antara para elit yang mampu menampilkan wajah yang kurang menyeramkan. Mereka menyadari bahwa pertarungan antar calon pemimpin hanyalah sandiwara sebelum kembali bersatu dan membagi hasil jarahan. Suasana aman dalam kehidupan sehari-hari menjadi prioritas, walaupun sebagian kecil harta yang tersisa dari jarahan itu akan kembali diberikan kepada rakyat.

Meski tipu daya oligarki mencoba mengelabui, rakyat sudah cukup cerdas untuk menyadari bahwa intelektual dan aktivis yang mengecam kecurangan hanyalah variasi dari wajah sesungguhnya dari kelompok elit ini. Mereka mengerti bahwa pertarungan antar pemimpin hanyalah pertunjukan politik yang harus dilalui sebelum kembali bersatu dan membagi hasil rampokan. Citra ideal kehidupan yang adil hanya bisa diwujudkan dalam suasana aman, agar beban hidup yang sudah berat tidak semakin bertambah.

<p”>Oligarki, dengan segala kemampuannya merampas anugrah dan kuasa Tuhan di bumi pertiwi. Siapa yang akan memprotes ketidakadilan ini? Mungkin jawabannya hanya Tuhan yang Maha Tahu, saksi atas segala perbuatan manusia yang merampas keadilan dan anugrah-Nya. []

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:

Lainnya

Memperkaya Pemahaman Mengenai Khusyuk

Memperkaya Pemahaman Mengenai Khusyuk

Menurut sebagian ahli antropologi Islam kontemporer, apa yang mencuat saat ini di ruang-ruang publik berkaitan dengan ekspresi-ekspresi Islam adalah semua ekspresi itu mengandung satu hal di dalamnya: dorongan untuk menjadi muslim yang saleh.

Helmi Mustofa
Helmi Mustofa
Mata Uang Maiyah

Mata Uang Maiyah

Salah seorang dari entah berapa jumlah Ashabul Kahfi diminta oleh teman-temannya untuk keluar Gua menuju pasar membeli sejumlah keperluan hidup.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version