Realitas Politik: Mencari Makna di Tengah Keterbatasan
Dalam silang sengkarut dinamika politik yang terus berkembang, kita seringkali dihadapkan pada beragam karakter calon pemimpin yang muncul dalam kontestasi pemilihan umum. Namun, dalam perjalanan mencari pemimpin yang ideal, terkadang kita harus melihat melampaui gaya bicara, kepercayaan, dan acting yang menjadi sorotan banyak orang. Mari kita mencoba merenungkan fenomena tersebut dengan sudut pandang yang realistis, menghadapi keterbatasan yang mungkin ada dalam proses pemilihan umum.
Gaya Berbicara yang Mencolok
Salah satu ciri calon pemimpin adalah keahliannya dalam berbicara. Beberapa calon terlihat begitu senang berbicara, bahkan sampai pada tingkat kecerewetan yang kadang-kadang membuat kita tidak terkesima, malah muak. Namun, kita perlu bertanya, apakah seni berbicara ini mencerminkan substansi dan visi yang jelas untuk memimpin? Terkadang, kita terbawa oleh pesona retorika tanpa benar-benar menilai kemampuan calon dalam merumuskan kebijakan yang konkret.
Kepercayaan pada Ritual Jogged-joged
Terkadang, ada calon pemimpin yang lebih memilih untuk mempercayai ritual atau kebiasaan tertentu, seperti jogged-joged, sebagai bagian dari strategi untuk mendapatkan dukungan publik. Meskipun terdengar tidak lazim, fenomena ini menjadi cerminan dari realitas politik yang terkadang lebih menonjolkan unsur badut hiburan daripada substansi pemimpin. Pertanyaannya, apakah jogged-joged dapat dijadikan patokan dalam menilai kemampuan seseorang dalam memimpin suatu negara?
Motivator dengan Gaya dan Acting
Di sisi lain, ada calon pemimpin yang tampil layaknya seorang motivator. Gaya dan acting mereka memilukan, malah membuat kita tidak terhanyut dalam pesona visual tanpa melihat substansi kebijakan yang diusung. Ini menimbulkan pertanyaan kritis, apakah seorang pemimpin seharusnya lebih fokus pada pencitraan atau pada kemampuan nyata untuk mengelola suatu negara?
Menghadapi Keterbatasan
Namun, di tengah-tengah pilihan yang sulit ini, kita tidak boleh melupakan kenyataan bahwa sejarah pemilihan umum di negara kita tidak selalu menghasilkan perubahan besar. Dalam setengah abad terakhir, kita melihat bahwa pesta politik mungkin berubah, tetapi esensi kebijakan dan dampak signifikan pada tatanan masyarakat seringkali tidak sepenuhnya terwujud. Rasa pesimisme muncul ketika kita menyadari bahwa perubahan besar mungkin tidak akan segera terjadi, bahkan dalam waktu dekat ini.
Kembali Fokus pada Hal yang Nyata
Dengan mempertimbangkan berbagai karakteristik calon pemimpin, muncul pertanyaan: apa yang seharusnya menjadi fokus kita dalam memilih pemimpin? Mungkin, di tengah keterbatasan dan kompleksitas politik, kita perlu kembali fokus pada hal-hal nyata. Misalnya, bagaimana calon mengelola isu-isu penting seperti urusan pangan, ketidakadilan ekonomi, pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan lingkungan. Kita perlu melihat lebih jauh dari sekadar gaya bicara dan penampilan visual.
Sebagai rakyat, kita dihadapkan pada tugas yang tidak selalu mudah dalam memilih calon pemimpin. Meskipun fenomena yang mencolok dapat memikat perhatian kita, kita tidak boleh lupa untuk kembali fokus pada substansi dan realitas kebijakan yang diusung. Dalam menyikapi keterbatasan politik dan mungkin ketidakpastian perubahan besar, kita perlu menjaga ketajaman pandangan dan mengambil keputusan yang lebih bijak untuk masa depan kita bersama.[]
Nitiprayan, 16 Desember 2023