R Sudah Benar


Rabu sore tanggal merah kemarin saya di RS Sardjito. Jumpa teman yang lama nggak ketemu. Namanya Mas R. Ia datang bersama keluarga kecilnya. Jauh-jauh dari luar negeri.
Peluk-peluk lama. Khas habib-habib ketika berjumpa. Lalu kita mojok mencari tempat duduk. Langsung ia membuka obrolan.
“Mbah Nun bukan sekadar aset Bangsa Mas….” Saya langsung sadar. Ini pasti protes dengan tulisan saya kemarin: Jangan Cemburu dengan Mbah Nun. “Lanjutkan…,” sahut saya memberi ruang.
“Mbah Nun sedang istirahat. Terbaring di rumah sakit. Tidak omong apa-apa. Tidak menulis apa-apa. Tapi heboh dibahas orang. Media sosial saya bermunculan tentang Mbah Nun. Ada yang menghujat. Ada yang comment bermacam-macam….”
“Ini Mbah Nun lagi istirahat, Mas. Di rumah sakit. Tidak melakukan apa-apa. Ini kenapa pada heboh. Kenapa mereka? Mbah Nun sedang tidak bisa menyimak twitter grup Whatsaap dan facebook. Ada yang bikin di status WA-nya, di halaman Facebooknya yang berisi menyindir dan menghina Mbah Nun…. Terus tujuan menghujat itu apa? Wong jelas jelas nggak bisa dilihat Mbah Nun.”
Berapi-api juga nih beliau. Saya senyum-senyum saja. Mendengar dengan saksama. “Kalau bukan aset bangsa, apa menurut Sampeyan?” tanyaku.
“Beliau ini aset Manusia Mas. Aset manusia yang sesungguhnya…,” katanya. Saya iya-iya tok. Sambil terkantuk, ada yang mbisiki saya, “Dicari CN, Zak…” Saya loncat lari menuju beliau.