CakNun.com

Plecing Kangkung

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 2 menit
Cak Nun "menyuwuk" anggota Banser NU saat Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng di Banjarnegara, Agustus 2018.
Banjarnegara, Agustus 2018 (Foto: Adin. Dok Progress)

Persiapan penyelenggaraan ENT (Evaluasi Nasional Terpadu) untuk beberapa kandidat konsultan anak dari tiga divisi di departemen anak, cukup menyita waktu.

Para kandidat diminta melakukan prosedur tindakan (diagnosis dan terapi) dan kemudian diuji di hadapan beberapa penguji nasional yang berasal dari tiga kota yang berbeda.

Di ajang inilah kemampuan para kandidat benar-benar dipertaruhkan. Kualitas penyelenggara pendidikan pun ikut dinilai. Barangkali inilah yang membuat waktu banyak tersita beberapa hari terakhir ini, dan membuat saya sedikit “berjarak” dengan “sophisticated cave/gua canggih” tempat di mana Cak Nun sedang diistirahatkan dari hiruk pikuk masalah-masalah nasional dan regional yang biasanya tidak lepas dari kehidupan beliau, di setiap helaan napasnya.

Ternyata “keberjarakan” saya dengan gua canggih ini mempunyai makna lain. Apa makna itu? Bagi saya, makna itu adalah melihat sebuah progress yang sangat luar biasa pada diri Cak Nun. Kalau selama beberapa hari terakhir ini saya hanya kontak dengan Mas Andi dan Pakdhe Mail untuk “nginjen” situasi Cak Nun dari sisi medis. Saya juga memonitor dari visi Cak Zakki, Mbak In, dan tentu bu Nyai dari masing-masing penilaiannya. Saya sangat sangat gembira melihat kemajuan demi kemajuan dibandingkan beberapa hari saya tidak ngetok.

Siang tadi saya datang ke gua canggih untuk melihat langsung kondisi beliau. Cak Nun tampak lagi tidur pulas bahkan sangat pulasnya, dengan sesekali mendengar dengkurnya. Di sampingnya ada Obal yang menunggunya dengan disambi utak-atik gadgetnya dan nampak sedang diskusi dengan bunda tercintanya.

Ada keriangan dan kegembiraan di sini. Saya sendiri terlibat asyik bicara dengan Mbak In ketika Cak Yus masuk ke dalam, dan duduk di samping saya. Mbak In sedang bercerita mampirnya Cak Nas yang baru pulang dari haji langsung menengok Cak Nun. Sedangkan Cak Yus di samping saya menceritakan bagaimana Cak Mif yang mengalami “hard reset” CPU-nya sesudah mengalami kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Bu Nyai sendiri juga bergabung dengan diskusi kecil kami siang kemarin. Hangat dan bersemangat!!

Pada kesempatan itu saya diskusikan dan evaluasi medis dari para ahli yang berkompeten yang sempat saya hubungi. Saya sempat sampaikan juga rencana-rencana yang akan dilakukan dan ternyata memang sudah klop. Pokoknya saya bahagia.

Ketika terbatuk dan Cak Nun melek, saya mendekat ke samping beliau dan bilang, “Ayo kapan iki mangan nang Cak Koting?”

“Plecing Kangkung, Mas!” sahut Bu Nyai dari belakang.

“Ohh iya, Plecing Kangkung wae po, Cak?” tanya saya. Plecing Kangkung di Baciro yang menjadi favorit beliau. Ada ayam goreng, bebek, lele, nila, dan juga jeroan yang sangat lezat.

“Lha nanti paling banter Cak Nun dhahar-nya lawuh sambel plecing dan tempe goreng,” lanjut saya.

Yho to Cak?” Sambil saya tegaskan lagi ke beliau.

Cak Nun sendiri hanya tersenyum mengiyakan.

Lalu saya pamit, karena sudah di WA mengingatkan ada rapat dan juga persiapan untuk ENT dua kandidat terakhir untuk periode ini.

Yogyakarta, Senin 15 Agustus 2023

Lainnya

Mengalfatihahi Zaman

Mengalfatihahi Zaman

Mengapa zaman ini perlu kita beri hadiah al-Fatihah dan kita siram dengan kesadaran al-Fatihah?

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM
Makna Yartadda

Makna Yartadda

Dalam beberapa kali majelis ilmu Maiyah dan Sinau Bareng, Mbah Nun menyitir surat al-Maidah ayat 54 untuk membaca keadaan saat ini.

Helmi Mustofa
Helmi Mustofa
Exit mobile version